Sabtu, 30 Juni 2018

(FEKON08-171310657) Kualitas Demokrasi Saat Ini Di Indonesia

KUALITAS DEMOKRASI SAAT INI DI INDONESIA

Sudah diketahui secara umum jika di Indonesia memiliki sistem pemerintahan demokrasi, yang mana segala kekuasaan berada di tangan rakyatnya. Demokrasi merupakan pemerintah yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan jika kepentingan pemerintah didedikasikan hanya untuk rakyat, entah itu pemimpin, lembaga-lembaga pemerintahan, DPR, DPRD, dan DPD semua hanya menjalankan amanah sebagai perwakilan rakyat dalam menjalankan pemerintahan. Demokrasi yang diadakan 5 tahun sekali salah satunya pemilu, seringkali menjadi berita politik nasional yang tidak pernah habis untuk dibahas dan diperbincangkan karena selalu saja ada masalah yang  menyelimuti kegiatan pemilu tersebut. Di antaranya yakni adanya sebagian masyarakat yang tidak menggunakan hak suaranya, terdapat kampanye hitam dan permasalahan lainnya.

Bahkan yang baru – baru terjadi adalah adanya dugaan penistaan agama dalam hal demokrasi di tahun ini, khususnya pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Di mana hal tersebut menjadi berita dari ranah politik yang paling menggemparkan Indonesia, sehingga banyak masyarakat yang turut terlena pada maraknya pemberitaan hingga turut berkomentar. Demokrasi di Indonesia sendiri masih berada pada ranking bawah di dunia, di mana hal tersebut dapat saja disebabkan oleh adaya berbagai masalah yang menyelimuti kegiatan demokrasi tersebut. Berbagai masalah yang menyelimuti salah satu kegiatan politik yakni pemilu ini memang seharusnya ditemukan solusi tepat aga ke depannya masyarakat dapat merasakan peran demokrasi di Indonesia, dan kualitas demokrasi Indonesia menjadi lebih baik lagi agar pandangan demokrasi Indonesia di kancah internasional berada pada peringkat atas.

 

Tujuan dalam uraian di atas tentu harus dilakukan atas dukungan dari pemerintah dan juga masyarakat Indonesia sendiri, di mana masyarakat seharusnya lebih berfikir secara bijak daam menyikapi berbagai masalah pemilu dan demokrasi yang diselenggarakan untuk memilih wakil – wakil dan pemimpinnya. Sedangkan sebagai pemerintahan diharapkan mampu mengayomi, mengontrol atau mengawasi serta menyelenggarakan sistem demokrasi dengan terpadu dan berkala melalui berbagai macam pendekatan yang tidak merugikan orang banyak khususnya masyarakat Indonesia. Demokrasi yang selalu menjadi berita politik Indonesia bahkan di berbagai negara di dunia, memang sebaiknya diperlukan peran serta dan kerjasama antar masyarakat dan pemerintah agar tercipta kualitas demokrasi yang aman dan tanpa gangguan.  

Presiden kita JOKOWIDODO memberikan pernyataan bahwa Demokrasi kita kebablasan' mungkin kerap terdengar dalam percakapan politik sehari-hari. Namun kali ini pernyataan itu punya bobot lebih besar ketika diucapkan oleh Presiden Joko Widodo, kepala pemerintahan sekaligus kepala negara Republik Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan oleh Jokowi dalam kesempatan pelantikan pengurus Partai Hanura di Sentul Jawa Barat, 21/02. Dalam kesempatan itu, Jokowi, seperti dikutip berbagai media, menyebutkan bahwa praktik demokrasi kita sudah membuka peluang terjadinya artikulasi politik yang ekstrim seperti liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme dan terorisme serta ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila.

Bentuk nyata penyimpangan itu menurut Jokowi adalah politisasi SARA, yang menurutnya harus dihindari. Lebih lanjut Jokowi menyebutkan bahwa bertebarnya kebencian, kabar bohong, fitnah, saling memaki dan menghujat bisa menjurus kepada pecah belah bangsa.

Jokowi menyebutkan hal ini adalah ujian yang membuka peluang bangsa ini semakin dewasa, matang dan tahan uji. Ia kemudian mengimbau agar perilaku seperti ini dihentikan, dan kuncinya adalah pada penegakan hukum. "Aparat hukum harus tegas dan tidak usah ragu-ragu,"

Kapolri kita Jendral Tito Karnavian juga memberi tanggapan kondisi demokrasi di Indonesia saat ini. Tito mengingatkan agar warga tidak salah arah pascareformasi.

"Jangan sampai kita salah arah setelah reformasi. Kita lihat kita terapkan demokrasi. Pertanyaannya, apa demokrasi saat ini masih Pancasila atau bukan? Saya melihat bahwa sistem demokrasi saat ini sudah mengarah ke liberal," kata Tito dalam simposium nasional di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Senin (14/8/2017).

Tito punya alasan mengapa menyebut demokrasi mengarah ke liberal. Menurutnya, kebebasan berpendapat saat ini sudah terlalu luas.

"Kebebasan berpendapat di muka umum, kebebasan berekspresi, freedom, terlalu luas, terlalu lebar," sebutnya dalam simposium yang bertajuk 'Bangkit Bergerak, Pemuda Indonesia MajukanBangsa'.
Kalau terus didiamkan, justru akan terjadi konflik vertikal, yaitu ketidakpuasan kelas bawah yang ingin instan, cepat, adanya kesejahteraan. Sehingga siapa pun pemimpinnya, akan cepat dituntut kalau nggak ada perubahan dalam 2 atau 3 tahun," ujarnya.

Tak hanya itu, Tito juga menitip pesan kepada para pemuda dan mahasiswa. Pemuda dan mahasiswa, yang merupakan ujung tombak untuk merawat bangsa, harus tetap solid menjunjungPancasila.

