DESKRIPSI
Perjanjian Renville merupakan perjanjian antara pihak indonesia dengan pihak belanda yang bertujuan untuk menyelesaikan berbagai macam pertikaian yang terjadi di antara kedua belah pihak setelah adanya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Nama Renville di ambil dari nama sebuah kapal milik Amerika Serikat yaitu USS Renville yang sedang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta. Didalam kapal tersebutlah perundingan Renville berlangsung dan pada akhirnya menghasilkan suatu perjanjian Renville atas dasar kesepakatan kedua pihak Indonesia dan Belanda.
Dalam prosesnya, perjanjian Renville pada awalnya di bahas dalam perundingan yang berlangsung pada tanggal 8 Desember 1947 dimana disaat itu juga terdapat KTN atau Komisi Tiga Negara sebagai penengah antar pihak Indonesia dan pihak Belanda yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia sebagai perwakilan pihak Indonesia dan Belanda. Di dalam perundingan itu Indonesia di wakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap, Belanda di wakili oleh Kolonel KNIL R. Abdul kadir Wijoyoatmojo, Dan sedangkan Amerika di wakili oleh Frank Porter Graham.
Perundingan yang berlangsung itu baru menemui titik terang setelah lebih dari satu bulan berlangsung, sehingga perundingan tersebut disepakati dan ditandatangani sebagai suatu perjanjian renville pada tanggal 17 Januari 1948 di atas kapal USS Renville, dan memutuskan agar indonesia segera mengosongkan wilayah-wilayah yang di kuasai oleh TNI. Tetapi, tidak semua pejuang di Indonesia mau mematuhi isi perjanjian Renville tersebut. Berbagai Laskar Pejuang seperti, Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan S.M Kartosuwiryo tidak mau mematuhi perjanjian Renville. Sebagai akibat ditandatanganinya persetujuan Renville 17 Pebruari 1948 oleh pemerintah RI (Kabinet Amir Sjarifuddin) dengan pemerintah Belanda, maka pasukan militer RI harus ditarik dari kantong-kantong yang dikuasai Belanda.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Perjanjian Renville
Diadakannya perjanjian Reville atau perundingan Renville yang bertujuan untuk menyelesaikan segala pertikaian antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. perundingan ini dilatarbelakangi adanya peristiwa penyerangan Belanda terhadap Indonesia yang disebut dengan Agresi Militer Belanda Pertama yang jatuh pada tanggal 21 Juli 1947 sampai 4 Agustus 1947. Diluar negeri dengan adanya peristiwa penyerangan yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia.
Pada tanggal 1 Agustus 1947, akhirnya dewan keamanan PBB memerintahkan keduanya untuk menghentikan aksi tembak menembak. Pada tanggal 4 Agustus 1947, Republik Indonesia dan Belanda mengumumkan gencatan dan berakhir pula Agresi Militer Pertama. Agresi militer pertama disebabkan karena adanya perselisihan pendapat yang diakibatkan oleh bedanya penafsiran yang ada dalam persetujuan Linggarjati, dimana Belanda tetap mendasarkan tafsiran pidato Ratu Wilhelmina pada tanggal 7 Desember 1942. Dimana Indonesia akan dijadikan anggota Commonwealth serta akan dibentuk negara federasi,dengan adanya keinginan Belanda tersebut sangat merugikan bagi Indonesia.
Dengan penolakan yang diberikan pihak Indonesia terhadap keinginan Belanda, sehari sebelum agresi militer pertama Belanda tidak terikat lagi pada perjanjian Linggarjati, sehingga tercetuslah pada tanggal 21 Juli 1947 Agresi militer Belanda yang pertama. Perundingan pihak Belanda dan pihak Indonesia dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 diatas kapal Renville yang tengah berlabuh di Teluk Jakarta. Perundingan ini menghasilkan saran-saran KTN dengan pokok-pokoknya yakni pemberhentian tembak-menembak di sepanjang Garis van Mook serta perjanjian pelatakan senjata dan pembentukan daerah kosong militer. Pada akhirnya perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 dan disusul intruksi untuk menghentikan aksi tembak-menembak di tanggal 19 Januari 1948.
