Selasa, 19 Juni 2018

(FEKON08-171310627-)Analisis, Prediksi dan Pandangan Masyarakat terhadap Pilkada Serentak 2018

Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah Serentak pada 27 Juni 2018. Daerah yang akan mengikuti pilkada serentak tersebut terdiri 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten, dengan total 171 daerah. Seiring dengan rencana penyelenggaraan tersebut pemerintah melalui Bawaslu telah meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang disusun dari tiga aspek utama yaitu penyelenggaraan, kontestasi, dan partisipasi. Dari tiga aspek tersebut diturunkan menjadi 10 variabel dan 30 indikator sebagai alat ukur kerawanan. Indeks kerawanan yang dikeluarkan terdiri dari indeks rendah antara 0-1,99, indeks sedang 2,00-2,99, dan indeks tinggi 3,00-5.00.

Dari Indeks Kerawanan Pemilu tersebut 3 provinsi yang dianggap paling rawan adalah Papua, Maluku, dan Kalimantan Barat; dan, 6 kabupaten/kota yang dianggap paling rawan adalah Mimika (Papua), Paniai (Papua), Jayawijaya (Papua), Konawe Sultra), dan Timor Tengah Selatan (NTT). Dari nilai indeks ini Provinsi Papua harus mendapatkan perhatian khusus mengingat ada 1 pilkada provinsi dan 3 pilkada kabupaten yang dianggap mempunyai kerawanan tinggi.

Terlepas dari Indeks Kerawanan Pemilu yang disusun oleh Bawaslu, maka perlu dipahami ancaman-ancaman yang mungkin terjadi pada pilkada serentak 2018 tersebut, dan kerawanan yang ada sehingga bisa menjadi pintu masuk terjadinya ancaman. Ancaman tidak akan terjadi jika celah-celah kerawanan bisa diatasi.

Potensi Ancaman

Ancaman akan terjadi jika pelaku mempunyai niat, kemampuan, dan kesempatan. Ancaman akan terjadi melalui celah-celah kerawanan. Niat yang bisa muncul untuk melakukan ancaman terhadap pilkada adalah niat untuk menggagalkan pilkada supaya tidak terjadi, dan niat supaya hasil pilkada sesuai dengan keinginannya. Selain itu ada pula ancaman yang memanfaatkan momentum pilkada misalnya niat untuk membuat kerusuhan, teror, atau kriminalitas di saat masyarakat dan aparat keamanan sedang sibuk mengikuti Pilkada.

Ancaman untuk menggagalkan pilkada harus dideteksi sejak dini. Pelaku yang mungkin mempunyai niat ini adalah orang atau pihak yang tidak setuju dengan sistem demokrasi atau pihak yang akan terganggu dengan pilkada yang sedang berlangsung. Kelompok-kelompok anti demokrasi atau pihak yang tidak bisa atau tidak terwakili untuk bertanding mempunyai kemungkinan untuk melakukan ancaman agar pilkada tidak terjadi.

Potensi ancaman berikutnya adalah yang dilakukan oleh orang atau pihak yang tidak puas terhadap hasil pilkada. Pihak-pihak yang kalah tentu mempunyai potensi besar untuk melakukan ancaman terhadap penyelanggaraan pilkada. Mereka bisa melakukan kekerasan atau kerusuhan atas ketidakpuasan hasil pilkada. Karakter siap menang namun tidak mau kalah yang dimiliki oleh politisi-politisi yang bermental pecundang akan cenderung melakukan aksi "bumi hangus" atas kekalahannya. Hal ini tentu harus diwaspadai terutama dengan mempelajari karakter peserta dan masyrakat pendukungnya.

Kelompok atau oknum yang memanfaatkan situasi pilkada sebagai kesempatan mereka untuk melakukan aksi tertentu juga wajib diwaspadai. Momen pilkada yang penuh dengan kesibukan bisa menjadi celah bagi kelompok atau oknum yang ingin melaksanakan aksi tertentu, misalnya untuk aksi teror, atau tindakan kriminal untuk menguntungkan dirinya sendiri.

Dalam hal ini termasuk wajib diwaspadai adalah kepentingan pihak lain yang menginginkan terjadinya kerusuhan di Indonesia dengan memanfaatkan momen panas pilkada. Kewaspadaan terhadap adannya orang asing atau tidak dikenal yang ingin membuat keruh suasana harus diantisipasi sejak dini dengan melakukan pengawasan sosial oleh masyarakat bersama dengan aparat keamanan.

Kerawanan adalah hal tertentu yang bisa menjadi celah bagi terjadinya ancaman. Beberapa aspek yang dianggap sebagai pemicu kerawanan oleh Bawaslu adalah politik uang, keberpihakan penyelenggara, kontestasi antarcalon, pemenuhan hak pilih, dan netralitas ASN. Hal lain yang menurut penulis menjadi celah kerawanan adalah perilaku intoleran dan radikal yang cenderung tidak bisa menerima perbedaan.

Administrasi kependudukan yang mungkin masih kurang baik menjadi salah satu celah kerawanan yang masih saja terjadi. Walaupun dengan adanya program KTP elektronik seharunya hal ini tidak perlu terjadi, namun maladministrasi termasuk belum tuntasnya distribusi KTP elektronik bisa menjadi celah kerawanan yang dimanfaatkan masuknya ancaman tertentu.

Aspek pemicu kerawanan yang diuraikan oleh Bawaslu tersebut di atas harus ditangani agar tidak terjadi. Kerawanan harus ditutup sehingga tidak ada lagi celah bagi masuknya ancaman. Tugas utama negara, penyelenggara (KPU), pengawas (Bawaslu), dan aparat keamanan adalah menutup celah kerawanan ini.

Pemicu kerawanan lain yaitu perilaku intoleran dan radikal menjadi celah kerawanan yang paling mudah dimanfaatkan sebagai pintu masuk ancaman. Jika hasil pilkada menetapkan pemenang mempunyai identitas yang berbeda dari kelompok masyarakat yang mempunyai karakter intoleran dan radikal, maka masyarakat tersebut dengan mudah akan tersulut untuk melakukan aksi sebagai bentuk ketidakpuasannya. Bahkan aksi ini juga bisa terjadi dengan memanfaatkan sikap intoleran dan radikal jika dibumbui motivasi bahwa aksi tersebut adalah bentuk kesetiaan terhadap identitas tertentu termasuk agama.

Seharusnya kali ini pemerintah lebih siap untuk menyelenggarakan pilkada serentak. Sistem administrasi kependudukan yang seharusnya lebih baik bisa meminimalkan celah kerawanan yang ada. Menjadi catatan penting adalah pilkada yang diselenggarakan di daerah tertentu seperti Papua yang mempunyai akses yang relatif lebih sulit dibanding daerah lain. Kendala akses ini memungkinkan Sistem Administrasi Kependudukan tidak berjalan seperti di daerah lain.

Celah kerawanan di Papua menjadi lebih besar dibanding daerah lain karena faktor akses yang terbatas. Selain itu melihat beberapa catatan penyelenggaraan pilkada di beberapa daerah Papua seperti di Intan Jaya, Puncak Jaya, Jayapura, Tolikara, dan Kepulauan Yapen, maka kemungkinan akan terjadi konflik di pilkada serentak 2018 di wilayah Papua sangat tinggi.

Di daerah selain itu, kemungkinan terjadi ancaman terhadap penyelenggaraan Pilkada serantak sangat mungkin, terutama di daerah yang mempunyai Indeks Kerawanan Pemilu tinggi seperti Maluku, Kalimantan Barat, Mimika (Papua), Paniai (Papua), Jayawijaya (Papua), Konawe Sultra), dan Timor Tengah Selatan (NTT). Namun dengan melihat kesiapan aparat Kepolisian dan TNI, serta mencermati soliditas antarlembaga negara yang semakin baik, diperkirakan ancaman-ancaman di daerah tersebut dapat diatasi sejak dini.

Untuk mewujudkan penyelenggaraan pilkada serentak 2018 yang aman dan kondusif maka disarankan agar penyelenggara, pengawas, dan aparat keamanan yang bertugas secara umum melakukan deteksi dini atas potensi-potensi ancaman pilkada serentak yang telah diuraikan di atas. Peran intelijen sangat besar dalam melakukan deteksi dini, dan membuat pemetaan pihak-pihak yang mempunyai niat, kemampuan, dan kesempatan untuk melakukan ancaman. Dengan adanya peta ancaman maka pencegahan akan lebih mudah dilakukan.

Selanjutnya adalah menutup semua celah-celah kerawanan agar tidak menjadi jalan bagi terjadinya ancaman. Ketertiban administrasi, pengawasan, penegakan hukum, dan jaminan netralitas ASN harus dilakukan. Masyarakat harus diyakinkan bahwa pemicu kerawanan tersebut sudah diatasi dan tidak ada pada penyelenggaraan pilkada serentak 2018.

Langkah-langkah prevention, preparation, response and recovery perlu disiapkan untuk mencegah, menghadapi, dan memulihkan situasi atas ancaman Pilkada serentak. Kerja sama antarlembaga pemerintah seperti KPU, Bawaslu, Polri, BIN, TNI, Pemprov, dan Pemda perlu dilakukan untuk menyusun langkah-langkah tersebut sehingga ketika terjadi ancaman dapat ditangani dengan lebih cepat.

Jika masyarakat yakin dan percaya kepada pemerintah bahwa pada pilkada serentak 2018 tidak terdapat kerawanan maka hasil dari pilkada tersebut akan diterima sebagai konsekuensi demokrasi. Namun sebaliknya, jika masyarakat masih melihat celah-celah kerawanan dan tidak ada upaya untuk menutupnya maka hasil pilkada akan memicu ketidakpuasan dan ketidakadilan yang berdampak pada terjadinya ancaman atas keamanan dan ketertiban.

Pendapat masyarakat terhadap pilkada serentak 2018: Pemilihan Kepala Daerah yang akan diselenggarakan secara serentak pada tahun 2018 mendatang, tentunya menjadi sebuah moment  yang tepat bagi seluruh masyarakat untuk menentukan dan memilih pasangan bakal calon kandidat secara tepat sesuai hati nuraninya masing-masing. Artinya bahwa pasangan balon kandidat yang dipilihnya itu benar-benar berjiwa membangun daerah dan masyarakatnya ke arah yang lebih baik. Yakni ke arah perubahan yang lebih maju dari periode-periode sebelumnya.

Untuk menyemarakkan pilkada serentak itu, tak sedikit pasangan balon kandidat yang beramai-ramai memperebutkan partai politik yang bakal menjadi sebuah wadah yang akan mengusungnya dalam pesta demokrasi yang akan diselenggarakan nanti. Dan tak sedikit harta dan uang yang dikorbankan para balon kandidat untuk meperebutkan parpol sebagai pengusungnya.

Tak jarang pula para kandidat juga melakukan money politic untuk merangkul  massa sebagai pendukungnya dengan cara memberi bantuan kepada lembaga-lembaga tertentu menjelang pilkada, misalnya lembaga agama. Selain itu mereka juga melakukan pendekatan lewat entitas ras, agama, suku, maupun wilayah. Inilah yang sering terjadi dalam pilkada-pilkada sebelumnya.

Kondisi ini mewarnai dinamika politik di beberapa daerah di Indonesia khususnya di Provinsi Sumatera Utara yang akan melakukan pilkada serentak.

Walau parpol bertujuan untuk merebut dan menguasai kedudukan politik, sudah sepantasnya parpol menjadi mitra masyarakat dengan menjadi sarana sosialisasi politik dan pengatur konflik. Setidaknya parpol juga melakukan berbagai kegiatan pemberdayaan untuk merangkul masyarakat.

Jelas dalam proses pilkada pun para elit lokal memainkan peranannya untuk meloloskan kepentingannya masing-masing. Disini pula mereka melakukan money politics yang seharusnya tak perlu mereka lakukan.

Akibat adanya money politics terjadilah persaingan tak sehat antar para kandidat. Masing-masing kandidat menunjukkan ambisi untuk menjadi bupati, tanpa memaklumi kekalahannya masing-masing dalam pesta demokrasi yang telah berlangsung. Lalu dimana letak nilai demokrasi diterapkan?

Alangkah baiknya para pasangan balon kandidat mesti rela menerima kekalahannya dalam proses pesta demokrasi, tanpa mencari alasan untuk menjatuhkan para kandidat yang lainnya.

Menurut pandangan kaum muda, selama periode yang berlalu, pembangunan tidak berjalan maju sebab tidak ada komitmen dan kompromi antar para stakeholder untuk membangun suatu daerah.

Karena tidak ada komitmen dan kompromi bersama, maka para stakeholder berjalan masing-masing alias mengejar kepentingannya sendiri. Disinilah muncul kecolongan untuk bersatu membangun daerah. Yang ada hanyalah saling menjatuhkan, menganggap dirinya lebih hebat dari yang lainnya. Dari kecolongan itulah mengakibatkan pembangunan di segala bidang terbengkalai.

Pembangunan tidak bergerak maju sebab tidak ada kesepakatan antara para stakeholder dan masyarakat. Pemerintah mempertahankan pendapatnya sendiri, sementara masyarakat pun mempertahankan pendapatnya. Nah, disinilah terjadi jurang pemisah antara mereka sebab tidak ada kesepakatan lebih lanjut.

Melihat carut-marutnya kondisi kepemimpinan daerah yang akan berlalu, sebagian kaum muda berpendapat bahwa pemimpin daerah yang bakal terpilih nanti lebih baik dari kalangan orang muda.  Karena menurut penilaian mereka, kalangan orang tua tak mampu membangun daerah. Mereka berkeyakinan penuh, daerah akan maju jika dipimpin oleh kaum muda.

Di beberapa media sosial maupun diskusi-diskusi lepas, kaum muda berpendapat agar saatnya orang muda harus menjadi pemimpin daerah untuk membangun daerah. Oleh sebabnya, banyak pasangan balon kandidat dari kalangan muda berancang-ancang untuk mengikuti pesta demokrasi 2018 mendatang dengan motivasinya masing-masing.