"Jangan terlalu banyak kembali nostalgia, demo di lapangan, kemudian eksis segala macam. Itu mungkin cara lama. Cara baru kreativitas dengan inovasi," tuturnya

dianggap sudah sampai ke titik maksimal, bahkan melampauinya. Karena itu, yang terjadi adalah kondisi demokrasi yang tidak ideal atau bahkan kekacauan. Apakah kesimpulan ini memiliki dasar teoretis dan mencerminkan pendapat umum? Konsolidasi demokrasi Benarkah demokrasi Indonesia sudah sampai ke batas terjauh? Freedom House adalah lembaga pemeringkat kebebasan yang paling sering jadi rujukan. Menurut lembaga ini, sejak 2013, Indonesia kembali masuk era partly free setelah sebelumnya ada di posisi fully free. Alih-alih sampai ke level terjauh seperti dialami negara-negara yang mapan dalam demokrasi, Indonesia kini malah mundur dalam kualitas demokrasi dilihat dari unsur yang terpenting: kebebasan. Walaupun mundur dalam kualitas demokrasi, di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia terdepan dalam hal demokrasi dan kebebasan sipil. Indonesia bahkan satu di antara sedikit negara Asia yang menganut sistem demokrasi elektoral. Tentu saja, dibandingkan dengan negara-negara yang sudah mapan dalam demokrasi, seperti Eropa Barat, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru, kualitas demokrasi kita masih tertinggal. Dengan demikian, pernyataan bahwa demokrasi Indonesia kebablasan yang artinya sudah pernah sampai ke titik terjauh tidak mendapat legitimasi teoretis dan faktual. Sekarang malah kualitas demokrasi kita mundur. Menurut Juan Linz dan Alfred Stepan, sebuah rezim demokratis disebut terkonsolidasi jika ia memenuhi tiga unsur. Pertama, unsur behavioral: tak ada aktor politik dominan yang mencoba meraih ambisi kuasanya dengan menciptakan rezim nondemokratis. Kedua, unsur sikap: mayoritas warga percaya bahwa prosedur dan institusi demokrasi adalah cara terbaik meraih kekuasaan. Ketiga, aspek konstitusional: baik pemerintah maupun kekuatan non-pemerintah bisa menyelesaikan sengketa dalam ruang hukum. Demokrasi terkonsolidasi jika ia menjadi satu-satunya prosedur dalam meraih kekuasaan, Dalam bahasa Linz dan Stepan, it is the only game in town. Dari aspek behavioral, hampir tak ada gerakan dominan di masyarakat yang mencoba mengganti sistem demokrasi. Kekuatan politik dominan sejauh ini masih sepakat berkompetisi dalam ruang demokrasi. Satu-satunya kelompok yang terang-terangan memobilisasi warga menolak demokrasi hanya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Namun, pengaruh mereka tak signifikan. Pada aspek sikap, mayoritas mutlak warga Indonesia tak tertarik dengan gagasan mengganti sistem demokrasi. Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan bahwa dukungan pada demokrasi sangat tinggi. Sekitar 68 persen warga menyatakan, walaupun tidak sempurna, demokrasi adalah sistem politik terbaik. Jika demokrasi kebablasan berarti demokrasi keluar dari jalur, pandangan ini juga tak memiliki basis dukungan publik. Mayoritas publik Indonesia justru menilai demokrasi kita saat ini sudah berjalan di jalur yang benar. Survei nasional SMRC yang dilakukan berkala menunjukkan dukungan yang konsisten bahwa demokrasi berjalan di jalur yang semestinya (78 persen pada survei November 2016). Selain menganggap demokrasi sebagai sistem terbaik dan sekarang berjalan pada jalur yang benar, publik juga mengapresiasi pemerintah yang menjalankan sistem ini. Tingkat kepuasan publik pada pemerintah, yang dalam hal ini diwakili oleh presiden, masih cukup tinggi, yakni 79 persen (survei November 2016). Hal ini berbeda dengan negara-negara demokratis lain. Pada banyak negara, umumnya publik sangat kritis dan skeptis terhadap jalannya pemerintahan. Mereka antipati pada penyelenggara negara dan parpol. Namun, tingkat penerimaan pada demokrasi sebagai sistem terbaik masih sangat tinggi. Fenomena di mana warga kritis pada penyelenggara sistem demokrasi tetapi percaya pada sistem oleh Pippa Norris dan kawan-kawan disebut fenomena critical citizens. Dalam hal ini, Indonesia tampak belum berada dalam kondisi itu. Yang terjadi adalah kondisi sempurna di mana warga menerima demokrasi sebagai sistem terbaik dan menganggap sistem ini dijalankan secara benar. Kekhawatiran presiden dan para elite lain tentang demokrasi yang kebablasan lagi-lagi tidak ada dasar dalam persepsi publik. Populisme Lalu dari mana narasi kebablasan itu muncul? Kemungkinan besar dari tendensi populisme elite. Tulisan Sheri Bermen di Foreign Affairs (November/Desember 2016), "Populism is not Fascism", menjelaskan perbedaan antara fasisme dan populisme dalam hubungannya dengan demokrasi. Tak sedikit yang menganggap populisme sama dengan fasisme karena muncul dari krisis yang melahirkan narasi pembelaan terhadap kepentingan bangsa. Mereka mengandaikan ada kekuatan luar yang hendak menghancurkan negeri dan mereka lahir untuk melawan dan melindungi. Ada "kita" yang diserang dan perlu mempertahankan diri, ada "mereka" yang menyerang sebagai musuh. Pada tataran itu, tampak bahwa para fasis dan populis menggunakan narasi yang mirip. Menjadi berbeda jika kita melihat bagaimana mereka memperlakukan sistem demokrasi. Para fasis menganggap demokrasi bagian dari ancaman atau setidaknya memperlemah posisi bangsa. Karena itu, yang pertama mereka hancurkan ketika berkuasa adalah sistem demokrasi, diganti dengan otoritarianisme. Sebaliknya, kaum populis datang dengan gagasan bahwa demokrasi ada dalam bahaya atau setidaknya sedang tidak dalam kondisi baik. Tuntutan utama mereka adalah memulihkan demokrasi yang mereka anggap sedang sakit. Di sini, narasi "demokrasi kebablasan" mendapat tempat. Merek ingin mendudukkan demokrasi yang keluar rel kembali ke jalur yang benar. Persoalannya, jalur demokrasi yang benar itu ada dalam persepsi para elite. Mereka mengandaikan tata kehidupan ideal yang jika itu tak terjadi, mereka merasa berhak mewujudkannya dengan menggunakan aparat yang mereka kuasai. Di sana, elite yang memiliki otoritas akan mulai mengintervensi kehidupan warga. Mereka mengintervensi percakapan dan gagasan warga. Mereka menentukan yang baik dan yang buruk bagi warga. Maka, akan muncul sensor percakapan publik. Media dibatasi. Film disensor. Gambar-gambar media diburamkan. Jurnalis ditangkap. Ekspresi beragama dibatasi. Jika itu yang terjadi, bukan tak mungkin predikat kita sebagai negara partly free akan semakin tenggelam ke unfree. Keriuhan yang terjadi belakangan ini tidak bisa diselesaikan dengan mengurangi kebebasan dasar yang menjadi fondasi tegaknya demokrasi. Yang perlu dilakukan justru memperluas kebebasan dengan menjamin hak setiap warga untuk tidak diperlakukan semenamena oleh orang lain atas dasar apa pun.

