Sabtu, 30 Juni 2018

(FEKON08 - 171310610) PENEGAKKAN DAN PERLINDUNGAN HAM INDONESIA

PENEGAKKAN DAN PERLINDUNGAN HAM INDONESIA

 

Ø  MENEGAKKAN HAM UNTUK KEPENTINGAN NASIONAL

Kasus pelanggaran HAM selalu menjadi perhatian masyarakat. Bahkan semua yang melanggar kebebasan seseorang  dinilai melanggar  HAM. Kondisi ini  mengingatkan  pada mencuatnya isu kebebasan  dan  hak hak  dasar  manusia  yang  pernah  menjadi  ikon kosmologi pada abad ke-18.

Pada masa itu hak-hak dasar tidak hanya dipandang sebagai kewajiban yang harus dihormati penguasa. Tetapi, juga hak yang mutlak dimiliki oleh rakyat. HAM merupakan seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh, Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang. Bahkan pada abad 18 muncul kredo (pernyataan kepercayaan) tiap manusia dikaruniakan hak-hak yang kekal.

HAM merupakan hak yang tidak dapat dicabut dan yang tidak pernah di tinggalkan ketika umat manusia beralih memasuki era baru dari kehidupan pramodern ke kehidupan modern. Betapa ham telah mendapat tempat khusus di tengah-tengah perkembangan  kehidupan  manusia  mulai abad 18 sampai sekarang.

Negara wajib melindungi dan menjunjung tinggi HAM karena masyarakat telah menyerahkan sebagian hak-haknya kepada negara untuk dijadikan hukum (Teori Kontrak Sosial). Negara memiliki hak membuat hukum dan menjatuhkan hukuman atas pelanggaran HAM. Negara, pemerintah atau organisasi apapun berkewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa terkecuali. Ini berarti bahwa HAM harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang menyatakan bahwa sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku yang tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnis, ras, warna, kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial yang lain. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia. baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horizontal (antar warga negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat (grossviolation of human rights).

Kewajiban menghormati hak asasi manusia tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama yang berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, serta hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dan tersurat dalam Pasal 28A sampai Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945 yang yang mengatur tentang hak asasi manusia.

Kasus – kasus pelanggaran HAM pada periode 1998 – 2011, diantaranya : Kasus Semanggi I dan II, Trisakti ( Tahun 1998 ), Kasus Poso ( Tahun 1998 ), Kasus Ambon ( Tahun 1999 ), Kasus Sampit ( Tahun 2001 ), Kasus Ahmadiyah ( Tahun 2007 – 2008 ), Kasus pelarangan pendirian rumah ibadah Ahmadiyah ( 2009 – 2010 ), Kasus Prita Mulyasari ( Tahun 2010 – 2011 ).

Namun demikian dalam era reformasi ini telah berhasil disusun instrumen-instrumen penegakan HAM. Diantaranya amandemen UUD 1945 yang kemudian memasukkan HAM dalam Bab tersendiri dengan pasal-pasal yang menyebutkan HAM secara lebih detail. Selain amandemen UUD 1945 juga ditetapkannya Ketetapan MPR  RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang menugaskan kepada lembaga lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai  HAM kepada seluruh masyarakat.

UUD 1945 juga menugaskan kepada Presiden RI dan DPR RI untuk meratifikasi berbagai instrumen PBB tentang HAM sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45 dan diudangkannya Undang Undang RI No 09 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang Undang RI No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta memperkuat posisi Komnas HAM yang dibentuk sebelumnya. Berdasarkan Keppres. No 50 Tahun 1993 Tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, serta diundangkannya Undang Undang RI No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Peran Serta Masyarakat

Penegakan HAM di negara kita tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan tindakan dari pemerintah. Peran serta lembaga independen dan masyarakat sangat diperlukan. Upaya penegakan hak asasi manusia ini akan memberikan hasil yang maksimal manakala didukung oleh semua pihak. Usaha yang dilakukan Komnas HAM tidak akan efektif apabila tidak ada dukungan dari masyarakat.

Sebagai contoh, Komnas HAM telah bertekad untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dengan membuka kotak pengaduan dari masyarakat. Tekad dan usaha ini tidak akan berhasil apabila masyarakat enggan atau memilih diam terhadap berbagai praktik pelanggaran HAM. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat untuk bersama-sama mengupayakan penegakan HAM sangat dibutuhkan.

Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dapat diwujudkan melalui hal-hal berikut:

·         Menyampaikan laporan atau pengaduan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga berwenang lainnya.

·         Masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam bentuk usulan mengenai perumusan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga terkait lainnya.

·         Masyarakat juga dapat bekerja sama dengan Komnas HAM untuk meneliti, memberi pendidikan, dan meyebarluaskan informasi mengenai HAM pada segenap lapisan masyarakat.

Peran masyarakat terhadap upaya penegakan HAM, misalnya muncul berbagai aktivis dan advokasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Para aktivis dapat mengontrol atau mengkritisi kebijakan pemerintah yang rawan terhadap pelanggaran HAM. Mereka juga dapat mendata kasus-kasus pelanggaran HAM dan melakukan pembelaan atau pendampingan. LSM tersebut bisa menangani berbagai masalah, misalnya masalah kesehatan masyarakat, korupsi, demokrasi, pendidikan, kemiskinan, lingkungan, penegakan hukum.

Kehadiran LSM-LSM ini dapat menjadi kekuatan penyeimbang sekaligus pengontrol langkah-langkah pemerintah dalam pelaksanaan HAM di Indonesia, Namun kiranya penegakan HAM juga harus mencermati kepentingan nasional, artinya tidak sekedar menjadi alat kepentingan asing, sementara disisi lain terdapat negara asing yang mensponsori berbagai Lembaga Non Pemerintah (LSM) untuk menegakan HAM terhadap beberapa isu, tetapi negara sponsor tersebut juga melakukan pelanggaran HAM terhadap negara lainnya atau terhadap warga negaranya sendiri dengan menerapkan standar ganda, untuk itu mari kita semua membangun iklim negara Indonesia yang demokratis, yang menghormati HAM yang didasari oleh kepentingan nasional kita dalam rangka mencapai Indonesia yang kita cita-citakan.

 

 

1.  Pengakuan Bangsa Indonesia terhadap HAM

Dalam hal hak asasi manusia, bangsa Indonesia menyadari untuk memberikan penghotmatan, pengakuan dan jaminan perlindungan hak asasi manusia terhadap warga negaranya. Hal ini dapat dilihat dalam pancasila, UUD 1945, Tap MPR, dan UU.

 

a.    Pancasila

            Nilai-nilai pancasila yang terwujud dalam lima sila merupakan landasan bagi pembangunan hak asasi manusia, terutama sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Berdasarkan sila ini, bangsa Indonesia mengakui bahwa manusia memiliki harkat dan martabat yang sama. Oleh karna itu harkat dan martabat manusia wajib di hormati dan di junjung tinggi.

b.    Undang-Undang Dasar 1945

        Hak asasi manusia tercermin dalam pembukaan UUD 1945 alinea 1 dengan pernyataan "Kemerdekaan adalah hak segala bangsa." Selain itu, tercermin dalam batang tubuh UUD 1945 pada pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu." Selain pasal 29 ayat (2) UUD 1945, pengaturan/perlindungan hak warga negara dapat dijumpai dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945.

c.    Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998

        Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang berisi piagam hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia.

 

d.    UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

        UU HAM ini di maksudkan untuk melindungi kepentingan manusia sebagai individu, masyarakat, dan warga negara Indonesia.

 

e.    UU No. 26 Tahun 2000

       UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia. Keberadaan pengadilan HAM ini di maksud untuk melindungi hak asasi manusia, baik bagi perorangan maupun masyarakat, serta menjadi dasar penegakan dan kepastian hukum. Jadi, keberadaan pengadilan HAM diharapkan dapat memberikan rasa aman dan keadilan dari tindakan yang melanggar hak asasi manusia.

 

f.    Peraturan perundang-undangan lain

       Peraturan perundang-undangan lain pada hakikatnya tersirat tujuan untuk menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia, antara lain:

·         Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

·         UU Pers

·         UU Kepolisian Negara

·         UU Pertahanan Negara

·         UU Penyampaian Pendapat di Muka Umum

·         UU Penghapusan Kekerasan  Dalam Rumah Tangga

·         UU Perlindungan Anak

 

 

 

 

2.  Piagam Hak Asasi Manusia di Indonesia

         Munculnya piagam hak asasi manusia bagi bangsa indonesia di dasari keluarnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Dengan didasari oleh pemahaman, pandangan, dan sikap terhadap hak asasi manusia, bangsa Indonesia menyatakan bahwa:

a.    Hak asasi manusia merupakan hak dasar seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan. Hak asasi manusia adalah hak sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada diri manusia, yang bersifat kodrati, universal, abadi, serta berkaitan dengan hakikat dan martabat manusia.

b.    Setiap manusia diakui mempunyai hak asasi yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, kebebasan, agama, usia, pandangan politik, status sosial, bahasa, serta status lain. Pengabaian atau perampasan terhadap HAM mengakibatkan hilangnya hakikat dan martabat sebagai manusia sehingga diri dan perannya tidak dapat di kembangkan secara utuh.

c.    Bangsa indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia bersifat historis dan dinamis yang pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

 

      Selanjutnya, atas berkat rahmat Tuhan Yang Masa Esa demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, bangsa Indonesia yang mengukuhkan Piagam Hak Asasi Manusia dalam bentuk hukum Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998.

       Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia telah di cabut dan dinyatakan tidak berlaku berdasar ketetapan MPR No. I/MPR? 2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majlis Permusyawaratan Sementara dan Ketetapan Majlis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Isi dari ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tersebut telah tertuang dalam

perubahan pertama UUD 1945 Bab XA Pasal 28A-28J.

 

 

 

 

3.  Penegakan HAM di Indonesia

       Dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia, di samping dibentuk aturan-aturan hukum juga dibentuk kelembagaan yang menangani masalah penegakan hak asasi manusia. Berikut ini adalah lembaga-lembaga penegakan HAM di Indonesia:

a.    Komisi nasional Hak asasi manusia (komnas HAM)

      Komnas HAM dibentuk melalui keppres No.5 Tahun 1993 pada tanggal 7 juni 1993, yang kemudian di kukuhkan lagi melalui UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia(UU HAM). UU HAM dibentuk sebagai penguat keppres No.5 Tahun 1993 agar Komnas HAM bersifat independen dan tidak terkesan sebagai alat pemerintah.

      Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat lembaga negara lainnya dan berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dam mediasi hak asasi manusia.

      Tujuan komnas ham adalah sebaga berikut:

Ø  Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan piagam perserikatan bangsa-bangsa, serta deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Ø  Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna perkembangan pribadi manusia indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dlam berbagai bidang kehidupan.

b.    Pengadilan HAM

       Berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam UU No.26 Tahun 2000, dinyatakan bahwa pengadilan hak asasi manusia merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum dan kedudukan di daerah kabupaten atau kota.

        Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia selama di lakukan oleh warga negara indonesia.

c.    Pengadilan HAM Ad Hoc

        Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc di bentuk atas usul dari DPR berdasarkan peristiwa tertentu dengan keputusan presiden, pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk untuk memerisa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia berat yang terjadi sebelum di undangkannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia. Misalnya, Untuk kasus Trisakti tahun 1998 dibentuk pengadilan HAM Ad Hoc Trisakti.

d.    Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

        UU No. 26 Tahun 2000 memberikan alternatif bahwa penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dapat dilakukan di luar pengadilan hak asasi manusia, yaitu melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang dibentuk berdasarkan undang-undang.

         UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia di samping memuat hukum formil/ hukum acara juga memuat hukum materiil berupa ketentuan mengenai pidana yang berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Selanjutnya juga dinyatakan dalam UU No.26 Tahun 2000 bahwa bagi pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak berlaku ketentuan mengenai kadaluarsa.

 

B.  Berpartisipasi dalam penegakan HAM

1.     Proses Penegakan HAM di Indonesia

     Sebelum diundangakan UU No.26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia, di Indonesia terjadi beberapa peristiwa yang dinilai merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Antara lain dapat kita catat seperti dibawah ini:

 

v  Tragedi Tanjung Periok di Jakarta Tahun 1984

v  Tragedi pembunuhan pekerja Marsinah tahun 1993

v  Tragedi pembunuhan wartawan Fuad Muhammad Syarifudin tahun 1996

v  Tragedi penyrangan kantor DPP PDI tahun 1996

v  Tragedi Trisakti tahun 1998

v  Tragedi aksi pembakaran dan penjarahan tahun 1998

 

      Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat tersebut terjadi antara kelompok penduduk sipil dengan kelompok penduduk yang lain. Akan tetapi, ada juga yang dilakukan oleh negara terhadap penduduk sipil. Jadi, pelanggaran hak asasi manusia bisa dilakukan oleh masyarakat, individu, atau aparat selaku penyelenggara negara.

      Untuk mengatasi permasalahan tersebut, UU No. 26 Tahun 2000 Pasal 43 mrenyatakan bahwa dapat dibentuk pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc yang diberi wewenang utuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia berat yang terjadi sebelum keluarnya UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM.

       Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc seperti yang di maksudkan UU No. 26 Tahun 2000 Pasal 43 ini berada di lingkungan peradilan umum. Pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc atas usul DPR berdasarkan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia berat yang terjadi di tempat tertentu.

         Perlindungan hak asasi manusia diwujudkan melalui proses peradilan bagi para pelaku pelanggaran hak asasi manusia dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia telah di atur mengenai langkah-langkah penyelesaian perkara pelanggaran berat hak asasi manusia.

          Penyelesaian perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dapat juga di lakukan di luar pengadilan hak asasi manusia. Pasal 47 UU No. 26 Tahun 2000 menyatakan bahwa penyelesaian perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dapat dilakukan oleh suatu komisi, yaitu Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Komisi ini di bentuk dengan suatu undang-undang.

 

2.  Berpartisipasi terhadap penegakkan HAM dalam kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernrgara.

     

          Kehidupan dalam bermasyarakat, dan berbangsa membutuhkan perlindungan dari negara. Hal ini sesuai dengan kewajiban negara untuk melindungi segenap bangsa indonesia. Menegakan hak asasi manusia adalah salah satu bentuk kewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia. Perlindungan diberikan oleh aparat negara yang berwenang, contohnya polisi. Kita hormat kepada polisi yang bertugas memberikan perlindungan masyarakat dan menjaga ketertiban masyarakat. Kita dapat membayangkan seandainya dalam kehidupan bermasyarakat tidak ada yang bertugas menjaga ketertiban, keamanan,dan perlindungan.

           Tidak adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut

 

·         Kesewenang-wenangan dari para penyelenggara negara.

·         Penindasan atas harkat dan martabat manusia oleh manusia lain.

·         Tindak kejahan atau  kekerasan terhadap orang lain.

·         Rasa tidak aman dan rasa takut.

·         Pertikaian, konflik, kekerasan, dan perang antar masyarakat, suku, bangsa dan antar negara.

 

          Oleh karna itu, sebai pelajar dan generasi muda kita perlu mendukung proses perlindungan terhadap hak asasi manusia. Kita bisa berpartisipasi dalam melindungi masyarakat dari tindak kejahatan dan kekerasan. Misalnya, dengan melaporkan kepada aparat yang berwenang mengenai terjadinya kejahatan di suatu tempat mendampingi para korban yang meminta perlindungan, dan memberitahukan mengenai tempat-tempat yang aman bagi warga.

           Partisipasi warga negara dalam penegakan hak asasi manusia dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

 

·         Memberikan pengetahuan yang luas kepada masyarakat akan pentingnya hak asasi manusia dan penghargaan atas hak asasi manusia.

·         Melakukan pencegahan terhadap upaya-upaya pihak-pihak tertentu yang dapat menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia.

·         Memberikan bantuan kepada aparat penegak hukum dalam menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia.

 

Dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM juga di sebutkan adanya partisipasi masyarakat. Bentuk partisipasi, setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya adalah sebagai berikut:

 

·         Berhak menyampaikan laporan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia pada Komnas HAM atau lembaga lain yang berwenang dalam rangka perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.

·         Berhak untuk mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi manusia pada Komnas HAM atau lembaga lainnya.

·         Secara sendiri maupun kerjasama dengan Komnas HAM dapat melakukan penelitian, pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenai hak asasi manusia.

 

3.  Hambatan dan Tantangan Hak Asasi Manusia di Indonesia

 

    Tantangan bagi penegakan hak asasi manusia adalah adanya ancaman dan tindak pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi. Ancaman terhadap hak asasi manusia dapat terjadi dalam kondisi sebagai brerikut:

 

·         Terjadi kerusuhan, pertikaian dan peperangan yang berkepanjangan.

·         Tidak adanya penghargaan antar sesama.

·         Manusia/bangsa berada di bawah penindasan dan penjajahan manusia/bangsa lain.

·         Adanya penguasa negara yang bertindak sewenang-wenang dan serba menguasai.

·         Belum ditegakannya hukum dan aturan yang menjamin HAM.

·         Belum tegaknya pengadilan HAM yang menangani HAM.

·         Belum tegaknya sistem politik demokrasi di dalam negara.

 

Ancaman dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi secara terus menerus dapat mengakibatkan hal-hal seperti tersebut di bawah ini.

 

·      Penindasan atas harkat dan martabat manusia oleh manusia lain.

·      Penderitaan lahir batin yang berkepanjangan.

·      Sakit hati dan dendam pada diri korban.

·      Keretakan hubungan sosial kemasyarakatan.

·      Kesewenangan penguasa atau pihak yang berkuasa.

·      Kegagalan integrasi dan keamanan nasional.

·      Bertikaian, konflik, kekerasan, dan perang antar suku, bangsa, dan antar negara.

·      Diisolasi dan dikucilkan masyarakat internasional.

·      Kehancuran masa depan kehidupan umat manusia.

 



Sasbella Aulia Ferrety



Tidak ada komentar:

Posting Komentar