KOREA SELATAN
Korea adalah sebuah semenanjungyang di Asia Timur (di antara Tiongkokdan Jepang).[1][2][3] Korea terbagi menjadi dua negara, yakni Republik Korea (Korea Selatan) dan Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara) setelah Perang Dunia II pada tahun 1945.
Korea Selatan kemudian berkembang menjadi negara demokratis sementara Korea Utara berhaluan komunis. Bendera Persatuan Korea sering digunakan untuk merepresentasikan Korea pada ajang olahraga internasional, namun bendera tersebut bukan merupakan bendera resmi kedua negara.
Karena zaman dinasti-dinasti bersejarah sudah berakhir, istilah Korea saat ini didefinisikan berdasarkan gabungan 2 entitas yang terbagi oleh Garis Demarkasi Militer pararel 38, yakni Korea Utara, dan Korea Selatan. Semenanjung Korea di sebelah utara dibatasi oleh Republik Rakyat Tiongkok, dan Rusia di sebelah timur laut, serta Jepang di sebelah tenggara yang dipisahkan dengan Selat Korea.[2]
Latar belakang
Walaupun banyak terjadi imigrasi dari berbagai negara asia ke semenajung korea dalam abad terakhir ini, sangat sedikit yang bermukim secara permanen, jadi sejak tahun 1990 kedua Korea (Selatan dan Utara) adalah salah sekian dari negara di dunia yang mempunyai komponen suku bangsa yang paling homogen. Jumlah suku minoritas sangat kecil. Di Korea Selatan, persentase populasi warga negara asing terdata sangat kecil dan umumnya bertempat tinggal hanya untuk sementara, di antaranya orang Cina, Jepang, kulit putih (Eropa, Amerika dll), Asia Tenggara, dan Asia Selatan.
Rakyat Korea cenderung menyamakan istilah kebangsaan atau kewarganegaraan dalam pandangan satu kelompok etnis yang homogen yang dinamakan minjok. Bahasa dan budaya yang sama dimiliki juga dipandang sebagai elemen penting sebagai identitas Korea. Ide negara yang multirasial atau multietnis dipandang ganjil dan tidak cocok untuk negara seperti Korea.
Perbedaan regional
Walaupun mempunyai latar belakang etnis yang homogen, namun setiap daerah mempunyai perbedaan regional masing-masing. Di Korea Selatan, perbedaan regional yang terpenting ada di antara wilayah provinsi Gyeongsang yang terbagi atas Gyeongsang Utara dan Gyeongsang Selatan dengan provinsi Jeolla yang juga terbagi atas provinsi Jeolla Utara dan Jeolla Selatan. Dua wilayah yang dipisahkan oleh rangkaian Gunung Jiri ini, mewariskan sikap persaingan sejak zaman Tiga Kerajaan, saat kerajaan Baekje dan Silla bersaing untuk menguasai Semenanjung Korea.
Para peneliti mencatat bahwa perkawinan antar-wilayah ini sangat jarang, dan 4 jalur jalan tol baru yang dibuka pada tahun 1990 untuk menghubungkan Gwangju dan Daegu, ibukota Jeolla Selatan dan Gyeongsang Utara, tidak pernah berhasil mempromosikan pariwisata kedua wilayah tersebut. Elit politik Korea Selatan, termasuk presiden Park Chung Hee, Chun Doo Hwan, dan Roh Tae Woo, semuanya berasal dari wilayah Gyeongsang. Oleh karena itu Gyeongsang disebut-sebut sebagai lumbung elit politik Korea Selatan. Kontras, Jeolla masih tetap menjadi wilayah pedesaan yang kurang berkembang dan miskin. Selain itu rakyat Jeolla dikenal memiliki reputasi suka membangkang.
Kekacauan regional memuncak saat meletusnya Insiden Gwangju tahun 1980 yang menelan korban jiwa sekitar 200 orang di Jeolla Selatan akibat terbunuh oleh pasukan pemerintah. Banyak yang menyebut bahwa tentara yang dikirim berasal dari Gyeongsang.
Yang paling mendasar, Ius Soli (Law of the soil) adalah kewarga-negaraan berdasarkan tempat kelahiran seseorang. Contoh negara yang menerapkan prinsip ius soli sebagai prinsip primer adalah Amerika, Argentina, bangladesh, Brazil dll. Asas ini lebih sesuai dengan kondisi global saat ini di mana status kebangsaan dan kewarga-negaraan seseorang tidak ditentukan oleh dasar etnis, ras atau agama. Asas ini memungkinkan terciptanya UU Kewarga-negaraan yang bersifat "terbuka" dan multikultural.
Kewarganegaraan adalah segala hal yang berhubungan dengan warga negara. Adapun asas-asas kewarganegaraan universal meliputi ius sanguinis, ius soli, dan campuran. Pengertian asas-asas tersebut adalah sebagai berikut :
* Ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
* Ius soli (law of the soil) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran.
* Kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
* Kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam undang-undang.
Azas ius sanguinis adalah kewarganegaraan berdasarkan keturunan,Negara-negara yang menganut asas ius sanguinis adalah negara-negara di Eropa dan negara-negara Asia Timur seperti Cina, Jepang, Korea, Taiwan, Mongolia, dll.
Tentang sistim pernikahan di korea, belum ane temuin definisinya, tapi sekilas tentang pernikahan itu sendiri, cek paragraf berikut...
Pernikahan di Korea Selatan memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh pernikahan barat pada umumnya. Contohnya, pengantin perempuan korea tidak mengadopsi nama keluarga dari sang pengantin pria seperti pengantin kebanyakan di Barat juga di Indonesia. Pernikahan di korea Selatan umumnya dilakukan oleh pria dan wanita. Seorang laki-laki dengan umur diatas 18 tahun dan seorang wanita diatas 16 tahun boleh menikah atas pengawasan kedua orang tua mereka, dan jika berumur ditas 20 tahun dibolehkan menikah secra bebas tanpa pengawasan.
Bagaimana jika perempuan dan laki-laki korea mempunyai nama keluarga yang sama ingin menikah? Di masa lalu, itu merupakan hal yang tabuh untuk perempuan dan laki-laki yang ingin menikah jika keduanya memiliki nama keluarga yang sama. Ada artikel nomor 809 yang menjelaskan regulasi pernikahan dengan nama clan(nama keluarga) yang sama, pernikahan tersebut dikategorikan dengan sebutan exogami. Namun telah telah diajukan untuk direvisi oleh legislative korea pada tahun 1997 dan pada akhir tahun 1998 diamandemen, pengadilan kosntitusi memutuskan, mengizinkan dua orang yang memiliki nama clan yang sama untuk menikah satu sama lain.
Pernikahan tradisional Korea disebut dengan Honrye. Pada zaman dahulu kala, pernikahan diadakan di rumah keluarga pengantin wanita. Pengantin pria mengendarai kuda menuju ke kediaman pengantin wanita dan setelah upacara selesai membawa istrinya dalam sebuah palanquin (kendaraan berbentuk kursi) ke rumah orang tua sang pria untuk tinggal di sana. Pengantin pria dan wanita menggunakan busana formal untuk upacara pernikahan. Orang biasa dalam upacara tersebut diharuskan untuk mengenakan busana yang mewah hanya pada saat hari pernikahan mereka.
Lentera tangan digunakan untuk menerangi jalanan dari arah rumah pengantin pria sampai ke rumah pengantin wanita dimalam sebelum pernikahan diselenggarakan. Secara tradisional, keluarga pengantin pria harus membawa sekeranjang penuh hadiah untuk keluarga pengantin wanita. Bebek dalam pernikahan merupakan symbol untuk pernikahan yang lama dan bahagia. Burung bangau merupakan symbol dari kehidupan yang panjang direpresentasi dari ikat pinggang si wanita.
Dalam suatu langkah pantas dan tepat waktu, pemerintah telah mengeluarkan RUU yang telah mengalami revisi pada aturan manajemen imigrasi, yang akan memperkenalkan visa baru bagi imigran-imigran asing yang sudah membaur dengan proses pernikahan. Sebagai bagian dari upaya untuk memenuhi kebutuhan zaman, hal itu mendorong masyarakat untuk menerima para imigran tersebut yang sekarang jumlahnya meningkat pesat sebagai anggota masyarakat. Dengan aturan baru itu, Korea telah bergerak selangkah lebih maju menuju masyarakat dinamis dan lebih bervariasi dimana orang-orang dari latar belakang etnis yang berbeda dapat hidup bersama dalam suasana harmonis. Hal ini juga dimaksudkan untuk mempersiapkan ke depan agar kelompok keluarga multibudaya terus tumbuh ditengah-tengah warga masyarakat Korea. Rivisi undang-undang imigrasi itu harus membuktikan membantu dalam menstabilkan kehidupan para imigran dan mereka dapat membaur ditengah warga masyarakat Korea dengan lebih mudah.
Departemen Kehakiman Korea Selatan mengabarkan bahwa pemerintah telah mengesahkan bagian revisi UU tentang aturan manajemen imigrasi pada hari Selasa, tgl. 25 Oktober. Revisi UU itu memiliki dua poin utama. Pertama, hal itu memungkinkan investor asing lebih nyaman untuk menetap di Korea. Berdasarkan UU tersebut, orang asing yang telah berinvestasi lebih dari 500.000 dolar Amerika dan sudah tinggal di Korea Selatan selama lebih dari 3 tahun akan diberikan visa izin tinggal. Orang asing yang telah menginvestasikan modalnya dengan nilai lebih dari 300.000 dolar dan mempekerjakan setidaknya dua warga Korea akan diberikan status yang sama. Tentu saja, langkah ini bertujuan untuk lebih mempromosikan investasi bagi orang asing.
Kedua, visa baru akan dibuat untuk pasangan asing yang menetap di Korea. Mereka yang telah menikah dengan warga negara Korea telah memiliki visa tinggal sejauh ini. Sesuai dengan revisi UU itu, mereka akan memiliki status visa mereka sendiri sebagai "imigran pernikahan." Ada perbedaan besar antara status "tinggal" dan status "imigran pernikahan." Dewasa ini, misalnya, pasangan asing dengan visa tinggal, tidak akan lagi diperbolehkan untuk tinggal di Korea ketika mereka tidak dapat mempertahankan hubungan rumah tangga mereka, karena kematian atau perceraain pasangan Korea mereka. Bagi mereka yang dipaksa untuk menghentikan hubungan keluarga sebagai suami-isteri tanpa melakukan kesalahan apapun, undang-undang saat ini memungkinkan mereka untuk menetap di Korea selama 2 tahun dan memperpanjang masa tinggalnya jika mereka menghendakinya. Tetapi, ini merupakan hanya langkah pengganti sementara. Dengan diperkenalkannya jenis visa baru bagi warga imigran yang sudah mengalami proses pernikahan, pasangan asing itu dapat memilih untuk tinggal di Korea dan membesarkan anak-anak mereka sebagai anggota sah di tengah-tengah masyarakat Korea, bahkan walaupun setelah kehidupan rumah tangga mereka berakhir karena kematian atau perceraian.
Revisi pemerintah terhadap aturan manajemen imigrasi agak terlambat. Pernikahan internasional antara warga Korea dan warga negara asing mencapai sekitar 10 % dari jumlah total pernikahan di Korea. Tentunya, pernikahan multibudaya ini menjadi bagian penting dalam masyarakat Korea. Ini adalah tugas nasional yang sangat penting untuk mengatasi masalah tinggal pasangan asing dan untuk membantu mereka beradaptasi dengan masyarakat dengan benar, karena kehidupan stabil mereka secara langsung berhubungan dengan stabilitas keseluruhan di tengah-tengah warga masyarakat Korea. Revisi undang-undang imigrasi ini diharapkan lebih lanjut akan memfasilitasi proses pemukiman kembali para imigran yang mengalami proses pernikahan di Korea.