Sistem demokrasi yang berjalan di Indonesia

 

Demokrasi Liberal (1950-1959)

Demokrasi liberal atau demokrasi parlementer berlaku pada tahun 1950—1959. Pada saat itu, konstitusi yang berlaku adalah UUDS 1950. Berdasarkan UUDS 1950, sistem pemerintahan dan demokrasi yang diterapkan di Indonesia, yaitu sistem parlementer dan demokrasi liberal. Artinya, kabinet yang menterinya diajukan oleh parlemen (DPR) dan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).

Dalam sistem parlementer ini, kepala pemerintahan adalah perdana menteri dan presiden hanya sebagai kepala negara. Masa demokrasi liberal ini membawa dampak yang cukup besar, memengaruhi keadaan, situasi dan kondisi politik pada waktu itu. Dampaknya, yaitu:

  • Pembangunan tidak berjalan lancar karena kabinet selalu silih berganti.
  • Tidak ada partai yang dominan maka seorang kepala negara terpaksa bersikap mengambang di antara kepentingan banyak partai.
  • Dalam sistem multi partai, tidak pernah ada lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif yang kuat.
  • Munculnya pemberontakan di berbagai daerah (DII/TII, Permesta, APRA, RMS).
  • Memunculkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan saat itu.

Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Akhirnya, pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945, serta tidak berlakunya UUDS 1950.

DEMOKRASI DI INDONESIA SAAT INI

 

Setelah Demokrasi Indonesia pasca kolonial, kita mendapati peran demokrasi yang makin luas. Pada saat zaman Soekarno, kita mengenal beberapa model demokrasi. Partai-partai Nasionalis, Komunis hingga Islamis hampir semua mengatakan bahwa demokrasi itu merupakan sesuatu yang ideal. Bahkan bagi mereka, demokrasi bukan hanya sebagai sarana, tetapi demokrasi akan mencapai sesuatu yang ideal. Bebas dari penjajahan serta mencapai kemerdekaan merupakan tujuan saat itu, yaitu mencapai sebuah demokrasi. Oleh karena itu, orang makin menyukai demokrasi.

Adapun Demokrasi yang berjalan di Indonesia pada saat ini dapat dikatakan merupakan Demokrasi Liberal. Dalam sistem Pemilu mengindikasi sistem demokrasi liberal di Indonesia antara lain sebagai berikut:

1. Pemilu multi partai yang diikuti oleh banyak partai. Paling sedikit sejak reformasi, Pemilu diikuti oleh sekitar 24 partai (Pemilu 2004), paling banyak ialah 48 Partai (Pemilu 1999). Pemilu bebas berdiri sesuka hati, asal memenuhi beberapa syarat yang ditetapkan KPU. Kalau semua partai diijinkan ikut Pemilu, bisa muncul ratusan hingga ribuan partai.

2. Pemilu selain memilih anggota dewan (DPR/DPRD), memilih anggota DPD (senat). Dan anggota DPD ini nyaris tidak ada guna dan kerjanya, hal itu juga mencontoh sistem di Amerika yang mengenal kedudukan para anggota senat (senator).

3. Pemilihan Presiden secara langsung sejak tahun 2004. Bukan hanya sosok presiden, tetapi juga wakil presidennya. Untuk Pilpres, mekanisme nyaris serupa dengan pemilu partai, hanya saja obyek yang dipilih berupa pasangan calon. Kadang, kalau dalam sekali Pilpres tidak diperoleh pemenang mutlak, dan dilakukan pemilu putaran kedua, untuk mendapatkan legitimasi suara yang kuat.

4. Pemilihan pejabat-pejabat birokrasi secara langsung (Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah), yaitu pilkada gubernur, walikota, dan bupati. Lagi-lagi polanya persis semacam pemilu Partai atau pemilu Presiden. Hanya sosok yang dipilih & level jabatannya berbeda. Disana ada penjaringan calon, kampanye, proses pemilihan, dan sebagainya.

5. Adanya badan khusus penyelenggara Pemilu, yakni KPU (Komisi Pemilihan Umum) sebagai panitia, dan Panwaslu (Penitia Pengawas Pemilu) sebagai pengawas proses pemilu. Belum lagi tim pengamat independen yang dibentuk secara swadaya. Dan disini dibutuhkan birokrasi tersendiri dalam menyelenggarakan Pemilu, meskipun pada dasarnya birokrasi itu masih bergantung kepada Pemerintah juga.

6. Adanya lembaga survey, lembaga pooling, lembaga riset, dan lain-lain. yang aktif melakukan riset seputar perilaku pemilih atau calon pemilih dalam Pemilu. Termasuk adanya media-media yang aktif dalam melakukan pemantauan proses pemilu, pra pelaksanaan, saat pelaksanaan, maupun paca pelaksanaan.

7. Demokrasi di Indonesia amat sangat membutuhkan modal (uang). Banyak sekali biaya yang harus dibutuhkan untuk memenangkan Pemilu. Konsekuensinya, pihak-pihak yang berkantong tebal, mereka lebih berpeluang memenangkan Pemilu, daripada orang-orang yang idealis, tetapi miskin harta. Akhirnya, hitam-putihnya politik tergantung dengan tebal-tipisnya kantong para politisi.

Oleh karena itu, sinkronisasi antara demokrasi dengan pembangunan nasional haruslah sejalan bukan malah sebaliknya demokrasi yang ditegakkan hanya merupakan untuk pemenuhan kepentingan partai dan kelompok tertentu saja. Jadi, demokrasi yang kita terapkan sekarang haruslah mengacu pada sendi-sendi bangsa Indonesia yang berdasarkan filsafah bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945.