PEMBAHASAN
Tokoh Perjanjian Renville
Sebagai suatu perjanjian untuk menghentikan serangan Belanda terhadap Indonesia dan konflik berkelanjutan, perjanjian Renville memiliki beberapa tokoh penting dalam proses serta pelaksanaannya. Tanpa tokoh-tokoh penting tersebut, perselisihan antar Indonesia dan Belanda kan terus berlanjut dan sulit menemukan titik terang bagi kedua belah pihak. Berikut ini beberapa tokoh perjanjian Renville yang terdiri dari pihak Indonesia, pihak Belanda, serta tokoh penengah kedua belah pihak.
1. Tokoh Perjanjian Renville dari Pihak Indonesia
Perjanjian Renville berlangsung dibawah kabinet Amir Syarifuddin, setelah pada tahun 1947 kabinet Sjahrir mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno sebagai reaksi terhadap gagalnya perjanjian Linggarjati yang merugikan Indonesia. Setelah jatuhnya kabinet Sjahrir, kemudian Presiden Soekarno menunjuk Amir Syarifuddin untuk menyusun kabinet yang baru dalam rangka menghadapi perundingan dengan pihak Belanda. Susunan delegasi dalam menghadapi perundingan Renville ini terdiri dari:
• Ketua : Amir Syarifudin
• Wakil Ketua : Ali Sastroamijoyo
• Anggota : Dr. Tjoa Siek Len, H.A Salim, Mr.Nasrun, dan Sutan Sjahrir
• Cadangan : Ir. Djuanda dan Setiadjid, serta 32 orang penasehat
Walaupun kabinet Amir Syarifudin berhasil meredam konflik antara pihak Indonesia dan pihak Belanda, namun isi perjanjian Renville ternyata tetap mendapat tentangan yang menimbulkan adanya mosi tidak percaya terhadap kabinet Amir Syarifuddin. Kondisi tersebut akhirnya mengantarkan Amir Syarifuddin untuk menyerahkan mandatnya kembali kepada Presiden Soekarno pada tanggal 23 Januari 1948.
2. Tokoh Perjanjian Renville dari Pihak Belanda
Permainan pihak Belanda bukan hanya menyangkut keputusan sepihak mengenai batas wilayah Indonesia namun juga menyangkut tokoh-tokoh dalam perjanjian Renville ini. Dimana pihak Belanda menunjuk orang Indonesia dan bukan orang kewarganegaraan Belanda sebagai ketua delegasi Belanda dalam perundingan Renville.
Orang tersebut merupakan R. Abdul Kadir Widjojoatmodjo, dimana menurut berbagai sumber dianggap sebagai salah satu pengkhianat Indonesia karena keputusannya untuk lebih memihak Belanda hingga membantu dalam upaya memecah belah kesatuan Indonesia. Bukan hanya pemimpin delegasi Belanda yang merupakan orang Indonesia, tetapi beberapa anggotanya juga merupakan orang Indonesia. Berikut ini tokoh-tokoh dari pihak Belanda dalam perjanjian Renville meliputi:
• Ketua : R. Abdul Kadir Widjojoatmodjo
• Wakil Ketua : Mr. H.A.L. van Vredenburgh
• Anggota : Dr. P.J. koest, Mr. Dr. Chr. Soumokil, Pangeran Kartanegara, dan Zulkarnain
Adapun pemilihan orang Indonesia sebagai perwakilan delegasi Belanda merupakan suatu trik dari Belanda dalam upaya pembuktian adanya pengaruh secara penuh Belanda di wilayah Indonesia. Upaya tersebut dilakukan melalui perwakilan Belanda dalam perjanjian Renville yang terdiri dari beberapa orang Indonesia, sehingga Belanda ingin membuktikan dan menunjukkan pada dunia bahwa pengaruh Belanda sudah mengakar di Indonesia.
3. Tokoh Penengah Perjanjian Renville
Tokoh penengah dalam perjanjian Renville di ambil dari delegasi PBB, dimana sejak awal telah mengeluarkan suatu resolusi yang menyatakan bahwa konflik antara Belanda dan Indonesia akan diselesaikan secara damai melalui Dewan Keamanan PBB.
