NOVIA AUDRIA SALSABILLA
MANAJEMEN 08 UMP
171310570
PERKEMBANGAN DAN SEJARAH MUNCULNYA DEMOKRASI
A. Pengertian Demokrasi
Demokrasi terdiri atas dua kata berasal dari bahasa Yunani, yaitu "Demos" berarti rakyat atau penduduk dan "Cratein" atau "Cratos" berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dari dua kata tersebut terbentuklah suatu istilah " demoscratein" atau "demokratia" yang berarti negara dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat, atau pemerintahan negara rakyat yang berkuasa.
Dalam kehidupan bernegara istilah demokrasi mengandung pengertian bahwa rakyat yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah menegenali kehidupannya, termasuk menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyatnya. Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi maka pemerintahannya diselenggarakan atas kehendak rakyatnya.
Pemerintahan demokrasi adalah suatu pemerintahan yang melaksanakan kehendak rakyat, akan tetapi kemudian ditafsirkan dengan suara terbanyak dari rakyat banyak. Jadi tidak melaksanakan kehendak seluruh rakyat, karena selalu mengalahkan kehendak golongan yang sedikit anggotanya. Dalam pemerintahan demokrasi dijamin hak-hak kebebasan setiap orang dalam suatu negara.
Demokrasi dapat dipandang sebagai suatu mekanisme dan cita-cita hidup berkelompok sesuai kodrat manusia hidup bersama dengan manusia lain yang disebut kerakyatan, yaitu bersama dengan rakyat banyak atau masyarakat. Oleh karena itu, demokrasi adalah mementingkan atau mengutamakan kehendak rakyat.
Demokrasi dapat dikatakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, yaitu adanya tuntutan atau dukungan dari rakyat sebagai masukan, kemudian tuntutan itu dipertimbangkan dan dimusyawarahkan oleh rakyat yang duduk di lembaga legeslatif sebagai proses konversi, dan hasilnya berupa kebijaksanaan atau aturan untuk rakyat sebagai keluaran atau produk untuk rakyat. Hasil keluaran dapat mempengaruhi tuntutan baru, jika tidak sesuai dengan apa yang dituntut.
Demokrasi atau kerakyatan merupakan pola hidup berkelompok didalam organisasi negara yang sesuai dengan keinginan dan tuntutan orang hidup berkelompok. Keinginan dan tuntutan orang-orang yang hidup berkelompok terutama ditentukan oleh pandangan hidup (weltanschauung), filsafat hidup (filosofiche grondslag), dan ideologi bangsa yang bersangkutan, yang menjadi aksioma kehidupan dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara
B. Sejarah Munculnya Demokrasi
1. Dalam pandangan Sejarah Dunia
Demokrasi dalam sejarah peradaban muncul sejak jamam Yunani Kuno di mana rakyat memandang kediktatoran sebagai bentuk pemerintahan terburuk. Capaian praktis dari pemikiran demokrasi Yunani adalah munculnya "negara kota". Dengan Polis adalah bentuk demokrasi pertama. Demokrasi berasal dari taka tain yaitu demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan).
Peradaban Yunani menunjukkan bahwa masyarakat Yunani dipecah menjadi kota-negara bagian yang kecil-kecil (tidak lebih dari 10.000 warga). Setiap orang menyuarakan pendapatnya atas persoalan-persoalan pemerintahan. Istilah demokrasi sendiri pertama kali di kemukakan pada pertengahan abad 5 M di Athena.
2. Hilang dan munculnya kembali paham demokrasi
Demokrasi di Yunani sendiri akhirnya menghilang. Baru setelah ratusan bahkan ribuan tahun kemudian paham demokrasi muncul kembali. Tapatnya di Perancis saat terjadi revolosi Perancis. Ia adalah Baron de La Brède et de Montesquieu (lahir 18 Januari 1689 – meninggal 10 Februari 1755) yang lebih dikenal dengan Montesquieu. Momtesquieu terkenal dengan teorinya mengenai pemisahan kekuasaan yaitu Trias Politika dimana kekuasaan dibagi menjadi Legeslatif, Eksekutif dan Yudikatif. Ia juga yang mempopulerkan istilah "feodalisme" dan kekaisaran Bizantium".