Nama: Putri Hidayati


(FEKON08-171310592) Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

Manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, dan mempunyai derajat yang luhur sebagai manusia, mempunyai budi dan karsa yang merdeka sendiri. Semua manusia sebagai manusia memiliki martabat dan derajat yang sama, dan memiliki hak-hak yang sama pula. Derajat manusia yang luhur berasal dari Tuhan yang menciptakannya. Dengan demikian semua manusia bebas mengembangkan dirinya sesuai dengan budinya yang sehat. Sebagai mahkluk ciptaan Tuhan, semua manusia memiliki hak-hak yang sama sebagai manusia. Hak-hak yang sama sebagai manusia inilah yang sering disebut hak asasi manusia. Hak asasi manusia berarti hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, maksudnya hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia. Hak asasi manusia (HAM) adalah hakhak dasar yang dimiliki manusia sebagai manusia yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.

               HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.

               Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.

              Menurut teaching human right yang diterbitkan oleh perserikatan bangsa-bangsa (PBB),hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.hak hidup misalnya,adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup.Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.

Wacana HAM di indonesia telah berlangsung seiring dengan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Secara garis besar perkembangan pemikiran HAM di indonesia dapat dibagi ke dalam dua periode,yaitu : sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan sesudah kemerdekaan.

Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara dapat hidup sesuai dengan kemanusiaannya. Hak asasi manusia melingkupi antara lain hak atas kebebasan berpendapat, hak atas kecukupan pangan, hak atas rasa aman, hak atas politik Indonesia telah marak arnghidupan dan pekerjaan, hak atas hidup yang sehat serta hak-hak lainnya sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Tahun 1948.

Karena HAM adalah hak yang legitimasi maka penegakkan HAM pun sangat berarti demi terciptanya HAM pada setiap individu. Di Indonesia banyak upaya yang dlakukkan untuk penegakkan HAM, namun di Indonesia juga masih banyak pelanggaran-pelanggaran HAM. Hukum di Indonesia seakan sebagai penegak adanya HAM, namun kasus-kasus HAM di Indonesia juga masih banyak yang belum terselesaikan bahkan terasa "sengaja di lupakan" oleh dewan hukum.

Ada beberapa kasus HAM di Indonesia mulai dari pelanggaran HAM  yang sederhana seperti memperbudak anak kecil untuk mencari nafkah, dan pelanggaran HAM yang sangat tragis seperti pembunuhan masal, d indonesia terdapat kasus Munir yang telah terbunuh pada saat dalam perjalanan udara menuju Belnda, kasus Munir ini juga termasuk kasus pelanggaran HAM. Dan kasus pelanggaran HAM yang sering terjadi di Indonesia adalah kekerasan dalam rumah tangga.

Dalam UU  No 39 tahun 1999 telah dijelaskan bahwa Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Penegakkan HAM dilakukan dengan awal dari hati nurani individu tersendiri, karena HAM berasala dari nurani sejak lahir. Penegakan HAM tidak hanya dilakukan oleh aparat Hukum ataupun organisasi yang bernaung dalam bidang  HAM, tetapi juga masing-masing individu karena HAM bukan hal yang umum tapi melibatkan pihak lain.oleh karena itu Penegakkan HAM di Indonesia dilakukan oleh semua pihak yang terkait.

Penghormatan terhadap hukum dan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan dan tidak perlu ada tekanan dari pihak manapun untuk melaksanakannya. Pembangunan bangsa dan negara pada dasarnya juga ditujukan untuk memenuhi hak-hak asasi warga negara. Hak asasi tidak sebatas pada kebebasan berpendapat ataupun berorganisasi, tetapi juga menyangkut pemenuhan hak atas keyakinan, hak atas pangan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, hak memperoleh air dan udara yang bersih, rasa aman, penghidupan yang layak, dan lain-lain. Kesemuanya tersebut tidak hanya merupakan tugas pemerintah tetapi juga seluruh warga masyarakat untuk memastikan bahwa hak tersebut dapat dipenuhi secara konsisten dan berkesinambungan.

 

           Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak bagi upayaupaya penciptaan Indonesia yang damai dan sejahtera. Apabila hukum ditegakkan dan ketertiban diwujudkan, maka kepastian, rasa aman, tenteram, ataupun kehidupa yang rukun akan dapat terwujud. Namun ketiadaan penegakan hukum dan ketertiban akan mengHAMbat pencapaian masyarakat yang berusaha dan bekerja dengan baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara damai, adil dan sejahtera. Untuk itu perbaikan pada aspek keadilan akan memudahkan pencapaian kesejahteraan dan kedamaian.



 

Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia :

1. Hak asasi pribadi 
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing

2. Hak asasi politik 
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

3. Hak azasi hukum 
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum

4. Hak azasi Ekonomi
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak

5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

 

HUKUM DAN KELEMBAGAAN HAK ASASI MANUSIA

Undang Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

b. Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (disingkat sebagai Konvensi Wanita).

c.   Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

d. Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhumanor Degrading Treatment or Punishment).

e.   Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182 Mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk–Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.

f. Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights).

Undang Undang RI Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak–hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights).

Undang-undang RI Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.


            Pada tahun 2016, di Indonesia memiliki kasus pelecean mengenai peristiwa yang menimpa Yuyun. Kasus ini merupakan kasus kejahatan dan pelanggaran paling serius terhadap hak perempuan. Mulai dari pelanggaran terhadap 12 Jenis Hak KesehatanSeksual dan Reproduksi terkhusus hak-hak, di antaranya hak untuk hidup, hak atas kemerdekaandan keamanan, dan hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk.Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan yang mengutuk kekerasanterhadap perempuan yang menyatakan Negara harus mengupayakan cara-cara yang sesuai dantidak menunda-nunda kebijakan untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan khususnyakekerasan seksual yang menyatakan untuk menghukum danmenindak berbagai ketidakadilan yang dialami perempuan sebagai akibat dari kekerasanterhadapnya sebagaimana diatur oleh perundang-undangan nasional, ganti rugi yang efektif danadil atas kerugian yang mereka derita,Penyelesaian hukum, tidak menyelesaikan perkosaan dan kekerasan seksual. Hukuman-hukuman untuk pelaku kejahatan seksual (perkosaan) sering tidak memenuhi rasa keadilan perempuan. Setiap perkosaan terjadi, perempuan selalu dipersalahkan atas cara berpakaiannya, bukan menghujat tindakan kekerasan yang dilakukan pelaku perkosaan.Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Curup, Heny Farida, memutuskan untukmenghukum 10 tahun terhadap 7 pelaku pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun, siswi SMP diBengkulu. Para perlaku dinyatakan terbukti secara meyakinkan bersalah melakukan tindak pidanatelah melakukan kekerasan, memaksa anak persetubuhan dengannya atau dengan orang lain danmembiarkan turut serta yang membiarkan kekerasan terhadap anak, sehingga menyebabkan anakmati.Berbagai reaksi pun bermunculan, ada yang menilai bahwa hukuman yang dijatuhkan olehmajelis hakim cukup ringan. Karena, tindak pidana terhadap korban cenderung sangat kejisehingga menimbulkan kegeraman bagi masyarakat. Keinginan masyarakat agar pelaku dihukumseberat-beratnya merupakan reaksi sesaat dari kengerian yang timbul di masyarakat. Kejadian inimenjadi shock therapy yang menyadarkan semua pihak bahwa telah ada perubahan norma dikalangan anak muda kita yang selama ini hanya dinilai kenakalan biasa.Menurut Pakar Pidana, Eva Achjani Zulfa, hukuman terberat pun tidak menjamin remajalain menjadi jera untuk tidak melakukan tindakan yang sama. Tidak selamanya hukuman yang berat menjadi obat mujarab penyakit sosial. Menurutnya, untuk mencegah kejadian yang samaterulang, harus dituntaskan dari akar masalah.Di Indonesia hukuman terhadap suatu tindak pidana sangat bergantung pada subjektivitashakim. Kadangkala, subyektivitas ini menurutnya tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.Saat ini Indonesia memang belum dikenal sentencing guideline yang menjadi panduan semacammatematis bagi hakim untuk menghitung hukuman yang adil dengan menghitung berbagaivariabel. Hakim telah menjatuhkan hukuman terberat bagi para pelaku. Di dalam hukum pidanaada prinsip nulla poena sine lege, artinya tidak ada sanksi pidana yang tidak diatur di dalamketentuan undang-undang. Hukuman bagi para pelaku sudah sesuai prinsip legalitas.