Pandangan dan pendapat kalangan muda terhadap pilkada serentak 2018 ini ada benarnya, jika kalangan muda yang nantinya akan terpilih itu mampu membawa daerah kepada suatu perubahan yang maju (bukan mundur) dari berbagai sektor pembangunan yang ada, yang tentunya ditangani secara serius.

Intinya, menurut pandangan kaum muda, kepemimpinan kaum tua pada periode mendatang tak akan membangun daerah seperti periode sebelumnya. Sebab menurut mereka, kaum tua akan lebih berorientasi untuk mengumpulkan harta sebagai bekal di hari tuanya kelak. Maka menurut mereka, pemimpin kaum muda merupakan agen perubahan suatu daerah.

Sedangkan pendapat mahasiswa tentang pilkada serentak 2018 yaitu:

PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) yang akan diselenggarahkan secara serentak pada tahun (2018) mendatang. PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) pada tahun 2018 mendatang, tentunya menjadi sebuah moment yang tepat bagi seluruh komponen masyarakat di tanah Papua untuk dapat menentukan dan memilih pasangan bakal calon (balon) kandidat secara cepat sesuai dengan hati nuraninya masing-masing. Artinya bahwa pasangan bakal calon (balon) kandidat yang akan dipilih oleh anda dengan saya itu yang benar-benar membangun daerah baik itu tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi dan bisa membawa masyarakat ke arah yang lebih baik. Yang dimaksud dengan membawa ke arah yang lebih baik adalah yakni ke arah perubahan yang lebih maju dari periode-periode sebelumnya.

 

Ingat kita pilih bukan sukuisme, familiisme, daerahisme atau dan margisme tapi yang layak menjadi seorang nomor satu di tanah Papua baik itu tingkat kabupaten maupun tingkat Propinsi adalah semestinya netralisme.

Siapa dia netralisme itu, maksud daripada penulisan saya ini,orang yang sudah paham tentang dunia netralisasi, maka usul saya untuk kita semua bahwa suara dari anda dengan saya kasih sajalah tanpa memandang sebab, dia yang layak menjadi kepala Propinsi (Gubernur) dan kepala Kabupaten (Bupati) di Negeri Papua ini.

 

Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) serentak baik itu tingkat Propinsi maupun tingkat Kabupaten di Tanah Papua tahun 2018 mendatang itu, tidak sedikit pasangan bakal calon (balon) kandidat yang akan merebutkan partai politik (parpol) yang bakal menjadi sebuh wada yang akan mengusungnya dalam pesta demokrasi yang akan diselenggarahkan dalam tahun 2018 mendatang.

Dunia telah mengetahui bahwa tidak sedikit harta dan uang yang dikorbangkan oleh para calon kandidat untuk memperebutkan partai sebagai jembatan penghusungnya. Kita sama-sama telah mengetahui bahwa dalam dunia perebuatan sebagai jabatan politik seperti presiden, gubernur, bupati dan DPRP tidak jarang atau pernah para kandidat juga melakukan, membudayakan money politik di negeri ini dengan tujuan untuk merangkul massa sebagai pendukunya dengan cara memberi bantuan kepada lembaga-lembaga tertentu menjelang pilkada, misalnya lembaga agama. Selain itu juga mereka atau para kandidat melakukan pendekatan dengan masyarakat setempat. Pertanyaan ketika sudah jadi, misalnya Bupati Budaya untuk mendekati dengan masyarakat biasa tidak ada dinegeri ini, (Tegas Kagipai Dobiobi Tenouye).

Kaca mata saya atau pandangan saya tentang pilkada yang sudah melampaui dan yang akan mendatang pada tahun 2018 tidak jarang pula masyarakat lebih memilih pasangan bakal calon berdasarkan suku, agama dan budaya.

Nah, budaya seperti ini yang kita sedang membudayakan atau menerapkan di negeri ini, tidak perlu menerapkan budaya buruk ini. Bayangkan lebih buruk lagi , para pasangan bakal calon menkondisikan kepada para pemuda dengan membeli minuman keras (miras) dengan tujuan untuk melakukan tindakan-tindakan anarkis pada saat hari yang pemungutan suara berlangsung. Intinya, menurut saya pandangan kepemimpinan kaum tua pada periode mendatang tidak akan membangun daerah seperti periode sebelumnya.

Sebab, menurut mereka, kamu tua akan lebih berorientasi untuk mengumpulkan harta sebagai bekal di hari tuanya kelak, maka menurut mereka pemimpin kaum muda merupakan agen perubahan atau dalam pepatah menyatakan bahwa "the future lies with the young" artinya suatu bangsa ditangan pemuda masa kini atau maju mundur suatu bangsa ditangan pemuda masa kini.

 

Nama : Ummy Haviza

NIM : 171310627

Kelas : 08 Manajemen Malam

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar