Demokrasi terdiri atas dua kata berasal dari bahasa Yunani, yaitu "Demos" berarti rakyat atau penduduk dan "Cratein" atau "Cratos" berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dari dua kata tersebut terbentuklah suatu istilah " demoscratein" atau "demokratia" yang berarti negara dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat, atau pemerintahan negara rakyat yang berkuasa.
Dalam kehidupan bernegara istilah demokrasi mengandung pengertian bahwa rakyat yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah menegenali kehidupannya, termasuk menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyatnya. Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi maka pemerintahannya diselenggarakan atas kehendak rakyatnya.
Berbicara mengenai demokrasi adalah memburaskan (memperbincangkan) tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Ia adalah sistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat manusia. Pelaku utama demokrasi adalah kita semua, setiap orang yang selama ini selalu diatasnamakan namun tak pernah ikut menentukan. Menjaga proses demokratisasi adalah memahami secara benar hak-hak yang kita miliki, menjaga hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha melanggar hak-hak itu. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule), dan di dalam sistem politik yang demokratis warga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Sedang demokrasi adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis. Bagi Gus Dur, landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia ingini. Jadi masalah keadilan menjadi penting, dalam arti dia mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi harus dihormati haknya dan harus diberi peluang dan kemudahan serta pertolongan untuk mencapai itu.
Indonesia boleh saja disebut sebagai suatu negara "demokrasi", karena ukuran yang diambil adalah, adanya "kebebasan pers", pemilihan jabatan Presiden, Gubernur, Bupati dan Kepala Desa yang dipilih lansung oleh rakyat. Partisipasi politik rakyat dalam menentukan arah perjalanan bangsa, negara dan pemerintahan hanya sebatas itu. Celakanya lagi kebanyakan rakyat beranggapan dengan system demokrasi yang dijalankan tentu akan melahirkan kehidupan rakyat yang lebih baik, yaitu kehidupan yang aman, damai dan sejahtera. Namun pada kenyataannya negara Indonesia yang dikatakan telah menjalankan demokrasi, faktanya hasilnya melahirkan banyak kekacauan dan masalah yang tidak berkesudahan, jumlah penduduk miskin masih banyak, kerusuhan sosial dan bencana kemanusiaan kerap terjadi, penegakan hukum yang buruk, anarkisme serta banyak terjadi "tirani" dari kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas yang bersumber dengan berkembangnya politik massa yang dijalankan selama ini.
Sehingga tidak mengherankan jika Pemilu Indonesia hanya bersifat ritual politis atau ceremonial democratie, namun proyek itu harus dijalankan karena undang-undang mengharuskannya. Dari fakta ini sungguh dangkal pemahaman bangsa ini dalam melaksanakan sebuah negara yang demokratis. Sehingga tidak heran demokrasi yang dijalankan Indonesia selama ini telah menghasilkan fakta kehidupan rakyat yang lebih buruk dari fakta semasa rezim pemerintahan Soeharto, dimana pada waktu itu rakyat masih merasa aman dan mudah dalam mencari kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Pertama kali Indonesia menganut system demokrasi parlementer, yang biasa disebut dengan demokrasi liberal. Masa demokrasi liberal membawa dampak yang cukup besar, mempengaruhi keadaan, situasi dan kondisi politik pada waktu itu. Di Indonesia demokrasi liberal yang berjalan dari tahun 1950 - 1959 mengalami perubahan-perubahan kabinet yang mengakibatkan pemerintahan menjadi tidak stabil. Pada waktu itu, pemerintah berlandaskan UUD 1950 pengganti konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) tahun 1949.
Demokrasi parlementer secara singkat diartikan sebagai sistem demokrasi yang dikelola oleh parlemen sehingga Presiden sebagai kepala negara hanya bertindak sebagai pengawas kinerja parlemen. Parlemen sendiri menurut KBBI adalah badan yang terdiri atas wakil- wakil rakyat yang dipilih dan bertanggung jawab atas perundang-undangan dan pengendalian anggaran keuangan negara; dewan perwakilan rakyat. Jadi, dapat diartikan bahwa demokrasi parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan yang parlemennya memiliki peranan penting dalam pemerintahan.
Pada demokrasi parlementer, kewenangan dalam mengangkat perdana menteri dan menjatuhkan pemerintahan sepenuhnya di tangan parlemen. Menjatuhkan pemerintahan oleh parlemen dilakukan dengan mengeluarkan mosi tidak percaya. Mosi tidak percaya adalah semacam wewenang parlemen yang menyatakan bahwa wakil rakyat tidak memercayai kinerja pemerintah sehingga pemerintah harus rela turun dari jabatannya.
Terdapat cukup banyak negara yang menganut pemerintahan dengan sistem parlementer seperti Inggris, Jepang, Malaysia, Singapura, Belanda, dan sebagainya. Di negara- negara tersebut sistem parlementer dianggap sudah tepat karena mampu menyalurkan aspirasi rakyat, apalagi jika rakyat berkeinginan menjatuhkan pemimpinnya. Maka anggota parlemen yang bergerak untuk menentukan layak atau tidaknya hal tersebut dilakukan. Beberapa ciri-ciri demokrasi parlementer diantaranya adalah :
1.Presiden Sebagai Kepala Negara, Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan
Dalam sistem parlementer presiden sebagai kepala negara hanya bertindak sebagai kepala negara yang mengawasi tanpa memiliki kewenangan apapun atas tindakan pemerintah. Tindakan dan kewenangan untuk menjalankan pemerintahan sepenuhnya berada di tangan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.
2. Eksekutif Bertanggung jawab pada Legislatif
Lembaga eksekutif bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya kepada legislatif (parlemen). Pelaporan dan semua kewenangan atas keputusan harus melalui legislatif terlebih dulu. Jika hal yang hendak dijalankan tidak mendapatkan izin dari legislatif maka mutlak harus dijalankan sesuai perintah parlemen.
3. Kekuasaan Eksekutif dapat Dijatuhkan Oleh Legislatif
Pejabat dan menteri maupun presiden tidak memiliki kewenangan apapun dalam hal jabatan. Dapat diartikan bahwa jabatan- jabatan tersebut dapat dengan mudah digeser atau dijatuhkan hanya dengan keputusan rapat parlemen yang bertindak sebagai lembaga legislatif.
4. Hak Prerogatif Dimiliki Perdana Menteri
Hak prerogatif perdana menteri adalah hak istimewa yang dimiliki seorang perdana menteri mengenai hukum dan undang- undang diluar kekuasaan badan perwakilan. Pada sistem parlementer, perdana menteri memiliki hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat atau menteri yang memimpin departement dan non departement.
5. Eksekutif Ditunjuk oleh Legislatif
Eksekutif yang bertindak membantu kerja presiden dalam tata pemerintahan ditunjuk berdasarkan keputusan legislatif. Parlemen yang berwenang menentukan siapa yang berhak menduduki jabatan di lembaga eksekutif presiden. Presiden sendiri dipilih berdasarkan seleksi menurut undang-undang yang berlaku di negara tersebut.
6. Menteri Bertanggungjawab pada Legislatif
Kebijakan seorang menteri selain harus melalui izin dari lembaga legislatif juga harus dipertanggungjawabkan kepada pihak legislatif. Hal inilah yang terkadang menimbulkan semacam kesenjangan kekuasaan. Kesenjangan kekuasan yang dimaksud disini adalah berkurangnya penghargaan kinerja dari kedua lembaga tersebut. Bahkan dapat terjadi silang pendapat dan saling melempar tanggung jawab. Akibatnya, rakyat yang menanggung risikonya dengan berlama- lama menunggu keputusan keduanya.
Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno :
1. Dari segi keamanan : Banyaknya gerakan sparatis pada masa demokrasi liberal, menyebabkan ketidak stabilan di bidang keamanan.
2. Dari segi perekonomian : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
3. Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950.
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran beliau agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD'45. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan voting yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante . Voting ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.
Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945.
Literatur politik, pada umumnya, memberikan label demokrasi dengan merujuk pada pemerintahan oleh rakyat. Implementasi konsep demokrasi pada tingkat nasional di dalam negara kebangsaan yang berskala besar pada umumnya tidak dilakukan secara langsung oleh warga negara, tetapi secara tidak langsung melalui wakil – wakil rakyat yang dipilih berdasarkan prinsip kebebasan dan persamaan. Dalam telaah umum politik, praktik demokrasi semacam ini tergolong dalam demokrasi tidak langsung.
Ada dua tataran berpikir mengenai demokrasi yang harus dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu demokrasi sebagai ide atau konsep dan demokrasi sebagai praksis. Sebagai ide atau konsep, siapapun akan dapat menyusun suatu daftar sangat panjang mengenai arti, makna, sikap, dan perilaku yang tergolong demokratis. Kedaulatan tertinggi di tangan rakyat.
Sebagai praksis, demokrasi sesungguhnya sudah menjelma menjadi sistem. Sebagai sebuah sistem, kinerja demokrasi terikat oleh seperangkat aturan main tertentu. Apabila dalam sistem demokrasi ini ada orang yang tidak menaati peraturan main yang berlaku, aktivitas itu akan merusak demokrasi. Dengan kata lain, aktivitas ini dalam konteks sistem demokrasi yang berlaku menjadi tidak demokratis atau anti demokrasi. Demokrasi tidak mencangkup hanya diwujudkan dengan penyelenggaraan pemilu setiap periode tertentu serta adanya lembaga perwakilan rakyat. Sebab selain hal – hal tersebut negara yang demokratis memerlukan perlindungan hak asasi manusia serta adanya supremasi hukum.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) merupakan dua isu yang menjadi orientasi dan kerangka perubahan di era reformasi. Penataan kehidupan berbangsa dan bernegara diarahkan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis serta untuk melindungi,memenuhi, dan memajukan HAM. Demokrasi dan HAM sejatinya bukan merupakan isu baru. Demokrasi dan HAM bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Perlindungan HAM adalah tujuan sekaligus prasyarat bagi berjalannya demokrasi. Sebaliknya, kegagalan perlindungan dan penghormatan HAM akan menjadi ancaman bagi demokrasi.
Di samping sebagai tujuan demokrasi,HAM juga merupakan prasyarat demokrasi. Demokrasi sebagai sistem pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat, maupun sebagai mekanisme pembentukan pemerintahan hanya dapat terwujud jika terdapat jaminan perlindungan dan pemenuhan HAM.
Untuk dapat menjalankan demokrasi sudah pasti harus ada jaminan kebebasan berkeyakinan, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berserikat. Pilihan rakyat atas pemerintahan yang akan dibentuk tentu didasarkan pada keyakinan yang dimiliki. Pilihan hanya akan bermakna jika rakyat juga memiliki kebebasan keyakinan yang menentukan apa yang akan dipilih. Untuk dapat mengungkapkan keyakinan tersebut, dibutuhkan kebebasan berpendapat. Tanpa kebebasan berpendapat, rakyat tidak akan dapat menyampaikan kehendaknya, baik dalam bentuk hak pilih maupun penyampaian aspirasi yang harus dijalankan pemerintahan. Pada tingkatan selanjutnya, aspirasi dan pendapat tentu harus diperjuangkan secara kolektif. Hal ini membutuhkan kekuatan sosial yang hanya dapat dicapai jika terdapat jaminan terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul. Jelas bahwa tanpa ada kebebasan berkeyakinan, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berserikat, demokrasi mustahil dijalankan.
Di negara kita saat ini sudah mulai muncul pertanyaan dan kritik terhadap demokrasi karena dipandang belum berhasil memberikan perlindungan dan pemenuhan HAM, terutama hak atas perlindungan hukum yang adil, hak atas pendidikan, kesehatan,dan kesejahteraan. Masyarakat yang telah menikmati kebebasan sipil dan politik di era demokrasi telah mengalami kejenuhan dengan ingar-bingar demokrasi yang tidak kunjung membawa perubahan hukum,sosial,dan ekonomi. Demokrasi tidak diikuti dengan penegakan hukum guna melindungi dan memenuhi HAM. Kecurangan demokrasi dan ketidakadilan hukum membuat kepercayaan terhadap demokrasi semakin menipis. Padahal, begitu demokrasi ditinggalkan, semua hak yang dimiliki akan ditanggalkan oleh kekuasaan yang otoriter. Inilah tantangan kita bersama untuk mengawal demokrasi dengan mengedepankan perlindungan dan pemenuhan HAM.
Demokrasi dan HAM bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Perlindungan HAM adalah tujuan sekaligus prasyarat bagi berjalannya demokrasi. Sebaliknya, kegagalan perlindungan dan penghormatan HAM akan menjadi ancaman bagi demokrasi
Demokrasi sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia karena rakyat sebagai manusia, rakyat juga yang berkuasa, maka dalam pelaksanaannya Negara harus menjamin hak-hak asasi/dasar yang dimiliki manusia. Seperti hak hidup, hak memperoleh pendidikan, hak untuk berbicara, hak untuk beragama, hak untuk memperoleh pekerjaan, hak untuk terhindar dari rasa takut, dan lain-lain.
Namun di Indonesia masih banyak sekali pelanggaran atau kejahatan HAM dalam demokrasi. Terutama pada golongan minoritas, karena golongan ini merasa dirinya terasingkan atau dengan kata lain merasa kurang mendapat perhatian yang lebih dari pihak yang mendominasi. Sehingga golongan minoritas ini hanya memiliki ruang gerak yang terbatas. Kemudian mau tidak mau harus mengikuti setiap aturan atau kesepakatan yang telah disepakati oleh golongan mayoritas tanpa sempat menyampaikan aspirasinya. Ini mengindikasi bahwa bangsa Indonesia kurang mengamalkan dan menjunjung persamaan derajat pada Hak Asasi Manusia dalam Demokrasi.
Kehidupan di negeri ini seakan-akan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan di berbagai bidang, sebut saja bidang ekonomi, politik dan hukum. Padahal sejak digulingkannya kekuasaan Alm. Soeharto dari kursi kepresidenan, bangsa ini telah memulai babak baru dalam pemerintahan yang diberi nama dengan "Reformasi". Sebuah zaman dimana nilai-nilai demokrasi dan pengakuan HAM benar-benar diakui dan direalisasikan dalam berbagai sendi kehidupan.
Tapi apa yang terjadi! Negara Indonesia menduduki peringkat lima besar negara terkorup di dunia dan Asia. Angka kemiskinan juga masih relatif tinggi di berbagai daerah se-Nusantara. Rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Seolah membuktikan bahwa pemerintah kurang berhasil dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada.
Banyak orang beranggapan bahwa nilai-nilai demokrasi yang diterapkan belum maksimal. Atau bahkan negara Indonesia belum dapat dikatakan sebagai sebuah bangsa yang demokratis. Banyak pula yang berpikiran bahwa akar permasalahan di negeri ini adalah terletak pada sistemnya. Apabila Indonesia menegakkan syari'at Islam secara kaffah maka niscaya kehidupan akan menjadi aman, damai, sentosa, makmur dan sejahtera. Masing-masing kelompok ini memang memiliki alasan dan fakta yang mendukung argumennya, sehingga terkadang sulit untuk menentukan pendapat mana yang dianggap paling benar.
Nilai-Nilai Demokrasi
Demokrasi memiliki nilai-nilai antara lain sebagai berikut :
Menjamin tegaknya keadilan
Menekan adanya penggunaan kebebasan seminimal mungkin
Adanya pergantian kepemimpinan dengan teratur
Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga
Menjamin terselenggaranya perubahan yang terjadi di masyarakat dengan damai atau tampa adanya gejolak
Mengakui dan menganggap wajar adanya perbedaan atau keanekaragaman.
Setiap orang berhak memilih dan dipilih melalui pemilihan umum untuk ikut serta dalam kepemerintahan. Setiap oran gmengandung makna siapa saja dari orang. Jadi siapa saj aberhak untuk ikut serta dalam kepemerintahan berdasarkan mekanisme yang berlaku dinegaranya. Hala ini tidak menutup kemungkinan bagi para artis untuk ikut serta dalam menjalankan fungsi kepemerintahan asalkan dia terpilih dan mampu menjalankan fungsi kepemerintahan tersebut.
Beranjak dari bunyi pasal-pasal tersebut dapat kita mengerti bahwa seluruh warga negara berhak untuk mendapatkan kesempatan untuk menjadi bagian dari pemerintahan maupun legislatif. Artis-artis indonesia yang mencalonkan diri mereka sebagai kepala maupun wakil kepala daerah.
Jelas dikatakan oleh deklarasi universal of human right bahwa setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negaranya. Hal ini diserap oleh undang undang no 39 tahun 1999 tentang Ham yang mengatakan "Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan" dari sini tidak menutup kemungkina bagi siapapaun yang sanggup untuk menjadi bagian dari pemerintahan berhak untuk dipilih di pemilihan umum.
Kecemasan masyarakat adalah para artis dan praktisi dunia hiburan dipandang kurang mampu untuk menjalankan fungsi pemerintahan dan legislasi yang akan mereka emban. Adalah sangat wajar kalau masyarakat mempertanyakan orang yangakan mereka pilih di pemilihan umum yang suatu saat nantinya menjadi pemimpin dan wakil mereka dipemerintahan maupun legislatif.
Seorang yang tidak hebat dalam suatu hal akan menjadi hebata apabila dibantu oleh orang orang yang berkompeten di bidangnya. Seorang artis ataupun orang yang berkecimpung didunia hiburan boleh saja menjadi pemeimpin dalam artian pemerintah apabila dia mampu untuk memerintah. Dilain hal apabila selebriti atau artis tersebut kurang mencukupi kemampuan dalam memerintah dia tidak dilarang mempunyai staff ahli untuk memenuhi kebutuhannya di pemerintahan. Indonesia bukanlah seperti negara bagain di Amerika yang banyak pemimpinnya dari kalangan selebriti tetapi tidak menutup kemungkinan kalau seorang selebriti yang disayangi masyarakat dan dipercayai untuk memimpin mengajukan dirinya dalam pencalonan kepala daerah ataupun legislatif karena dari segi ham meraka juga punya hak untuk turut serta dalam pemerintahan sesuai.
Hubungan antara demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) sangat lah erat. Dan dapat dikatakan kedua hal tersebut memiliki ikatan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam Negara yang demokrasi perkembangan HAM telah kita lihat bersama. Perjalanan kedua hal tersebut sudah dimulai sejak dulu. Namun masih banyak terjadi pelanggaran terhadap Hak asasi manusia (HAM).
Sementara sebuah Negara demokrasi hendaknya dapat dinilai dari unsur sejauh mana penegakan atau pelaksanaan Hak asasi manusia itu dapat dijalankan. Demokrasi yang bercirikan kebebasan melingkupi hak-hak mendasar tersebut. Jadi hendaknya demokrasi dan penegakan HAM itu harus sejalan, untuk mencapai kesejahteraan manusia dan pengakuan atas hak dasar setiap orang yakni Hak asasi manusia (HAM)
Penulis Artikel : Amira Sukma Tristyana