Dengan adanya resolusi tersebut kemudian dibentuk KTN yang kemudian mengirimkan satu orang dari masing-masing negara sebagai perwakilan dan tokoh penengah dalam berlangsungnya perundingan dan perjanjian Renville antar pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Berikut ini beberapa tokoh penengah dari KTN didalam perjanjian Renville:
• Ketua : Frank Graham, sebagai perwakilan dari Amerika Serikat yang merupakan salah satu negara KTN yang sama-sama dipilih dan disepakati oleh kedua belah pihak Indonesia dan Belanda.
• Anggota : Richard Kiry perwakilan dari Australia sebagai delegasi dari Indonesia, dan Paul Van Zeeland dari Belgia sebagai delegasi dari Belanda.
Ketiga tokoh tersebut dipilih terlepas dari idealisme masing-masing untuk menghadapi ketidaktegasan dan ketiadaan niat untuk berdamai dari kedua belah pihak Indonesia dan Belanda, demi mencegah terjadinya konflik berkelanjutan. Dengan hadirnya tokoh penengah diatas lah perundingan antara Indonesia dan Belanda berlangsung dengan baik hingga menghasilkan perjanjian Renville yang ditanda tangani kedua belah pihak. Selain itu, adanya tokoh penengah juga merupakan salah satu wujud dari peran dunia internasional dalam konflik Indonesia Belanda.
Isi dari Perjanjian Renville
Setelah melakukan konsolidasi di atas Kapal Renvile, Perundingan ini menghasilkan beberapa poin yang disebut juga dengan isi Perundingan Renville yang baru ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Adapun isi dari perundingan Renville adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Republik Indonesia harus mengakui kedaulatan Negara Belanda atas Hindia Belanda hingga batas waktu yang telah diputuskan oleh Kerajaan Belanda sebelum memberi pengakuan kepada Negara Indonesia Serikat (NIS).
2. Akan diadakannya pemungutan suara bagi penduduk-penduduk di daerah Madura, Jawa, dan Sumetera untuk menentukan apakah mereka menginginkan untuk bergabung dengan Republik Indonesia atau Menjadi Negara bagaian dari Negara Indonesia Serikat.
3. Setiap negara bagian memiliki hak untuk tinggal di luar Negara Indonesia Serikat atau menyelenggarakan hubungan khusus dengan Negara Indonesia Serikat atau dengan Nederland.
4. Belanda berdaulat penuh atas seluruh wilayah Indonesia hingga kedaulatan tersebut diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat, yang akan segera dibentuk.
5. Seluruh Pasukan Republik Indonesia yang masih berada didaerah-daerah pendudukan Pasukan Belanda harus segera ditarik ke luar ke daerah Republik Indonesia.
Akibat disahkannya hasil perundingan ini, wilayah Republik Indonesia yang pada mulanya hanya meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera menjadi semakin kecil. Namun, Republi Indonesia bersedia untuk menandatangani hasil dari Perjanjian Renville ini dikarenakan ada beberapa alasan.
Adapun alasan-alasan tersebut adalah persediaan amunisi TNI untuk perang semakin menipis, sehingga apabila menolak, maka akan timbul peperangan yang lebih hebat dan akan timbul korban yang besar di pihak TNI.
Selain itu, Dewan Keamanan PBB memberikan jaminan kepada Republik Indonesia untuk menolong dengan akan melakukan pemungutan suara yang akan dimenangkan oleh pihak Indonesia.
Pasca Perjanjian Renville
1. Setelah persetujuan Renville di tanda-tangani, pihak Republik Indonesia diwajibkan mengosongkan wilayah yang dikuasai TNI. Pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi memutuskan hijrah ke Yogyakarta, Jawa Tengah. Divisi ini juga dijuluki sebagai Pasukan Hijrah.
