Rabu, 17 Oktober 2018

B181710028 - TRADISI TEREMPOH KALIMANTAN BARAT ( SINTANG )

Artikel-

Terempoh merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat melayu islam, dan tradisi ini dilakukan dalam setahun dua kali yaitu pada saat Idul Fitri dan Idul Adha. Tradisi ini awalnya dilakukan oleh para keluarga Kesultanan Sintang dan lama kelamaan seluruh lapisan Muslim di sintang mulai mengikutinya.

 

  Asal mula dilaksanakan terempoh ini dikarenakan supaya warga datang sekaligus dalam satu waktu dan agar tidak satu dua orang yang datang tetapi secara ramai-ramai mendatangi ata berkunjung ke rumah-rumah warga terdekat secara bergiliran.

 

  Nilai pancasila yang ada di tradisi ini adalah Nilai dari sila pertama Pancasila yaitu, Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai sila pertama Pancasila sangat berkaitan dengan tradisi ini karena tradisi ini dilakukan agar menjaga tali silahturami sesama, dan berdoa secara bersama-sama..

B.181710007 TRADISI DAN BUDAYA MANDI BELIMAU DI BULAN RAMADHAN BANGKA BELITUNG


B - 181710003 - TRADISI/KEBUDAYAAN SUNATAN/KHITANAN KHAS SUKU SUNDA JAWA BARAT

NAMA    : AANG PERMANA

NIM        : 181710003

KELAS     : B (PAGI)

 

PRAKTEK TRADISI DAN KEBUDAYAAN YANG MENGANDUNG NILAI PANCASILA

 

TRADISI/KEBUDAYAAN KHITANAN/SUNATAN

KHAS SUKU SUNDA JAWA BARAT

 

Indonesia adalah Negara yang sangat kaya akan suku bangsa, bahasa, budaya, tradisi, serta adat-istiadat. Salah satu suku bangsa yang sangat kaya akan tradisi dan budaya adalah suku sunda. Suku sunda sendiri berasal dari provinsi Jawa barat. Namun saat ini suku sunda sudah menyebah hampir keseluruh daerah di insonesia. Mayoritas masyarakat sunda memeluk agama Islam. Tradisi dan budaya Islam masih terus dilakukan sampai sekarang dan sebagian tradisinya ada yang bercampur dengan budaya islam dan tradisi asli orang Sunda.

Salah satu tradisi yang merupakan percampuran antara budaya Islam dan Sunda adalah tradisi khitanan atau sunatan. Dalam agama Islam hukum khitanan bagi laki-laki adalah wajib karena memiliki makna pensucian diri dan kepatuhan kepada ajaran agama Islam. Hukum khitanan atau sunat dalam masyarakat Sunda telah bercampur dengan budaya lokal yang kemudian melahirkan tradisi khitanan atau sunatan. Sehingga pada saat ini tradisi khitanan atau sunatan sudah menyebar hampir di seluruh Indonesia. Entah itu karna suku sunda sudah menyebar hampir keseluruh daratan Indonesia atau memang di setiap daerah juga punya tradisi yang sama seperti ini. Masyarakat Sunda melakukan khitanan atau sunatan pada anak laki-laki ketika masih berusia dini, yaitu 5 sampai 12 tahun. Dulu untuk melakukan khitanan, orang Sunda menggunakan jasa seorang mantri atau dalam bahasa Sunda dipanggil bengkong. 

 

Pada jaman dahulu sebelum adanya ilmu kedokteran, sunatan dilaksanakan pagi-pagi sekali dengan cara anak laki-laki yang akan disunat dimandikan atau direndam di dalam kolam hingga menggigil. Setelah menggigil lalu anak tersebut dipangku dan di bawa ke paraji sunat untuk di lakukan proses sunat. (Paraji adalah sebuah jabatan adat disuku sunda). Diantara para tamu yang datang untuk menyaksikan proses ini membawa bermacam-macam pangan, ayam untuk disembelih, petasan dan lain sebagainya sambil melantunkan Marhaban kepada Allah SWT. Pada masyarakat sunda, setelah prosesi sunatan ini selesai diselenggarakan hiburan dan acara-acara rakyat. Dan biasanya juga diadakan hajatan pada saat 2 minggu setelah prosesi khitanan dilakukan atau menunggu bekas luka khitanan mengering hingga sembuh.

 

Nilai pancasila yang terkandung dalam kebudayaan ini adalah Sila yang pertama yaitu "Ketuhana Yang Maha Esa" budaya khitanan ini mengikuti ajaran agama islam yang mewajibkan setiap laki-laki melakukan sunat atau disebut khitanan sebagai pensucian diri dan juga untuk kebersihan kesehatan alat kelamin bagi kaum laki-laki. Tak terkecuali juga bagi kaum non-muslim untuk melakukan sunat. Sunat sangat baik bagi kesehatan.

18170017-SENI BUDAYA YANG MEMPRESENTASIKAN PANCASILA


B181710062 -RADISI UPACARA SEKATEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA


     Sekaten atau upacara Sekaten (Hanacaraka:berasal dari kata Syahadatain atau dua kalimat syahadat) adalah acara peringatan ulang tahun nabi Muhammad SAW yang diadakan pada setiap tanggal 5 bulan Jawa Mulud (Rabiul Awal tahun Hijriah) di Alun-alun utara Surakarta dan Yogyakarta (Wikipedia). Meski sama-sama melakukan ritual tersebut, Sekaten Yogyakarta dengan Sekaten Surakarta memiliki perbedaan dalam perayaannya. Terdapat pendapat juga bahwa Sekaten merupakan perpaduan dari dua kata, yakni suka dan ati. Sehinga dapat didefinisikan bahwa masyarakat bersuka hati menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Konon, orang terdahulu juga menyebutkan bahwa kata sekaten diambil dari nama Kanjeng Kyai Sekati yang dipercaya sebagai gamelan Pusaka Kraton.
Di Yogyakarta  Sekaten merupakan event tahunan yang selalu dinanti-nanti traveler dan biasa diadakan di Kraton Yogyakarta. Biasanya dilakukan pada malam hari dan dahulu kala tujuan utamanya merupakan sarana penyebaran agama Islam seperti yang dilakukan oleh sang pendiri Keraton Yogyakarta Hadiningrat yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono I. Perhelatan tersebut dilakukan secara sakral selama 7 hari berturut-turut. 
Berikut urutan prosesi pelaksanaan upacara Sekaten yang terbagi menjadi 5 tahapan 
1. Tahap Persiapan
merupakan tahap awal yang terdiri atas persiapan fisik dan non fisik. Persiapan Non fisik berupa sikap dan perbuatan  yang harus dilakukan para abdi dalem yang bertugas sebelum upacara seperti berpuasa dan mandi jumus untuk menyucikan diri. Sedangkan persiapan fisik meliputi  benda-benda dan perlengkapan yang dibutuhkan saat upacara berupa :
a. Gamelan Sekaten Pusaka bernama Kanjeng  Kyai Sekaten.
b. Gending-gending khusus mahakarya Walisongo antara lain: Rambu Pathet Limo,    Lunggadhung pelog pathet limo, Atur-atur pathet nem, Andong-andong pathet limo, Rendheng pathet limo, Jaumi pathet limo, Gliyung pathet nem,  Dhindang Sabinahpathet nem, Muru Putih, Orang-orang pathet nem, Ngajatun pathet nem, Bayem Tur pathet nem, Supiatun pathet barang, Srundheng gosong pelog pathet barang.
c. beberapa uang logam untuk disebarkan dalam upacara udhik-udhik
d. Naskah riwayat Maulud Nabi Muhammad SAW Yang dibacakan oleh Kyai Pengulu tanggal 11 Rabiulawal malam.
e. Sejumlah bunga kanthil yang akan disematkan pada daun telinga kanan Sri Sultan dan pengiringnya saat hadir dalam pembacaan naskah riwayat diatas.
f. Busana seragam baru dan samir khusus bagi para niaga penabuh gamelan.
2. Tahap gamelan Sekaten dibunyikan
Upacara diawali dengan iring-iringan punggawa kraton dari pendopo Ponconiti menuju masjid Agung di Alun-alun Gede. Bersamaan dengan 2 set gamelan  Kyai Nogowilogo yang menempati  sisi utara masjid dan Kyai Gunturmadu  yang menempati Pagongan di sisi selatan masjid, dimana kedua set gamelan dimainkan secara berselang seling mulai dari pukul 19.00-23.00 WIB. Pada prosesi inilah penyebaran udhik-udhik dilakukan. Dimulainya penabuhan gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati inilah yang merupakan titik awal penanda bahwa Ritual Sekaten sudah dimulai.
3. Tahap  Gamelan Sekaten dipindahkan ke Halaman Masjid Agung
Pada pukul 24.00 wib gamelan dipindahkan ke masjid agung dengan iring-iringan prajurit karaton yaitu Prajurit Mantrijero dan Prajurit Ketanggung. Di masjid tersebut gamelan dibunyikan kembali berselang-seling  sebanyak 3 kali dalam sehari selama 7 hari 7 malam.
5. Tahap Sri Sultan Hadir di Masjid Besar
Pada malam ke-7 Tanggal 11 Rabiul awal dilaksanakan pembacaan riwayat naskah Maulud Nabi Muhammad SAW oleh Kanjeng Raden Pengulu hingga pukul 24.00 WIB. Dilanjutkan dengan do'a dan setelahnya sultan mengucapkan salam dan kembali menuju kraton.
6. Tahap Kondur Gongso
Setelah Sultan meninggalkan Masjid Agung, Gamelan Sekaten dibawa kembali ke Kraton (Kondur Gongso) dan ini menjadi pertanda bahwa ritual sekaten telah usai.
Selain itu acara ini biasanya ditandai dengan Numplak Wajik dan acara puncak Grebeg Mauludan dengan iring-iringan. Sekaten sendiri tak sekedar bersifat ritual sakral semata, melainkan juga berfungsi sebagai pesta hiburan rakyat. Karena selain prosesi sakral diatas dalam pelaksanaanya didukung dengan kemeriahan Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) di sekitaran Alun-alun Gede. Arena permainan yang menarik dan meriah seperti komedi putar, biang lala, ombak banyu, penampilan sirkus dll turut dihadirkan. Berbagai macam stand-stand kuliner tradisional dan stand pakaian yang biasa disebut awul-awul dengan harga yang terjangkau dan ekonomis menjadi pilihan para pengunjung yang ingin berbelanja dan berburu kuliner.
Dalam tradisi upacara "Sekaten" memperoleh nilai nilai Pancasila yaitu pada sila ke- 1 "Ketuhanan yang maha Esa" melalui Kecintaan kepada Nabi, sekaligus menumbuhkan kecintaan kepada ajarannya yang diwujudkan dengan ketaatan melaksanakan dan memperingati ajaran agama. 

B 181710011 Tradisi Omed-omedan dari Bali

KEBUDAYAAN DAN TRADISI YANG MENGANDUNG NILAI NILAI PANCASILA

 

NAMA            : Muhammad Yanuardiansyah

NIM                : 181710011

KELAS           : HUKUM B Semester 1

 

Tradisi Omed-omedan dari Bali

Omed-omedan adalah Upacara yang diadakan oleh pemuda-pemudi Banjar Kaja, Sesetan, Denpasar yang diadakan setiap tahun. Omed-omedan diadakan setelah hari raya Nyepi, yakni pada hari ngembak geni untuk menyambut tahun baru Saka. Omed-omedan berasal dari bahasa Bali yang artinya tarik-tarikan. Asal mula upacara ini tidak diketahui secara pasti, namun telah berlangsung lama sejak jaman nenek moyang dan dilestarikan secara turun temurun. Omed-omedan melibatkan sekaa teruna teruni atau pemuda-pemudi yang berumur 17 hingga 30 tahun dan belum menikah.

Prosesi Omed-omedan dimulai dengan persembahayangan bersama untuk memohon keselematan. Usai sembahyang, peserta dibagi dalam dua kelompok, laki-laki dan perempuan. Kedua kelompok tersebut mengambil posisi saling berhadapan di jalan utama desa. Setelah seorang sesepuh memberikan aba-aba, kedua kelompok saling berhadapan, dengan dipandu oleh para polisi adat (pecalang). Kemudian, secara bergantian dipilih seorang dari masing-masing kelompok untuk diangkat dan diarak pada posisi paling depan barisan. Kedua kelompok ini kemudian saling beradu dan kedua muda-mudi yang diposisikan paling depan harus saling berpelukan satu sama lain. Saat keduanya saling berpelukan, masing-masing kelompok akan menarik kedua rekannya tersebut hingga terlepas satu sama lain. Jika kedua muda-mudi ini tidak juga dapat dilepaskan, panitia akan menyiram mereka dengan air hingga basah kuyup. Ketika pasangan muda-mudi saling bertemu dan berpelukan erat, ada kalanya mereka akan saling beradu pipi, kening, dan bahkan bibir.

Peserta upacara ini terdiri dari 40 pria dan 60 wanita. Sisa peserta akan dicadangkan untuk tahap berikutnya. Upacara ini dilakukan hingga jam 17.00 waktu setempat.

Nilai nilai yang terkandung dalam tradisi Omed-omedan

Dari penjelasan diatas tentang tradisi Omed-omedan, terdapat beberapa nilai nilai yang terkandung yang selaras dengan nilai nilai Pancasila yaitu

·         Nilai Sosial, yaitu untuk memupuk rasa kesetiakawanan diantara warga masyarakat. Prinsip ini selalu mengutamakan hidup yang selaras, serasi harmonis, dan berkesinambungan dalam hubungannya dengan orang lain. Ketika mereka berkumpul bersama tidak ada perbedaan status sosial diantara mereka. Dalam hal ini juga mereka seolah-olah ingin menyatukan diri sebagai satu komunitas yang sederajat. Nilai tersebut memiliki nilai yang sama dengan nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila yang ada pada sila ke 2 dan ke 3 yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Persatuan Indonesia.

·         Nilai Keharmonisan, guna menjaga keseimbangan dan keutuhan masyarakat memerlukan adanya pengendalian sosial yang dianggap dapat berperan positif dalam mengurangi ataupun menyelesaikan terjadinya konflik. Dengan upacara tradisi Omed-omedan ini dapat meredam konflik konflik yang terjadi dalam masyarakat. Nilai ini juga memiliki nilai nilai yang sama dengan Pancasila, yaitu pada sila ke 3.

·         Nilai Solidaritas dan persatuan, upacara ini juga berfungsi memupuk dan melestarikan solidaritas dan partisipasi kemasyarakatan dengan konsep saling asih dan saling asuh sebagai konsep dasar yang selama ini diyakini dapat memelihara kebersamaan dan kekeluargaan antar masyarakat. Sama juga dengan nilai keharmonisan, nilai ini memiliki kesamaan dengan nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila yang terdapat pada sila ke 3.

B 181710011 Tradisi Omed-omedan dari Bali

KEBUDAYAAN DAN TRADISI YANG MENGANDUNG NILAI NILAI PANCASILA

 

NAMA            : Muhammad Yanuardiansyah

NIM                : 181710011

KELAS           : HUKUM B Semester 1

 

Tradisi Omed-omedan dari Bali

Omed-omedan adalah Upacara yang diadakan oleh pemuda-pemudi Banjar Kaja, Sesetan, Denpasar yang diadakan setiap tahun. Omed-omedan diadakan setelah hari raya Nyepi, yakni pada hari ngembak geni untuk menyambut tahun baru Saka. Omed-omedan berasal dari bahasa Bali yang artinya tarik-tarikan. Asal mula upacara ini tidak diketahui secara pasti, namun telah berlangsung lama sejak jaman nenek moyang dan dilestarikan secara turun temurun. Omed-omedan melibatkan sekaa teruna teruni atau pemuda-pemudi yang berumur 17 hingga 30 tahun dan belum menikah.

Prosesi Omed-omedan dimulai dengan persembahayangan bersama untuk memohon keselematan. Usai sembahyang, peserta dibagi dalam dua kelompok, laki-laki dan perempuan. Kedua kelompok tersebut mengambil posisi saling berhadapan di jalan utama desa. Setelah seorang sesepuh memberikan aba-aba, kedua kelompok saling berhadapan, dengan dipandu oleh para polisi adat (pecalang). Kemudian, secara bergantian dipilih seorang dari masing-masing kelompok untuk diangkat dan diarak pada posisi paling depan barisan. Kedua kelompok ini kemudian saling beradu dan kedua muda-mudi yang diposisikan paling depan harus saling berpelukan satu sama lain. Saat keduanya saling berpelukan, masing-masing kelompok akan menarik kedua rekannya tersebut hingga terlepas satu sama lain. Jika kedua muda-mudi ini tidak juga dapat dilepaskan, panitia akan menyiram mereka dengan air hingga basah kuyup. Ketika pasangan muda-mudi saling bertemu dan berpelukan erat, ada kalanya mereka akan saling beradu pipi, kening, dan bahkan bibir.

Peserta upacara ini terdiri dari 40 pria dan 60 wanita. Sisa peserta akan dicadangkan untuk tahap berikutnya. Upacara ini dilakukan hingga jam 17.00 waktu setempat.

Nilai nilai yang terkandung dalam tradisi Omed-omedan

Dari penjelasan diatas tentang tradisi Omed-omedan, terdapat beberapa nilai nilai yang terkandung yang selaras dengan nilai nilai Pancasila yaitu

·         Nilai Sosial, yaitu untuk memupuk rasa kesetiakawanan diantara warga masyarakat. Prinsip ini selalu mengutamakan hidup yang selaras, serasi harmonis, dan berkesinambungan dalam hubungannya dengan orang lain. Ketika mereka berkumpul bersama tidak ada perbedaan status sosial diantara mereka. Dalam hal ini juga mereka seolah-olah ingin menyatukan diri sebagai satu komunitas yang sederajat. Nilai tersebut memiliki nilai yang sama dengan nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila yang ada pada sila ke 2 dan ke 3 yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Persatuan Indonesia.

·         Nilai Keharmonisan, guna menjaga keseimbangan dan keutuhan masyarakat memerlukan adanya pengendalian sosial yang dianggap dapat berperan positif dalam mengurangi ataupun menyelesaikan terjadinya konflik. Dengan upacara tradisi Omed-omedan ini dapat meredam konflik konflik yang terjadi dalam masyarakat. Nilai ini juga memiliki nilai nilai yang sama dengan Pancasila, yaitu pada sila ke 3.

·         Nilai Solidaritas dan persatuan, upacara ini juga berfungsi memupuk dan melestarikan solidaritas dan partisipasi kemasyarakatan dengan konsep saling asih dan saling asuh sebagai konsep dasar yang selama ini diyakini dapat memelihara kebersamaan dan kekeluargaan antar masyarakat. Sama juga dengan nilai keharmonisan, nilai ini memiliki kesamaan dengan nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila yang terdapat pada sila ke 3.

B 181710111-Tradisi Ngejot Bali

Rico Renaldi
Pin 181710111
KelasB

                                     Ngejot (bali)

   Kebiasaan bagi masyarakat untuk memberi dan diberi (berupa makanan). Bertujuan untuk menguatkan ikatan sosial di masyarakat, baik saudara maupun tetangga. Dilakukan saat salah satu keluarga ataupun masyarakat ada kegiatan upacara agama, kebiasaan ini juga dilakukan antara penduduk Bali Hindu dan non Hindu. Ngejot adalah tradisi memberikan makanan kepada para tetangga sebagai rasa terima kasih. Tradisi Ngejot dilaksanakan oleh masyarakat Hindu dan Islam. Bagi umat Hindu, tradisi ini digelar untuk Hari Raya Galungan, Nyepi dan Hari Raya Kuningan. Dan bagi umat Islam, tradisi tersebut dilaksanakan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Umat Islam di Desa Pegayaman, Kabupaten Buleleng, Bali melestarikan tradisi ini dengan memberikan makanan dan minuman kepada tetangga sekitar rumah begitu juga dengan umat Hindu. Makanan yang diberi kepada tetangga sudah dalam bentuk siap saji dan kue serta buah-buahan. Umat Hindu memberikan makanan berupa urap, lawar, daging babi, dan umat Islam memberikan makanan khas Lebaran seperti opor ayam. Tradisi Ngejot sebagai simbol kerukunan antarumat beragama sehingga tetap mesra dan harmonis. Tradisi ini juga sebagai simbol kemesraan dan tali persaudaraan antara Hindu dan Islam di tanah Dewata. Tradisi ngejot bagi pemeluk agama Islam di Bali masih terjaga hingga saat ini, khususnya di daerah pedesaan.

   Sila ke 3. Persatuan indonesia.
Tradisi tersebut sesuai dengan sila ke3, bertujuan untuk menguatkan ikatan sosial masyarakat, hal ini mencerminkan kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia dengan saling berbagi, memberi dan diberi.