 

Saat ini di Indonesia berlaku hukuman mati sebagai hukum terberat yang bisa dijatuhkankepada pelaku tindak pidana. Hanya saja, karena para pelaku pemerkosaan dan pembunuhankorban Yuyun masih masuk kategori anak, maka berlaku pengecualian. Menurut UU No.11 Tahun2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pengganti hukuman mati bagi anak adalah penjaraselama sepuluh tahun.Dengan demikian, menurut Eva, hakim telah menjatuhkan hukuman maksimal bagi para pelaku. Hakim tidak bisa menghukum lebih berat lagi karena tersangkut azas legalitas. Sebab,menurut ketentuan undang-undang tidak ada hukuman yang lebih berat yang bisa dijatuhkankepada anak selain penjara selama sepuluh tahun. Menurut ketentuan undang-undang usia sampaidengan 18 tahun masih disebut sebagai anak. Ada filosofi tersendiri penggantian hukuman mati bagi anak dengan penjara 10 tahun. Anak dianggap masih memiliki masa depan. Selain itu,diharapkan anak-anak yang telah melakukan tindak pidana masih bisa dididik agar di kemudianhari menjadi lebih baik.Sistem penjara di Indonesia saat ini masih belum ramah terhadap anak. Jika anak dipenjaralebih lama maka ada kemungkinan pidana tersebut justru membuat perilaku anak lebih buruk.Sehingga, penjara yang lama bukan solusi untuk mengatasi pidana yang dilakukan oleh anak.Hakim bisa memberikan pidana tambahan untuk memerintahkan para pelaku menjalanirehabilitasi sosial dan medis. Pidana tambahan itu boleh diberikan oleh hakim kendati belum adaketentuan yang mengatur. Pasalnya, saat ini Indonesia menganut sistem double track antara pidanadan tindakan. Sehingga, penjara dapat dikategorikan sebagai pidana dan rehabilitasi menjaditindakan. Tindakan tersebut bisa berdiri sendiri bisa pula dilaksanakan bersama-sama dengan pidana pokok. Jadi, hakim boleh memberikan pidana tambahan rehabilitasi sebagai sebuahtindakan.

Landasa hukum mengenai kasus tersebut adalah :

 

Pasal yang didakwakan adalah Pasal 81 Ayat 1 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang PerubahanAtas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang mana ancaman minimal adalah5 Tahun dan maksimal adalah 15 Tahun.2.

 

Berdasarkan hal tersebut menjadi pertimbangan adalah ancaman maksimal adalah 15 Tahunkemudian dikarenakan unsur anak-anak melakukan bersama-sama (Vide Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP) dan berdasarkan pasal 65 Ayat 1 dan Ayat 2 KUHP serta berdasarkan teori hukum pidana, pidana yang terberat ditambah sepertiga dari ancaman hukuman maksimal.3.

 

Berdasarkan Pasal 81 Ayat 2 UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak yang paling lama setengah dari ancamanmaksimal pidana penjara bagi orang dewasa.4.

 

Maka dari penjelasan tuntutan pidana adalah sebagai berikut 15 Tahun (ancaman maksimalPasal 81 Ayat 1 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002Tentang Perlindungan Anak), di tambah 5 Tahun (Pasal 65 Ayat1 dan Ayat 2 KUHP) menjadi20 Tahun, dikarenakan terdapat terdapat ketentuan Pasal 81 Ayat 2 UU No 11 Tahun 2012

Tentang sistem peradilan Pidana Anak yaitu setengah dari ancaman pidana maksimal dan pengganti hukuman mati bagi anak adalah penjara selama sepuluh tahun.

 

Tuntutan maksimal yang dapat dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum adalah 10 Tahun.

 

Saran:

 

Perempuan punya hak atas tubuhnya untuk terhindar dari berbagai bentuk kekerasan seksual.Publik tidak boleh diam, anak kita harus aman berada di luar rumah untuk menuntut ilmu, berkreasi dan anak laki-laki kita harus didik menjadi laki-laki sejati yang hormat pada perempuan. Pemimpin harus diajari menjadi orang tua tauladan.

 

Pemerintah harus segera membentuk Tim Penanganan khusus pemulihan psikis dan sosial dandampingan hukum untuk keluarga korban yang melibatkan para pihak. Pemerintah desa,kecamatan, kabupaten/Kota, Provinsi di Bengkulu harus menjamin keamanan dan perlindungan bagi keluarga, teman korban, saksi dan pendamping juga harus segera merancangdan menjalankan program pendidikan dan penyadaran tentang Hak Kesehatan Seksual &Reproduksi (HKSR) bagi perempuan, perempuan muda/remaja, laki-laki muda/remaja,suami/ayah sebagai program prioritas di sana.

 

Jika kita lihat kasus kekerasan seksual ini jika korban masih hidup akan mengalami trauma berkepanjangan dan sulit membuka diri di masyarakat. Walaupun sekarang sudah terdapatoperasi dan terapi namun tidak mudah untuk memulihkan rasa trauma yang terjadi. Selain itu penerimaan yang terjadi di masyarakat sangat lah sulit menerima. Dalam kasus ini sangatlah penting agar lembaga-lembaga dalam pencegahan semua lembaga perlu berperan aktif, baikdari keluarga unit lembaga terkecil, pendidikan baik mengarakan pendidikan moral maupun pendidikan seks pada usia dini agar tidak di salah gunakan di kemudian harinya, lembaga agama yang mengkonstruksi nilai-nilai dan moral masyarakatnya sehingga dalam bertindak bertindak yang baik, lembaga pemerintah juga berperan aktif dalam upaya perlindunganhukum dan supermasi hukum bagi anak usia dini dalam mengurangi kekerasan seksual pada anak.

 Nama : Melinia Nur Ramadhanty / 171310592

 Kelas : 08 Manajemen


(FEKON08 - 171310610) PENEGAKKAN DAN PERLINDUNGAN HAM INDONESIA

PENEGAKKAN DAN PERLINDUNGAN HAM INDONESIA

 

Ø  MENEGAKKAN HAM UNTUK KEPENTINGAN NASIONAL

Kasus pelanggaran HAM selalu menjadi perhatian masyarakat. Bahkan semua yang melanggar kebebasan seseorang  dinilai melanggar  HAM. Kondisi ini  mengingatkan  pada mencuatnya isu kebebasan  dan  hak hak  dasar  manusia  yang  pernah  menjadi  ikon kosmologi pada abad ke-18.

Pada masa itu hak-hak dasar tidak hanya dipandang sebagai kewajiban yang harus dihormati penguasa. Tetapi, juga hak yang mutlak dimiliki oleh rakyat. HAM merupakan seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh, Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang. Bahkan pada abad 18 muncul kredo (pernyataan kepercayaan) tiap manusia dikaruniakan hak-hak yang kekal.

HAM merupakan hak yang tidak dapat dicabut dan yang tidak pernah di tinggalkan ketika umat manusia beralih memasuki era baru dari kehidupan pramodern ke kehidupan modern. Betapa ham telah mendapat tempat khusus di tengah-tengah perkembangan  kehidupan  manusia  mulai abad 18 sampai sekarang.

Negara wajib melindungi dan menjunjung tinggi HAM karena masyarakat telah menyerahkan sebagian hak-haknya kepada negara untuk dijadikan hukum (Teori Kontrak Sosial). Negara memiliki hak membuat hukum dan menjatuhkan hukuman atas pelanggaran HAM. Negara, pemerintah atau organisasi apapun berkewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa terkecuali. Ini berarti bahwa HAM harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang menyatakan bahwa sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku yang tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnis, ras, warna, kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial yang lain. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia. baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horizontal (antar warga negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat (grossviolation of human rights).

Kewajiban menghormati hak asasi manusia tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama yang berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, serta hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dan tersurat dalam Pasal 28A sampai Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945 yang yang mengatur tentang hak asasi manusia.

Kasus – kasus pelanggaran HAM pada periode 1998 – 2011, diantaranya : Kasus Semanggi I dan II, Trisakti ( Tahun 1998 ), Kasus Poso ( Tahun 1998 ), Kasus Ambon ( Tahun 1999 ), Kasus Sampit ( Tahun 2001 ), Kasus Ahmadiyah ( Tahun 2007 – 2008 ), Kasus pelarangan pendirian rumah ibadah Ahmadiyah ( 2009 – 2010 ), Kasus Prita Mulyasari ( Tahun 2010 – 2011 ).

Namun demikian dalam era reformasi ini telah berhasil disusun instrumen-instrumen penegakan HAM. Diantaranya amandemen UUD 1945 yang kemudian memasukkan HAM dalam Bab tersendiri dengan pasal-pasal yang menyebutkan HAM secara lebih detail. Selain amandemen UUD 1945 juga ditetapkannya Ketetapan MPR  RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang menugaskan kepada lembaga lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai  HAM kepada seluruh masyarakat.

UUD 1945 juga menugaskan kepada Presiden RI dan DPR RI untuk meratifikasi berbagai instrumen PBB tentang HAM sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45 dan diudangkannya Undang Undang RI No 09 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang Undang RI No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta memperkuat posisi Komnas HAM yang dibentuk sebelumnya. Berdasarkan Keppres. No 50 Tahun 1993 Tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, serta diundangkannya Undang Undang RI No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Peran Serta Masyarakat

Penegakan HAM di negara kita tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan tindakan dari pemerintah. Peran serta lembaga independen dan masyarakat sangat diperlukan. Upaya penegakan hak asasi manusia ini akan memberikan hasil yang maksimal manakala didukung oleh semua pihak. Usaha yang dilakukan Komnas HAM tidak akan efektif apabila tidak ada dukungan dari masyarakat.

Sebagai contoh, Komnas HAM telah bertekad untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dengan membuka kotak pengaduan dari masyarakat. Tekad dan usaha ini tidak akan berhasil apabila masyarakat enggan atau memilih diam terhadap berbagai praktik pelanggaran HAM. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat untuk bersama-sama mengupayakan penegakan HAM sangat dibutuhkan.

Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dapat diwujudkan melalui hal-hal berikut:

·         Menyampaikan laporan atau pengaduan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga berwenang lainnya.

·         Masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam bentuk usulan mengenai perumusan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga terkait lainnya.

·         Masyarakat juga dapat bekerja sama dengan Komnas HAM untuk meneliti, memberi pendidikan, dan meyebarluaskan informasi mengenai HAM pada segenap lapisan masyarakat.

Peran masyarakat terhadap upaya penegakan HAM, misalnya muncul berbagai aktivis dan advokasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Para aktivis dapat mengontrol atau mengkritisi kebijakan pemerintah yang rawan terhadap pelanggaran HAM. Mereka juga dapat mendata kasus-kasus pelanggaran HAM dan melakukan pembelaan atau pendampingan. LSM tersebut bisa menangani berbagai masalah, misalnya masalah kesehatan masyarakat, korupsi, demokrasi, pendidikan, kemiskinan, lingkungan, penegakan hukum.

Kehadiran LSM-LSM ini dapat menjadi kekuatan penyeimbang sekaligus pengontrol langkah-langkah pemerintah dalam pelaksanaan HAM di Indonesia, Namun kiranya penegakan HAM juga harus mencermati kepentingan nasional, artinya tidak sekedar menjadi alat kepentingan asing, sementara disisi lain terdapat negara asing yang mensponsori berbagai Lembaga Non Pemerintah (LSM) untuk menegakan HAM terhadap beberapa isu, tetapi negara sponsor tersebut juga melakukan pelanggaran HAM terhadap negara lainnya atau terhadap warga negaranya sendiri dengan menerapkan standar ganda, untuk itu mari kita semua membangun iklim negara Indonesia yang demokratis, yang menghormati HAM yang didasari oleh kepentingan nasional kita dalam rangka mencapai Indonesia yang kita cita-citakan.

 

 

1.  Pengakuan Bangsa Indonesia terhadap HAM

Dalam hal hak asasi manusia, bangsa Indonesia menyadari untuk memberikan penghotmatan, pengakuan dan jaminan perlindungan hak asasi manusia terhadap warga negaranya. Hal ini dapat dilihat dalam pancasila, UUD 1945, Tap MPR, dan UU.

 

a.    Pancasila

            Nilai-nilai pancasila yang terwujud dalam lima sila merupakan landasan bagi pembangunan hak asasi manusia, terutama sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Berdasarkan sila ini, bangsa Indonesia mengakui bahwa manusia memiliki harkat dan martabat yang sama. Oleh karna itu harkat dan martabat manusia wajib di hormati dan di junjung tinggi.

b.    Undang-Undang Dasar 1945

        Hak asasi manusia tercermin dalam pembukaan UUD 1945 alinea 1 dengan pernyataan "Kemerdekaan adalah hak segala bangsa." Selain itu, tercermin dalam batang tubuh UUD 1945 pada pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu." Selain pasal 29 ayat (2) UUD 1945, pengaturan/perlindungan hak warga negara dapat dijumpai dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945.

c.    Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998

        Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang berisi piagam hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia.

 

d.    UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

        UU HAM ini di maksudkan untuk melindungi kepentingan manusia sebagai individu, masyarakat, dan warga negara Indonesia.

 

e.    UU No. 26 Tahun 2000

       UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia. Keberadaan pengadilan HAM ini di maksud untuk melindungi hak asasi manusia, baik bagi perorangan maupun masyarakat, serta menjadi dasar penegakan dan kepastian hukum. Jadi, keberadaan pengadilan HAM diharapkan dapat memberikan rasa aman dan keadilan dari tindakan yang melanggar hak asasi manusia.

 

f.    Peraturan perundang-undangan lain

       Peraturan perundang-undangan lain pada hakikatnya tersirat tujuan untuk menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia, antara lain:

·         Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

·         UU Pers

·         UU Kepolisian Negara

·         UU Pertahanan Negara

·         UU Penyampaian Pendapat di Muka Umum

·         UU Penghapusan Kekerasan  Dalam Rumah Tangga

·         UU Perlindungan Anak

 

 

 

 

2.  Piagam Hak Asasi Manusia di Indonesia

         Munculnya piagam hak asasi manusia bagi bangsa indonesia di dasari keluarnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Dengan didasari oleh pemahaman, pandangan, dan sikap terhadap hak asasi manusia, bangsa Indonesia menyatakan bahwa:

a.    Hak asasi manusia merupakan hak dasar seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan. Hak asasi manusia adalah hak sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada diri manusia, yang bersifat kodrati, universal, abadi, serta berkaitan dengan hakikat dan martabat manusia.

b.    Setiap manusia diakui mempunyai hak asasi yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, kebebasan, agama, usia, pandangan politik, status sosial, bahasa, serta status lain. Pengabaian atau perampasan terhadap HAM mengakibatkan hilangnya hakikat dan martabat sebagai manusia sehingga diri dan perannya tidak dapat di kembangkan secara utuh.

c.    Bangsa indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia bersifat historis dan dinamis yang pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

 

      Selanjutnya, atas berkat rahmat Tuhan Yang Masa Esa demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, bangsa Indonesia yang mengukuhkan Piagam Hak Asasi Manusia dalam bentuk hukum Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998.

       Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia telah di cabut dan dinyatakan tidak berlaku berdasar ketetapan MPR No. I/MPR? 2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majlis Permusyawaratan Sementara dan Ketetapan Majlis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Isi dari ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tersebut telah tertuang dalam

perubahan pertama UUD 1945 Bab XA Pasal 28A-28J.

 

 

 

 

3.  Penegakan HAM di Indonesia

       Dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia, di samping dibentuk aturan-aturan hukum juga dibentuk kelembagaan yang menangani masalah penegakan hak asasi manusia. Berikut ini adalah lembaga-lembaga penegakan HAM di Indonesia:

a.    Komisi nasional Hak asasi manusia (komnas HAM)

      Komnas HAM dibentuk melalui keppres No.5 Tahun 1993 pada tanggal 7 juni 1993, yang kemudian di kukuhkan lagi melalui UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia(UU HAM). UU HAM dibentuk sebagai penguat keppres No.5 Tahun 1993 agar Komnas HAM bersifat independen dan tidak terkesan sebagai alat pemerintah.

      Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat lembaga negara lainnya dan berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dam mediasi hak asasi manusia.

      Tujuan komnas ham adalah sebaga berikut:

Ø  Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan piagam perserikatan bangsa-bangsa, serta deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Ø  Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna perkembangan pribadi manusia indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dlam berbagai bidang kehidupan.

b.    Pengadilan HAM

       Berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam UU No.26 Tahun 2000, dinyatakan bahwa pengadilan hak asasi manusia merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum dan kedudukan di daerah kabupaten atau kota.

        Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia selama di lakukan oleh warga negara indonesia.

c.    Pengadilan HAM Ad Hoc

        Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc di bentuk atas usul dari DPR berdasarkan peristiwa tertentu dengan keputusan presiden, pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk untuk memerisa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia berat yang terjadi sebelum di undangkannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia. Misalnya, Untuk kasus Trisakti tahun 1998 dibentuk pengadilan HAM Ad Hoc Trisakti.

d.    Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

        UU No. 26 Tahun 2000 memberikan alternatif bahwa penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dapat dilakukan di luar pengadilan hak asasi manusia, yaitu melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang dibentuk berdasarkan undang-undang.

         UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia di samping memuat hukum formil/ hukum acara juga memuat hukum materiil berupa ketentuan mengenai pidana yang berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Selanjutnya juga dinyatakan dalam UU No.26 Tahun 2000 bahwa bagi pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak berlaku ketentuan mengenai kadaluarsa.

 

B.  Berpartisipasi dalam penegakan HAM

1.     Proses Penegakan HAM di Indonesia

     Sebelum diundangakan UU No.26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia, di Indonesia terjadi beberapa peristiwa yang dinilai merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Antara lain dapat kita catat seperti dibawah ini:

 

v  Tragedi Tanjung Periok di Jakarta Tahun 1984

v  Tragedi pembunuhan pekerja Marsinah tahun 1993

v  Tragedi pembunuhan wartawan Fuad Muhammad Syarifudin tahun 1996

v  Tragedi penyrangan kantor DPP PDI tahun 1996

v  Tragedi Trisakti tahun 1998

v  Tragedi aksi pembakaran dan penjarahan tahun 1998

 

      Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat tersebut terjadi antara kelompok penduduk sipil dengan kelompok penduduk yang lain. Akan tetapi, ada juga yang dilakukan oleh negara terhadap penduduk sipil. Jadi, pelanggaran hak asasi manusia bisa dilakukan oleh masyarakat, individu, atau aparat selaku penyelenggara negara.

      Untuk mengatasi permasalahan tersebut, UU No. 26 Tahun 2000 Pasal 43 mrenyatakan bahwa dapat dibentuk pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc yang diberi wewenang utuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia berat yang terjadi sebelum keluarnya UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM.

       Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc seperti yang di maksudkan UU No. 26 Tahun 2000 Pasal 43 ini berada di lingkungan peradilan umum. Pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc atas usul DPR berdasarkan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia berat yang terjadi di tempat tertentu.

         Perlindungan hak asasi manusia diwujudkan melalui proses peradilan bagi para pelaku pelanggaran hak asasi manusia dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia telah di atur mengenai langkah-langkah penyelesaian perkara pelanggaran berat hak asasi manusia.

          Penyelesaian perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dapat juga di lakukan di luar pengadilan hak asasi manusia. Pasal 47 UU No. 26 Tahun 2000 menyatakan bahwa penyelesaian perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dapat dilakukan oleh suatu komisi, yaitu Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Komisi ini di bentuk dengan suatu undang-undang.

 

2.  Berpartisipasi terhadap penegakkan HAM dalam kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernrgara.

     

          Kehidupan dalam bermasyarakat, dan berbangsa membutuhkan perlindungan dari negara. Hal ini sesuai dengan kewajiban negara untuk melindungi segenap bangsa indonesia. Menegakan hak asasi manusia adalah salah satu bentuk kewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia. Perlindungan diberikan oleh aparat negara yang berwenang, contohnya polisi. Kita hormat kepada polisi yang bertugas memberikan perlindungan masyarakat dan menjaga ketertiban masyarakat. Kita dapat membayangkan seandainya dalam kehidupan bermasyarakat tidak ada yang bertugas menjaga ketertiban, keamanan,dan perlindungan.

           Tidak adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut

 

·         Kesewenang-wenangan dari para penyelenggara negara.

·         Penindasan atas harkat dan martabat manusia oleh manusia lain.

·         Tindak kejahan atau  kekerasan terhadap orang lain.

·         Rasa tidak aman dan rasa takut.

·         Pertikaian, konflik, kekerasan, dan perang antar masyarakat, suku, bangsa dan antar negara.

 

          Oleh karna itu, sebai pelajar dan generasi muda kita perlu mendukung proses perlindungan terhadap hak asasi manusia. Kita bisa berpartisipasi dalam melindungi masyarakat dari tindak kejahatan dan kekerasan. Misalnya, dengan melaporkan kepada aparat yang berwenang mengenai terjadinya kejahatan di suatu tempat mendampingi para korban yang meminta perlindungan, dan memberitahukan mengenai tempat-tempat yang aman bagi warga.

           Partisipasi warga negara dalam penegakan hak asasi manusia dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

 

·         Memberikan pengetahuan yang luas kepada masyarakat akan pentingnya hak asasi manusia dan penghargaan atas hak asasi manusia.

·         Melakukan pencegahan terhadap upaya-upaya pihak-pihak tertentu yang dapat menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia.

·         Memberikan bantuan kepada aparat penegak hukum dalam menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia.

 

Dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM juga di sebutkan adanya partisipasi masyarakat. Bentuk partisipasi, setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya adalah sebagai berikut:

 

·         Berhak menyampaikan laporan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia pada Komnas HAM atau lembaga lain yang berwenang dalam rangka perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.

·         Berhak untuk mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi manusia pada Komnas HAM atau lembaga lainnya.

·         Secara sendiri maupun kerjasama dengan Komnas HAM dapat melakukan penelitian, pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenai hak asasi manusia.

 

3.  Hambatan dan Tantangan Hak Asasi Manusia di Indonesia

 

    Tantangan bagi penegakan hak asasi manusia adalah adanya ancaman dan tindak pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi. Ancaman terhadap hak asasi manusia dapat terjadi dalam kondisi sebagai brerikut:

 

·         Terjadi kerusuhan, pertikaian dan peperangan yang berkepanjangan.

·         Tidak adanya penghargaan antar sesama.

·         Manusia/bangsa berada di bawah penindasan dan penjajahan manusia/bangsa lain.

·         Adanya penguasa negara yang bertindak sewenang-wenang dan serba menguasai.

·         Belum ditegakannya hukum dan aturan yang menjamin HAM.

·         Belum tegaknya pengadilan HAM yang menangani HAM.

·         Belum tegaknya sistem politik demokrasi di dalam negara.

 

Ancaman dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi secara terus menerus dapat mengakibatkan hal-hal seperti tersebut di bawah ini.

 

·      Penindasan atas harkat dan martabat manusia oleh manusia lain.

·      Penderitaan lahir batin yang berkepanjangan.

·      Sakit hati dan dendam pada diri korban.

·      Keretakan hubungan sosial kemasyarakatan.

·      Kesewenangan penguasa atau pihak yang berkuasa.

·      Kegagalan integrasi dan keamanan nasional.

·      Bertikaian, konflik, kekerasan, dan perang antar suku, bangsa, dan antar negara.

·      Diisolasi dan dikucilkan masyarakat internasional.

·      Kehancuran masa depan kehidupan umat manusia.

 



Sasbella Aulia Ferrety