2. Terjadinya pengalihan wilayah Indonesia ke Belanda, dan membuat RI mengalami penyempitan wilayah yang cukup drastis.
3. Setelah Soekarno dan Hatta di tangkap di Yogyakarta, S.M Kartosuwiryo menolak dengan keras jabatan Menteri Muda Pertahanan dan Kabinet Amir Syarifuddin. S.M Kartosuwiryo menganggap negara Indonesia telah kalah dan bubar. Sehingga ia mendirikan Darul Islam / Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Pada 7 Agustus 1949, S.M Kartosuwiryo menyatakan dengan resmi berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).
4. Munculnya kebencian kabinet kepada kabinet Amir Syarifuddin (perwakilan Indonesia dalam perundingan renville). Amir Syarifuddin di anggap sudah menjual negara sendiri kepada musuh. Tepat pada tanggal23 Januari 1948, Amir Syarifuddin menyerahkan mandatnya kembali kepada Presiden Soekarno, dan menunjuk Hatta untuk menyusun kabinet kembali tanpa campur tangan dari golongan sayap kiri atau sosialis.
5. Amir Syarifuddin menjadi oposisi dari kabinet yang dipimpin oleh Hatta. Untuk merebut kembali mandatnya, pada tanggal 28 Juni 1948, Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang menyatukan semua golongan sayap kiri, sosialis, komunis, kaum petani dan buruh. Selain itu FDR juga memprovokasi bentrokan dengan menghasut para kaum buruh untuk mengadakan pemogokan di pabrik karung Delangu, pada 5 Juli 1948.
6. Belanda mengadakan pemblokadean ekonomi indonesia secara merata. Mengakibatkan pereknomian Indonesia saat itu sangat kekurangan dan anjlok. Perjanjian renville ini dinilai menimbulkan kekuatan politis yang menguntungkan Belanda, sehingga ia berdaulat sepenuhnya serta berhasil masuk ke sektor ekonomi.
7. Pasukan dari Resimen 40/Damarwulan bersama batalyon di jajarannya, Batalyon Gerilya (BG) VIII, Batalyon Gerilya (BG) IX, Batalyon Gerilya (BG) X, Depo Batalyon, EX. ALRI Pangkalan X serta Kesatuan Kelaskaran, dengan total 5000 orang memutuskan untuk hijrah ke daerah Blitar dan Sekitarnya.
8. Resimen 40/Damarwulan ini merubah namanya menjadi Brigade III/Damarwulan, dan Batalyon pun berubah menjadi Batalyon 25, Batalyon 26, Batalyon 27. Dengan keluarnya Surat Perintah Siasat No 1, dari PB Sudirman, seluruh pasukan diwajibkan untuk hijrah pulang dan melanjutkan gerilya di daerahnya masing-masing. Pasukan Brigade III/Damarwulan, di bawah pimpinan Letkol Moch Sroedji ini, melaksanakan Wingate Action, yang melakukan perjalanan sejauh 500 kilometer selama 51 hari.
9. Belanda semakin berusaha memecah wilayah Indonesia, dengan membentuk negara boneka seperti negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur dan Negara Jawa Timur.
Tujuan Perjanjian Renville di Indonesia
Pada awalnya, perjanjian Renville yang melibatkan pihak Indonesia dan Belanda diadakan dengan beberapa tujuan yang akan dicapai. tujuan perjanjian Renville di Indonesia berbeda dengan tujuan perjanjian Linggarjati yang bertujuan untuk memberi pengakuan secara hukum atau secara de facto pada kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Beberapa tujuan perjanjian Renville di Indonesia antara lain:
1. Menunjukkan pada dunia bahwa Republik Indonesia adalah sebuah negara kecil di wilayah Indonesia
Bagi Belanda, tujuan perjanjian Renville di Indonesia yang paling utama adalah untuk menunjukkan pada dunia Internasional bahwa Republik Indonesia hanyalah sebuah negara kecil yang berada di wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia sendiri masih dibawah pengaruh kolonialisme Belanda. Belanda ingin Indonesia merubah bentuk negara kesatuan menjadi Republik Indonesia Serikat dengan Republik Indonesia sebagai salah satu bagian dari Republik Indonesia Serikat yang terdiri dari negara – negara bentukan Belanda. Hal ini menunjukkan bahwa kemerdekaan Indonesia tidak berarti bahwa pemerintahan Indonesia bisa lepas dari cengkeraman kolonialisme Belanda. Belanda masih tetap meletakkan Indonesia dibawah pemerintahannya. Walaupun pada awalnya Indonesia setuju akan pembentukan RIS, Indonesia mengalami pembubaran RIS.
Selain itu, pasca Agresi Militer Belanda I, Belanda telah menduduki beberapa wilayah yang pada akhirnya diklaim oleh Belanda. Belanda juga menetapkan batas yang jelas antara wilayah Indonesia dan wilayah Belanda dengan garis Van Mook. Nama Van Mook diambil dari nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang menjabat saat itu, Hubertus Van Mook. Garis tersebut juga disebut dengan garis status quo yang merupakan batas yang dikelilingi wilayah tanah tak bertuan yang membatasi wilayah Indonesia dengan Belanda. Garis Van Mook ini membuat wilayah Republik Indonesia menjadi semakin sempit.
2. Mendirikan negara persemakmuran di Indonesia
Dengan adanya perjanjian Renville, Belanda dalam langkah nyata untuk memecah belah persatuan dan kesatuan Indonesia. Belanda akan mengakui kedaulatan negara Indonesia hanya jika Indonesia menjadi sebuah negara persemakmuran Belanda yang pada awalnya disebut dengan uni Indonesia – Belanda. Oleh karena itu, meskipun Indonesia telah mendapat kemerdekaannya, Belanda tetap bisa memegang kontrol terhadap negara persemakmuran yang ada di wilayah Indonesia.
Selain itu, Belanda juga mendirikan negara – negara boneka dari hasil pendudukan Belanda di Agresi Militer Belanda I yang tidak termasuk dalam wilayah Republik Indonesia. beberapa negara yang didirikan oleh Belanda tersebut tergabung dalam BFO atau Bijeenkomst voor Federaal Overlag. Beberapa anggota perserikatan tersebut antara lain Negara Madura, Negara Borneo Barat, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur. Negara – negara tersebut juga lebih memihak urusan Belanda daripada Indonesia. hal ini tentu saja memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dan mempermudah Belanda dalam menjalankan kontrol terhadap bangsa Indonesia.
3. Menghentikan pertikaian pasca perjanjian Linggarjati
Bagi Indonesia, salah satu tujuan perjanjian Renville di Indonesia adalah untuk menyelesaikan masalah – masalah yang ada setelah batalnya perjanjian Linggarjati dan meletusnya Agresi Militer Belanda I. Tujuan ini juga yang melatarbelakangi Komisi Tiga Negara untuk menggelar perundingan yang melibatkan pihak Indonesia dan Belanda. Salah satu masalah yang timbul adalah perebutan kekuasaan atas beberapa daerah di wilayah Indonesia. sebagai contoh, dari hasil perjanjian Linggarjati, Indonesia telah secara hukum diakui memiliki wilayah yang meliputi Pulau Jawa, Madura, dan Sumatera. Akan tetapi, dalam agresi militer Belanda I, beberapa bagian dari daerah tersebut dikuasai Belanda dan diklaim menjadi wilayah milik Belanda dimana Indonesia harus menarik pasukan militernya dari wilayah – wilayah tersebut. Wilayah – wilayah tersebut meliputi Jawa Barat dan sebagian Sumatera.
Dengan adanya perjanjian Renville, pemerintah Indonesia berharap akan kejelasan status wilayah – wilayah tersebut. Indonesia juga berusaha memenangkan wilayah tersebut menjadi wilayah milik Republik Indonesia. akan tetapi, dalam waktu perundingan yang sangat alot, Indonesia tetap tidak bisa memenagkan wilayah tersebut. Sampai pada akhirnya perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948, wilayah republik Indonesia dinyatakan hanya meliputi ¾ wilayah Pulau Sumatera, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Hal ini tentu saja menjadi kerugian di pihak Indonesia.
4. Menghindari perang dan kerugian yang lebih besar
Tujuan perjanjian renville di Indonesia yang lain bagi pihak bangsa Indonesia sendiri adalah untuk menghindari meletusnya perang yang lebih besar dari Agresi Militer Belanda I. agresi militer yang pertama sudah merupakan kerugian besar bagi bangsa Indonesia. hal ini karena selain Indonesia kehilangan pasukan dan mengalami kerugian negara, Indonesia juga kehilangan beberapa wilayahnya yang potensial.
Sebelum dilaksanakan perundingan untuk menghasilkan perjanjian Renville, Indonesia telah menerima masukan tentang usulan yang akan diajukan Belanda dalam perjanjian. pihak Indonesia yang waktu itu diwakili oleh Mr. Amir Syarifuddin juga telah merasa apabila perjanjian ini akan merugikan Indonesia. tetapi Indonesia tidak punya banyak pilihan karena jika perundingan tidak berlangsung, kemungkinan bahwa Belanda akan kembali menyerang Indonesia akan semakin besar. Oleh karena itu perwakilan Indonesia setuju untuk mengadakan perundingan dengan tujuan ingin menghindari perang dan memperbaiki situasi dalam negeri Indonesia.
Dampak Perjanjian Renville
Akibat buruk yang ditimbulkan dari perjanjian Renville bagi pemerintahan Indonesia, yaitu:
1. Semakin menyempitnya wilayah Republik Indonesia karena sebagian wilayah Republik Indonesia telah dikuasai pihak Belanda.
2. Dengan timbulnya reaksi kekerasan sehingga mengakibatkan Kabinet Amir Syarifuddin berakhir karena dianggap menjual Negara terhadap Belanda.
3. Diblokadenya perekonomian Indonesia secara ketata oleh Belanda
4. Republik Indonesia harus memakasa menarik mundur tentara militernya di daerah gerilya untuk untuk ke wilayah Republik Indonesia.
5. Untuk memecah belah republik Indonesia, Belanda membuat negara Boneka, antara lain negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara jawa Timut.
Perundingan Renville yang berbuah perjanjian Renville sebuah hasil dari perundingan setelah terjadinya Agresi Militer Belanda pertama. Berlangsungnya perundingan ini hampir satu bulan.
Dalam perundingan ini KTN menjadi penengah, wakil ketiga negara tersebut antara lain Australia diwakili Richard Kirby, Belgia diwakili Paul Van Zeeland, Amerika Serikat diwakili Frank Graham, untuk Indonesia sendiri oleh Amir Syarifuddin dan Belanda oleh Abdulkadir Wijoyoatmojo seorang Indonesia yang memihak Belanda.
Perjanjian ini menimbulkan banyak kerugian bagi Indonesia sehingga timbulnya Agresi Militer Belanda yang Kedua.
PENUTUP
Simpulan
Jadi, jika di lihat kembali segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi sebelum diadakannya Perundingan Renville, maka penyebab awal dilaksanakannya Perundingan Renville ini tidak lain disebabkan karena terapat suatu perselisihan pendapat sebagai akibat perbedaan penafsiran ketentuan-ketentuan dalam persetujuan Linggarjati. Yang pada akhirnya hal ini menyebabkan timbulnya penyerang Belanda terhadap Indonesia ( Agresi Militer Belanda Pertama). Dan melihat Agresi yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia, Dewan Keamanan PBB memutuskan untuk membuat suatu komisi jasa yang baik bagi keduanya, yang di beri nama KTN (Komisi Tiga Negara). KTN ini sendiri juga memiliki tujuan untuk menyelesaikan sengketa dan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
Dengan disepakatinya perjanjian Renville ini, justru memojokkan keadaan bangsa kita dan semakin membuka peluang Negara Belanda pada waktu itu untuk menduduki sebagian besar wilayah Republik Indonesia, dan hal inilah yang justru dapat memicu ketidakpercayaan rakyat pada Perdana Menteri Amir Syarifuddin yang di nilai gagal karena terlalu membuka peluang Belanda untuk lebih dapat menguasai berbagai wilayah Indonesia yang di nilai lebih memiliki sumber daya alam yang melimpah, oleh karena itu dengan adanya perjanjian Renville ini sangatlah member berbagai dampak yang signifikan.
DAFTAR PUSTAKA