Peristiwa diserangnya Penjara Bastille memulai runtuhnya kerajaan dan masyarakat meruntuhkan kerajaan tersebut, melakukan rapat besar untuk membuat suatu bentuk dari pemerintahan yang berbeda dari Kerajaan mereka mengatakan bahwa setiap orang berhak menjadi pemimpin tidak hanya para keluarga Raja. Ide yang sangat bagus dan enak ditelinga membuat masyarakat mendapatkan angan-angan bahwa suatu saat mereka dapat mempunyai kesempatan menjadi penguasa layaknya raja. Akhirnya semua lapisan masyarakat menyutujuinya dan Memilih orang-orang yang dapat berperan dalam tiga unsur demokrasi tersebut.
Perjuangan demokrasi di Perancis sendiri juga tidak mudah karena raja tidak ingin menyerahkan kekuasaannya begitu saja. Walau demikian perubahan di Perancis ini telah mempengaruhi banyak Negara tetangganya. Hingga muncullah sistem Monarki Parlementari di Inggris, German, Italia, dan Eropa barat.
Setelah revolosi Perancis, krisis akibat perebutan kekuasaan masih terus berlangsung. Pada akhirnya perancis kembali dengan system monarki dengan Napoleon Bonaparte sebagai kaisarnya.
Kegagalan demokrasi di Perncis ternyata tidak menyurutkan keinginan sebagian besar masyarakat di Eropa untuk menjadikan demokrasi sebagai sistem yang berkeadilan. Setidaknya mereka ingin terbebas dari tirani gereja dan pemerintah negaranya. Dengan ditemukannya benua Amerika, di mana di benua tersebut tidak ada kekuasaan kaisar dan penduduk aslinyapun peradabannya dianggap masih primitive, maka masyarakat Eropa yang ingin mendapatkan kebebasan berbondong-bondong ke Amerika untuk membangun negara baru dengan dasar kebebasan. Perancis kemudian menghadiahkan patung Liberty (kebebasan) yang dibangun di New York sebagai simbol penyambutan kepada para pencari kebebasan.
D. Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan sebagai pemenang Pemilu.
1. Periodesasi dan Macam-macam Demokrasi di Indonesia
Periode 1945-1959 (demokrasi Parlementer)
Demokrasi dimasa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan. Namun demikian model demokrasi ini dianggap kurang cocok untuk Indonesia. Lemahnya budaya demokrasi untuk mempraktikkan demokrasi model barat ini telah memberi peluang sangat besar kepada partai-partai politik untuk mendominasi kehidupan social politik.
Ketiadaan budaya demokrasi yang sesuai dengan system demokrasi parlementer ini akhirnya melahirkan fragmentasi politik berdasarkan afiliasi kesukuan dan agama. Akibatnya, pemerintahan yang berbasis pada koalisi politik pada masa ini jarang dapat bertahan lama. Koalisi yang dibangun dengan sangat mudah pecah. Hal ini mengakibatkan destabilisasi politik nasional yang mengancam integrasi nasional yang sedang dibangun. Persaingan tidak sehat antara faksi-faksi politik dan pemberontakan daerah terhadap pemerintah pusat telah mengancam berjalanya demokrasi itu sendiri.
Factor-faktor dissintegrasi diatas, ditambah dengan kegagalan partai-partai dalam majelis konstituante untuk mencapai consensus mengenai dasar Negara untuk undang-undang dasar baru, mendorong presiden Soekarno untuk mengeluarakan dekrit presiden pada 5 juli 1959 yang menegaskan berlakunya kembali undang-undang dasar 1945. Dengan demikian masa demokrasi berdasarkan system parlementer berakhir, diganti oleh demokrasi terpimpin yang memosisikan presiden Soekarno menjadi pusat kekuasaan Negara.
Periode 1959-1965 (Demokrasi Terpimpin)
Periode ini di kenal dengan sebutan demokrasi terpimpin. Ciri-ciri demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh komunis dan peranan tentara ABRI dalam panggung politik nasional. Hal ini di sebabkan oleh lahirnya dekrit presiden 5 juli 1959 sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan politik melalui pembentukan kepemimpinan nasioanal personal yang kuat. Sekalipun UUD 1945 memberi peluang presiden untuk memimpin pemerintahan selama lima tahun ketetapan MPRS No.III/1963 mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup dengan lahirnya ketetapan MPRS ini secara otomatis telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945.
Kepemimpinan presiden tanpa batas ini terbukti melakukan tindakan dan kebijakan yang menyimpang dari ketentuan UUD 1945. Misalnya pada tahun 1960 presiden Soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilihan umum, padahal dalam penjelasan UUD 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak memiliki wewenang untuk berbuat demikian. Dengan kata lain, sejak diberlakukan dekrit presiden 1959 telah terjadi penyimpangan konstitusi oleh presiden.
Dalam pandangan sejarawan Ahmad Syafii Ma'arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan presiden Soekarno ibarat seorang ayah ibarat dalam sebuah keluarga besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada ditanganya. Dengan demikian, kekeliruan yang sangat besar dalam demokrasi terpimpin dalam model Soekarno adalah pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi, yakni lahirnya absolutisme dan terpusatnya kekuasaan pada diri pemimpin, dan pada saat yang sama hilangnya kontrol social dan check and balance dan legislative terhadap eksekutif.
Dalam kehidupan politik Partai Komunis Indonesia (PKI) sangatlah menonjol. Bersandar pada dekrit presiden 5 juli sebagai sumber hukum didirikan banyak badan ekstrakonstitusional seperti front nasional yang digunakan oleh PKI sebagai kegiatan wadah politik. Front nasional telah dimanipulasi oleh PKI untuk menjadi bagian strategi taktik komunisme internasional yang menggariskan pembentukan front nasional sebagai persiapan kearah terbentuknya demokrasi rakyat. Strategi politik PKI untuk mendulang keuntungan dari charisma kepemimpinan presiden Soekarno dengan cara mendukung pemberedelan pers dan partai politik misalnya Masyumi yang dinilai tidak sejalan dengan kebijakan pemerintahan.
Perilaku politik PKI yang berhaluan sosialis marxis tentu tidak dibiarkan begitu saja oleh partai politik islam dan kalangan militer (TNI) yang pada waktu itu merupakan salah satu komponen politik penting presiden Soekarno. Akhir dari demokrasi terpimpin presiden Soekarno yang berakibat dari perseteruan politik ideologi santara PKI dan TNI adalah peristiwa berdarah yang dikenal dengan gerakan 30 september 1965.
Periode 1965-1998 ( Demokrasi Orde Baru)
Periode ini merupakan masa pemerintahan presiden Soeharto dengan orde barunya. Sebutan orde baru merupakan kritik terhadap periode sebelumnya, orde lama. Orde lama, sebagaimana dinyatakan oleh pendukungnya, adalah upaya untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap undang-undang dasar 1945 yang terjadi dalam masa demokrasi terpimpin. Seiring pergantian kepemimpinan nasional, demokrasi terpimpin ala Soekarno telah diganti oleh elite orde baru dengan demokrasi pancasila.
Beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya yang menetapkan masa jabatan presiden seumur hidup untuk presiden Soekarno telah dihapuskan dan diganti dengan pembatasan jabatan presiden lima tahun dan dapat dipilih kembali melalui proses pemilu.
Demokrasi pancasila secara garis besar menawarkan tiga komponen demokrasi.Pertama,demokrasi dalam bidang politik pada hakikatnya adalah menegakkan kembali asas-asas Negara hokum dan kepastian hokum. Kedua, demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga Negara. Ketiga, demokrasi dalam bidang hokum pada hakikatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas dan tidak memihak.
Hal yang sangat disayangkan adalah, alih-alih pelaksanaan ajaran pancasila secara murni dan konsekuen, demokrasi pancasila yang dikampanyekan oleh orde baru, baru sebatas retorika politik belaka. Dalam praktik kenegaraan dan kepemerintahanya, penguasa orde baru bertindak jauh dari prinsip-prinsip demokrasi. Seperti dikatakan oleh M. RusliKarim, ketidak demokratisan penguasa orde baru ditandai oleh:
1- dominannya peranan militer (ABRI).
2- birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik.
3- pengembirian peran dan fungsi partai politik.
4- campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan public.
5- politik masa mengambang.
6- monolitisasi ideology.
7- inkorporasi lembaga non pemerintah.
Periode pasca orde baru
Periode pasca orde baru sering disebut era reformasi. Periode ini erat hubunganya dengan gerakan reformasi rakyat yang menuntut pelaksannaan demokrasi dan HAM secara konsekuen. Tuntutan ini ditandai oleh lengsernya presiden Soeharto dari tumpuk kekuasaan orde baru pada mei 1998. Setelah lebih dari tiga puluh tahun berkuasa dengan demokrasi pancasilanya. Penyelewengan atas dasar Negara pancasila oleh penguasa orde baru berdampak pada sikap antipasti sebagian masyarakat terhadap dasar Negara tersebut.
Pengalaman pahit yang menimpa pancasila, yang pada dasarnya sangat terbuka, inklusif dan penuh nuansa HAM, berdampak pada keengganan kalangan tokoh reformasi untuk menambahkan atribut tertentu pada kata demokrasi. Bercermin pada pengalaman manipulasi atas pancasila oleh penguasa orde baru, demokrasi yang hendak dikembangkan setelah kejatuhan oleh rezim orde baru adalah demokrasi tanpa nama atau demokrasi tanpa embel-embel dimana hak rakyat merupakan komponen inti dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang demokratis. Wacana demokrasi pasca orde baru erat kaitanya dengan pemberdayaan masyarakat madanai dan penegakan HAM secara sungguh-sungguh.
Beberapa prinsip demokrasi yang berlaku secara universal, antara lain mencakup :
1. Keterlibatan Warga Negara dalam Pembuatan Keputusan Politik Keterlibatan warga negara dalam pemerintahan, terutama ditujukan mengandalkan tindakan para pemimpin politik. Dalam hal ini, pemilu menjadi salah satu cara untuk melakukan persiapan. Selain itu, masyarakat pula menyampaikan kritik, mengajukan usul, atau memperjuangkan kepentingan melalui saluran-saluran lain yang demokratis sesuai dengan undang-undang.
Ada dua pendekatan tentang keterlibatan warga negara, yaitu teori elitis dan partisipatori. a. Pendekatan Elitis, menegaskan bahwa demokrasi adalah suatu metode administrasi pembuatan kebijaksanaan umum menuntut adanya kualitas ketanggapan pihak penguasan/kaum elit terhadap pendapat umum. Dalam prakteknya hal ini dapat kita lihat pada demokrasi perwakilan. b. Pendekatan partisipatori, menegaskan bahwa demokrasi menuntut adanya tingkat keterlibatan yang lebih tinggi, karena itu untuk mendapatkan keuntungan seperti ini kita harus menegakkan kembali demokrasi langsung.
2. Persamaan (Kesetaraan) Diantara Warga Negara Masalah persamaan, hal ini menjadi kepentingan utama dalam teori dan praktek politik. Untuk membuktikan hal tersebut tidak sulit, karena baik negara yang demokratis maupun bukan, selalu berusaha mencapai tingkat persamaan yang lebih besar. Pada umumnya tingkat persamaan yang dituju antara lain : persamaan politik, persamaan dimuka hukum, persamaan kesempatan, persamaan ekonomi, dan persamaan sosial atau persamaan hak.
3. Kebebasan atau Kemerdekaan yang Diakui dan Dipakai oleh Warga Negara Kebebasan dan kemerdekaan pada awalnya timbul dalam kehidupan politik sebagai reaksi terhadap absolutisme. Kedua hal ini diperlukan untuk memberi kesempatan kepada warga negara agar dapat memperjuangkan kepentingan dan kehendaknya serta melakukan kontrol terhadap penyelenggara negara. Kebebsan tersebut terutama menyangkut hak-hak kebebasan yang telah tercakup dalam hak asasi manusia (seperti hak politik, ekonomi, kesetaraan di depan hukum dan pemerintahanm ekspresi kebudayaan, dan hak pribadi). Dalam pemahaman yang sangat mendasar hakhak tersebut harus diakui dan dilindungi oleh negara.
4. Supremasi Hukum Penghormatan terhadap hukum harus dikedepankan baik oleh pihak penguasa maupun oleh rakyat. Tidak terdapat kesewenang-wenangan yang bisa dilakukan atas nama hukum, karena itu pemerintahan harus didasarkan kepada hukum yang berpihak kepada keadilan (Rule Of Low). Segala warga negara berdiri setara di depan hukum tanpa ada kecualinya. Jika hukum dibuat atas nama keadilan dan disusun dengan memperhatikan pendapat rakyat, maka tidak ada alasan untuk mengabaikan apalagi melecehkan hukum dan lembaga hukum. Dengan demikian, keadilan dan ketaatan terhadap hukum merupakan salah satu syarat mendasar bagi terwujudnya masyarakat yang demokratis.
5. Pemilu Berkala Pemilihan umum, selain sebagai mekanisme untuk menentukan posisi pemerintahan secara periodik, sesungguhnya merupakan sarana utama bagi partisipasi politik individu yang hidup dalam suatu masyarakat yang luas, kompleks dan modern. Pemilihan umum menjadi kunci untuk menentukan apakah sistem itu demokratis atau bukan. Sistem pemilihan menjadi alat penting bagi partisipasi politik, dari satu individu/kelompok ke yang lain secara damai. Pemilu merupakan salah satu jalan untuk mewujudkan pemerintahan yang memiliki wewenang yang sah (legitimasi) dengan dukungan rakyat, karena itu penting untuk menjaga keberlangsungan mekanisme ini demi tegaknya kedaulatan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar