Sabtu, 19 Mei 2018

(HUKUM01-171710327) TERORISME YANG MELANGGAR HAM DALAM BERKEHIDUPAN YANG DAMAI

Secara etimolgi, perkataan "terror" berasal dari kata Latin "terrere" yang dalam bahasa inggris diterjemahkan dalam perkataan "to fright"yang dalam bahasa Indonesia berarti "menakutkan" atau "mengerikan". Rumusan teerorisme secara terminologis, sampai saat ini masih menjadi perdebatan meskipun sudah ahli yang merumuskan dan dirumuskan di dalam peraturan perundang-undangan.

            Ketiadaan defisini hukum internasional mengensi terorisme tidak serta merta berarti meniadakan definisi hukum tentang terorisme. Menurut hukum nasional masing-masing Negara, disamping bukan berarti meniadakan sifat jahat perbuatan itu dan dengan demikian lantas bisa diartikan bahwa para pelaku terorisme bebas dari tuntutan. Pada dasarnya istilah "terorisme" merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sangat sensitive karena terorisme menyebabkan terjadinya pembunuhan dari penyengsaraan terhadap orang-orang yang tidak berdosa. Tidak ada Negara di dunia ini yang mau dituduh sebagai pendukung terorisme atau menjadi tempat perlindungan bagi kelompok-kelompok terorisme.

            Tidak ada pula Negara yang mau dituduh tindak terorisme karena menggunakan kekuatan(meliter). Ada yang mengatakan seseorang bisa disebut teroris sekaligus juga sebagai pejuang kebebasan. Hal ini tergantung dari sisi mana memadangnya. Itulah sebabnya, sampai saat ini tidak (belum) ada definisi terorisme yang dapat diterima secara universal. Masing-masing Negara mendefinisikan terorisme menurut kepentingan dan keyakinan mereka sendiri untuk mendukung kepentingan nasionalnya.

            AS merupakan sebagai Negara yang pertama kali mendeklarasikan "war on terrorism" (perang melawan terorisme), sangat jelas telah secara tidak konsisten menggunakan terorisme. Ketidak konsistenan AS dalam menggunakan istilah terorisme telah menimbulkan kesan bahwa apa yang disebut dengan perang melawan pihak-pihak yang mengancam kepentingan AS dan bertentangan dengan kenyataan. Sebab merujuk pada Anti Terorisme AS, terorisme berkaitan dengan penggunaan kekuatan (force)  dalam mencapai tujuan politik dala politik internasional. Menurut undang-undang tersebut, ada dua kelompok yang termasuk katagori teroris

-          Bangsa dan kelompok yang menggunakan kekuatan

-          Bangsa-bangsa yang membuat keputusan berdasarkan ideology dan berdasarkan ideology itu mereka menggunakan kekuatan.

                                                                                   

            Kelompok neo-konservatif ini dengan bantuan media massa yang ada sengaja mengacaukan makna dua hal berbeda, yaitu terorisme dna perjuangan yang sah. Tidak jarang pula, perjuangan pembebabasan tahan air disamarataikan dengan terorisme seperti yang terjadi pada menyempitkan istilah terorisme hanya pada terorisme pribadi atau kelompok dan menafikan adanya terorisme Negara (state terrorism).

            Tidak ada suatu masalah jika seseorang, kelompok orang, suatu bangsa, atau Negara membuat keputusan apakah berdasarkan ideology tertentu seradikal apa pun atau tidak, asal dalam mewujudkan tujuannya tidak melalui aksi kekerasan melainkan melalui jalam demikrasi.

            Dari unsur perspektif Hukum Nasoinal Indonesia, kejahatan terorisme dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana. Unsur-unsur untuk memasukkan terorisme sebagai tindak pidana dapat diketahui dengan pemahaman tentang aspek-aspek mendasar berkaitan dengan tindak pidana. Masalah pokok yang berhubungan dengan hukum pidana adalah membicarakan tiga hal,yaitu

-          Perbuatan yang dilarang

-          Orang yang melakulan perbuatan yang dilarang

-          Pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran itu.

            Dalam pandangan KUHP, yang dapat menjadi subyek tindak pidana adalah seseorang manusia sebagai oknum. Hal ini mudah terlihat pada perumusan-perumusan dari tidak pidana dalam KUHP yang mendampakan daya berfikir sebagai syarat bagi subyek tindak pidana itu sendiri, juga terlihat pada wujud hukuman/atau pidana termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan dan denda.

Berdasarkan bunyi Pasal 55 KUHP, maka yang dimaksud dengan pelaku tindak pidana adalah:

-          Orang yang melakukan (pleger)

-          Yang menyuruh melakukan (memberi perintah) Doen pleger

-          Orang yang turut serta melakukan (dader) dan

-          Orang yang membujuk melakukan

                                                                                   

            Orang yang melakukan adalah seseorang yang secara sendiri melakukan semua unsur-unsur dari suatu tindak pidana. Di samping itu, dalam kenyataan sehari-hari orang yang tidak berani secara langsung melakukan sendiri tindak pidana tetapi melibatkan orang  lain untuk melakukannya, baik dengan cara membayar orang lain, maupun dengan cara lain sehingga orang lain itu melakukan apa yang dikehendaki. Hal ini dapat trjadi misalnya dalam hal tindak pidana pebunuhan (Pasal 338 atau Pasal 340 KUHP).

            Orang yang mempunyai niat atau maksud menghilangkan nyawa korban atau musuh tidak berani untuk melakukannya sendiri, ia membayar orang lain untuk melakukannya oran lain di sini tidak termasuk orang-orang yang dikecualikan dari hukuman seperti halnya pada menyuruh melakukan. Jika meskipun orang yang mempunyai niat atau maksud itu tidak melakukan sendiri perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa (pembunuhan), akan tetapi dianggap (dalam hal pertanggungjawabkan pidananya, kedua-duanya si pelaku langsung dan yang membayarnya dapat dipertanggungjawabkan).

            Orang yang menyuruh melakukan, harus ada dua orang yaitu orang yang menyuruh melakukan tindak pidana itu dan orang yang disuruh melakukan. Orang yang disuruh melakukan tindak pidana itu tidak melakukan unsur-unsur dari suatu tindak pidana, akan tetapi orang yang disuruhlah yang melakukan unsur-unsur dari suatu tindak pidana tersebut.  Orang yang disuruh dalam hal ini adalah orang-orang yang disuruhlah yang melakukan unsur-unsur dari suatu tindak pidana tersebut. Orang yang disuruh dalam hal ini adalah orang orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan orang-orang yang dikecualikan dari hukuman, mereka hanya dianggap sebagai alat semata (missal orang gila). Dengan demikian meskipun orang yang menyuruh ini tidak melakukan sendiri tindak pidana, akan tetapi dialah yang dianggap sebagai pelaku dan yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan orang yang disuruhnya tersebut.

            Orang yang membujuk melakukan, dalam hal ini paling sedikit juga harus ada dua orang, yaitu orang yang membujuk yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dan orang yang dibujuk atau digerakkan untuk melakukan tindak pidana, dan kedua-duanya dapat dipertanggungjawabkan. Berbeda dengan meyuruh melakukan, orang yang disuruh adalah orang-orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak ada digunakan sarana, cara lain dalam menyuruh melakukan tersebut, sedangkan dalam hal membujuk orang yang dibujuk tersebut dapati dipertanggungjawabkan. Dan dalam hal melakukan bujukan atau pergerakkan ini ada sarananya atau cara yang ditentukan oleh undang-undang.

            Berbicara tentang HAM dan Terorisme yang tidak asing lagi ditelinga kita yaittu banyaknya kejadian yang tak terduga-duga akibatnya bisa memusnahkan banyak nyawa warga Negara kita khusunya Indonesia. Isu pentingnya dalam revisi undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme kembali mencuat seiring dengan berjalananya peristiwa bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu,Jakarta. Pemerintah selaku inisiator revisi mendesak DPR segera menuntaskan proses legislasi UU tersebut. Sejumlah padal baru yang diklaim sebagai solusi untuk menggantisipasi berkembangnya tindak pidana terorisme, pasal-pasal itu juga seolah bentuk penggambaran pemerintah bahwa tindak pidana terorisme merupakan tindak pidana luar biasa yang harus diperlakukan secara khusus.

            Pada saat itu, penelitian Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus AT Napitupulu menyatakan, secara umum draft RUU yang dirancang pemerintah didesain lebih baik ketimbang UU yang berlaku saat ini. Namun, ada sejumlah isu krusial dalam draft tersebut yang rentan melanggar hak asasi manusia. Potensi melanggar HAM timbul dari sejumlah pasal yang direkomendasikan oleh pemeritah secara sepihak demi alasan keamanan tanpa mempertimbangkan HAM dan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Harusnya dan memang harus pelanggaran HAM dihindari secara dini.

            Sejalan dengan perdebatan public, pasal krusial pertama yang berpotensi melanggar HAM adalah soal bagaimana penambahan masa pemangkapan dan penambahan terhadap terduga teroris. Dalam draft tersebut, pemerintah menambah masa penahanan terduga teroris dari semula enam bulan menjadi 540 hari hingga proses penuntutan. Meski teroris berbeda dengan tindak pidana lain, pemerintah seharusnya tetap mengedepankan berbagai pertimbangan dalam mengeluarkan kebijakan. Pasalnya, pedekatan yang dibangun dalam UU Terorisme sejak awal adalah pendekata due procces atau pendekatan yang menutamakan keadilan dan hak tersangka/terdakwa.

            Pendekatan due procces seiring berjalan dengan pendekatan criminal justice, dimana aparan hukum diberi batasan dalam melakukan penanggulangan dalam setiap tindak pidana, termasuk terorisme gar tidak melanggar HAM. Berdasarkan catatan ICJR, tak ada satu pun kasus terorisme yang tidak dibawa ke persidangan dan tidak diputus bersalah. Dan menunjukan bahwa lamanya penahanan dalam UU yang berlaku saat ini masih efektif dan tidak perlu direvisi.

            Selain berpotensi kuat melanggar HAM, penambahan masa tahanan juga bertentangan dengan Internaional Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang bertujuan untuk mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sipil dan politik. Ditekanan bahwa tersangka atau terdakwa harus segera mungkin dihadapkan ke muka persidangan untuk kepentingan pembuktian.

            Pasal kedua yang dianggap akan melanggar HAM yakni saol masa penangkapan terduga teroris dari 7x24 jam menjadi 30 hari hingga penempatan statusnya lebih lanjut. Terbtnya pasal itu akibat dari tidak pahamnya pemerintah atas definisi penahanan. Masa penahanan dalam UU saat ini juga sebenarnya sudah bertentangan dengan ketentuan penangkapan yang diatur dalam KUHAP, yakni 1x24 jam. Namun lantaran terorisme dianggap sebagai tindak pidana yang berdampak signifikan, sehingga masa penabgkapan dalam UU saat ini dianggap wajar.

            Penangkapan merupakan proses paling krusial bagi Kepolisian menetukan status seseorang lebih lanjut. Dalam haii ini juga, Kepolisin dituntut memiliki minimal dua alat ukti yang cukup untuk meningkatkan status tersangka orang yang ditangkap. Dan jika masa penangkapan ditambah signifikan, Erasmus khawatir kepolisian akan bertindak tanpa mengutamakan alat bukti dab mengesampingkan HAM dari seseorang yang diringkus karena diduga teroris.

            Berbicara tentang kaitan terorisme dan HAM ialah adanya pelanggaran yang disebabkan oleh aksi teror yang melanggar hak-hak asasi manusia khusunya hak sipil dan politik dimana hak sipil tersebut, tercantum pula pada DUHAM. Menyebutkan dalam Pasal 3 Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia menyatakan "Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu". Terdapat pula dalam Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diterima oleh majelis Umum PBB pada tanggal 16 Desember 1966. Isi dari konvenan yang terkait dengan pelanggaran HAM yang disebabkan oleh tindakan terorisme yaitu ha katas hidup, dan hukuman mati hanya untuk kejahatan berat.

            Dari dua pasal yang menjelaskan tentang HAM dan Terorisme, bahwasanaya seorng terorisme telah mangambil hak hidup dari rakyat sipil yang menjadi korban terorisme. Dan menyebutkan melanggar peraturan-peratura terkait hak asasi manusia. Maka bisa saja dianggap wajar apabila para terorisme yang bersalah secara fatal dalam tindakan terorisme tersebut di hukum dengan hukuman yang sangat berat. Karena telah mengorbankan tidak hanya satu atau dua orang yang mereka renggut dan mereka warga sipil tetapi bisa sampai puluhn bahkan ribuan yang menjadi korban. Dan para erotis pun telah mengambil hidup mereka, yang dimana pastinya setiap korban terorisme minggalkan sanak keluarganya yang masih hidup, da itu diaggap tindakan pelanggaran HAM.  

 

RATNA DEWI LESTARI


Gagasan Pemikiran Tentang HAM dan Terorisme (HUKUM 02- 171710736)

 A. PEMERINTAHAN INDONESIA

 

1. Konstitusi

Konstitusi di Indonesia yang berlaku adalah Undang-Undang Dasar 1945. Dalam sejarahnya pernah menggunakan beberapa macam

 

18 Agustus 1945-27 Desember 1949 menggunakan UUD 19452.

 27 Desmber 1949-15 agustus 1950 menggunakan Konstitusi RIS 19493.

16 agustus 1950-5 juli 1959 menggunakan Undang-Undang Dasar sementara(UUDS) 19504.

 5 Juli 1959-sekarang menggunakan kembali UUD 1945O rganisasi negara, yang meliputi pengaturan tentang:

 

Bentuk umum pemerintahan;

 

Lembaga legislatif yang terdiri dari Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR),dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), partai, pengambilan keputusan, legislasi,c.

Pemerintah, komposisi pemerintahd.

Pemerintah lokal;e.

Peradilan

 

2. Kekuasaan Eksekutif

Indonesia menganut system pemerintahan presidensial. Pemegang kekuasaaneksekutif dalam negara ini adalah Presiden , dipilih oleh Rakyat dalam PEMILU langsung untuk masa jabatan lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali, calon presiden danwakilnya dipilih secara berpasangan yang diusung oleh partai politik yang menggenapi 20%suara parlemen.Presiden tidak bertanggung jawab kepada majelis bicameral (DPR dan DPD), dan berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR. namun Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR dalam pembentukan undang-undang tersebut dan anggaran pendapatan belanja negara. Di tingkat regional, pemerintahan provinsi dipimpin olehseorang gubernur, sedangkan di pemerintahan kabupaten/kotamadya dipimpin oleh seorang bupati/walikota.

3. Dewan Pertimbangan presiden (WATIMPRES)

Presiden mengangkat dewan pertimbangan yang berhak memberikan pertimbangandan nasehat kepada presiden tentang jalannya pemerintahan.

 

4. Kekuasaan Legistlatif

Sistem ParlemenKekuasaan legislatif dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dipegang oleh Parlemen(Majelis Permusyawaratan rakyat) yang terdiri atas dua kamar (bikameral), yaitu DPR danDPD. Kedua kamar ini memiliki kedudukan yang terpisah, DPR memiliki fungsi legislasi penuh, pengawasan dan anggaran sedangkan DPD hanya memberikan usulan.Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan undang-undangdasar, melantik presiden dan wakil presiden.

 

5Kekuasaan Yudikatif 

 Lembaga Yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan olehMahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah Agung sebagailembaga kehakiman tertinggi bersama badan-badan kehakiman lain yang berada di bawahnya. Fungsi MA adalah melakukan pengadilan, pengawasan, pengaturan, memberinasehat, dan fungsi adminsitrasi. Mahkamah Konstitusi bertugas menguji undang-undangterhadap UUD (Yudicial review), memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara,memutus pembubaran partai politik, dan memutus sengketa hasil PEMILU.

 

B. PEMERINTAHAN INGGRIS1.

 

Konstitusi

Kerajaan Inggris adalah negara monarki konstitusional, dengan kekuasaan eksekutifdipegang oleh Perdana Menteri dan menteri-menteri dalam kabinet yang mengepalaidepartemen-departemen. Menteri-menteri ini berasal dari dan sekaligus bertanggung jawab

kepada Parlemen, lembaga legislatif. Kerajaan Inggris adalah salah satu dari sedikit negara-negara di dunia saat ini yang tidak memiliki konstitusi tunggal dan tertulis. Sebaliknya, yang berlaku di negara ini adalah, konvensi-konvensi, hukum yang berlaku umum, kebiasaan-kebiasaan tradisional, dan bagian-bagian yang terpisah dari hukum tata negara.

 

Kekuasaan Eksekutif

Kerajaan Inggris merupakan sebuah negara berbentuk monarki dengan sistem pemerintahan parlementer yang menganut paham demokrasi. Pemegang kedalutan, yaituRatu Elizabeth II sejak 1952, adalah kepala negara yang juga bertindak sebagai kepala darilembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta panglima tertinggi angkatan bersenjata dan pemimpin Gereja Inggris (Church of England). Dalam praktiknya, kekuasaan membuathukum dan peraturan perundang-undangan dilakukan melalui parlemen. Dalam tradisi asliInggris, pemegang kedaulatan berkuasa tidak berdasar atas sebuah aturan, namun saat ini,Ratu pun tunduk para hukum, mengatur hanya bila mendapat persetujuan parlemen, dan bertindak atas nasihat para menterinya.

 

Dewan Penasehat

Lembaga yang dalam bahasa aslinya disebut dengan nama The Privy Council inidahulu merupakan sumber utama kekuasaan eksekutif. Namun, diterapkannya sistem kabinetdalam pemerintahan yang dimulai sejak abad ke-18 mengakibatkan peran eksekutif lebih banyak diambil oleh kabinet. Saat ini, Dewan Penasihat adalah jalur bagi para menteri untuk menyampaikan nasihatnya bagi Ratu. Terdapat sekitar 500 anggota Dewan Penasihat yangdiangkat untuk menjabat seumur hidup. Keanggotaan Dewan Penasihat terdiri dari seluruhanggota kabinet, politisi-politisi senior, hakim-hakim senior, dan beberapa perwaikilan dariPersemakmuran (the Commonwealth). Hanya anggota yang berada dalam pemerintahan yangmemainkan peran dalam pembentukan kebijakan. Perdana Menteri memiliki hak untukmemberikan rekomendasi kepada Ratu dalam menunjuk anggota baru Dewan Penasihat.

 

Monarki

Sebagai hasil dari proses panjang berlangsungnya sejarah Kerajaan Inggris, kekuasaanabsolut monarki secara bertahap terus dikurangi. Kini, tradisi menjadi berubah di mana Ratumengikuti nasihat dari para menteri. Secara formal, Ratu memiliki kewenangan untukmenunjuk pemangku jabatan-jabatan penting, termasuk Perdana Menteri, para menteri,hakim, pejabat angkatan bersenjata, gubernur, diplomat, serta uskup-uskup senior padaGereja Inggris. Dalam urusan luar negeri, Ratu sebagai kepala negara, berwenang untukmenyatakan perang ataupun damai, menyatakan pengakuan bagi negara lain, membuat perjanjian kesepakatan internasional, serta mengambil alih atau melepas wilayahkerajaannya.

 

Hubungan Antara Monarki dengan Pemerintah

Dalam sistem ketatanegaraan Kerajaan Inggris, Ratu memiliki hubungan yang khususdengan Perdana Menteri, figur politik senior dan amat dihormati dalam pemerintahan Inggrisyang berasal dari partai politik berkuasa. Walaupun secara konstitusional ia merupakan pemimpin kerajaan yang harus netral dalam berpolitik, namun Ratu tetap berwenangmemberikan kesempatan bagi Perdana Menteri untuk melakukan dengar pendapatdengannya. Dalam hal audiensi, Ratu menyediakan waktu secara berkala bagi PerdanaMenteri untuk bertemu dengannya, di mana Ratu berhak sekaligus berkewajiban untukmenyampaikan pemandangannya mengenai masalah pemerintahan. Apabila tidak ada waktu bagi mereka untuk bertemu, maka selanjutnya mereka berkomunukasi melalui telepon.Pertemuan ini, sebagai sebuah pertemuan antara Ratu dan kepala pemerintahan, dilakukansecara amat pribadi. Setelah menyampaikan pandangannya, Ratu mendengarkan nasihat dariPerdana Menterinya. Selain itu, Ratu juga terlibat dalam pelaksanaan dalam pemilihan umum(pemilu). Sewaktu-waktu, Perdana Menteri yang sedang menjabat dapat meminta persetujuanRatu untuk membubarkan parlemen dan meminta mengadakan pemilu baru.    Setelahpemilu, penunjukan Perdana Menteri juga menjadi hak prerogatif Ratu dengan didasarkan padakonvensi yang berlaku sebagai sumber hukum

 

Kekusaan Legislatif

Lembaga Legislatif di Kerajaan InggrisSecara teori, keluarga kerajaan memiliki kekuasaan yang amat besar dalam sebuahmonarki seperti Inggris. Namun, walaupun tidak seluruhnya, peran yang dilakukannya Ratu,dalam hal ini terutama hanya yang bersifat seremonial. Monarki merupakan bagian yangterintegrasi dari Parlemen (sebagai Crown-in-Parliament) dan secara teori memberikankekuasaan kepada Parlemen dalam hal pembuatan undang-undang. Sebuah KeputusanParlemen tak akan menjadi sebuah hukum sebelum disetujui oleh monarki (dalam hal inidikenal dengan sebutan Royal Assent). Dalam praktiknya, sejak Ratu Anne pada 1708, tak pernah lagi ada seorang raja/ratu yang menolak menyetujui rancangan undang-undang yangtelah disetujui oleh Parlemen.

 

A. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN SISTEM PEMERINTAHAN INGGRIS DAN SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

Persamaan:

1.Lembaga legislatif kedua negara menganut sistem bikameral (dua kamar)

2.Keduanya menganut sistem multipartai

 

Perbedaan:

1.Inggris menganut system pemerintahan parlementer sedangkan Indonesia menganutsistem presidensial.

 

2.Inggris tidak memiliki konstitusi tunggal dan tertulis, sedangkan Indonesia memilikiKonstitusi tunggal dan tertulis dalam UUD 1945

 

3.Dalam pemerintahan Inggris menteri-menteri dalam kabinet bertanggung jawabkepada parlemen sedangkan menteri dalam kabinet pada pemerintahan Indonesia bertanggung jawab kepada eksekutif dalam hal ini presiden

 

4.Pemegang kekuasaan eksekutif inggris dalam hal ini perdana menteri, dipilih oleh ratudari partai yang berkuasa sedangkan Presiden di Indonesia dipilh oleh rakyat melaluiPEMILU Langsung.

 

5.Inggris tidak memiliki lembaga perdilan tertinggi, Indonesia memiliki lembaga peradilan tertinggi yakni Mahkamah Agung.

 

Kesimpulannya adalah pemerintahan Inggris yang mengusung konsep monarki jelas berbeda dengan konsepkesatuan republik yang dibawa oleh pemerintahan Indonesia. Pemerintahan Inggris dibawahkekuasaan ratu tak bisa lepas dari konsep kekeluargaan turun temurun, sementara Indonesiamenitik beratkan kekuasaan pada rakyat melalui PEMILU yang dilaksanakan 5 tahun sekali.Hal yang paling mencolok dari kedua negara ini adalah tentang Konstitusi yang berjalan dinegara masing-masing. Pemerintahan Inggris tidak memiliki konstitusi tertulis sedangkanIndonesia memilikinya dalam bentuk Undang-Undang Dasar 1945.Walau demikian kedua negara tersebut meiliki pertimbangan tersendiri. Inggris yangmemiliki ratu menganggap bahwa ratu merupakan konstitusi hidup turun temurun. Dalam praktek ketatanegaraan di berbagai negara, seringkali konstitusi yang tertulis tidak berlakusecara sempurna. Ini dapat terjadi baik karena pasal-pasal di dalamnya tidak lagi dijalankan,maupun karena konstitusi yang disusun hanya merupakan perwujudan kepentingan suatugolongan tertentu, misalnya kepentingan penguasa. Oleh karena itu, yang paling penting bukanlah adanya. sebuah konstitusi yang tertulis, melainkan terpenuhinya nilai normatifdalam pemberlakuan konstitusi, meskipun tidak tertulis.Karl Lowenstein menyebutkan bahwa apabila suatu konstitusi telah resmi diterimaoleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi itu bukan saja berlaku dalam arti hokum (legal),tetapi juga merupakan suatu kenyataan (realitas), maka konstitusi itu telah dilaksanakansecara murni dan konsekuen. Dalam hal tersebut, maka konstitusi itu telah bernilai normatif.Indonesia pun menganggap bahwa UUD 1945 memiliki sejarah penting dalam konsepkenegaraan, selain itu UUD 1945 juga dianggap sebagai pemersatu kebangsaan. Karenamerupakan konstitusi pertama yang diciptakan untuk mengatur tatanan kenegeraan demikesatuan visi demi lepasnya masyarakat Indonesia dari penjajahan

 

Depi Asri

 


(Hukum 02 - NIM 171710398) HAM DAN TERORIS

HAM (Hak Asasi Manusia) 
Dalam pengertiannya Hak Asasi Manusia (HAM) menurut definisi para ahli mengatakan, Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang dimiliki setiap pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. sedangkan pengertian HAM menurut perserikatan bangsa-bangsa (PBB) adalah hak yang melekat dengan kemanusiaan kita sendiri, yang tanpa hak itu kita mustahil hidup sebagai manusia. Secara umum Hak Asasi Manusia sering sekali terdengar di telinga kita tentang Pelanggaran-pelanggaran HAM yang membuat kita prihatin tentang semua yang terjadi, sehingga perlunya kita tahu lebih jelas tentang hak asasi manusia seperti dibawah ini..
Dari pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) dapat disimpulkan bahwa sebagai anugerah dari Tuhan terhadap makhluknya, hak asasi tidak boleh dijauhkan atau dipisahkan dari dipisahkan dari eksistensi pribadi individu atau manusia tersebut. Hak asasi tidak bisa dilepas dengan kekuasaan atau dengan hal-hal lainnya, Bila itu sampai terjadi akan memberikan dampak kepada manusia yakni manusia akan kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai kemanusiaan. 
Walapun demikian, bukan berarti bahwa perwujudan hak asasi manusia dapat dilaksanakan secara mutlak karena dapat melanggar hak asasi orang lain. Memperjuangkan hak sendiri sembari mengabaikan hak orang lain merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Kita wajib menyadari bahwa hak-hak asasi kita selalu berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain, karena itulah ketaan terhadap aturan menjadi penting

Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut Para ahli
Ada berbagai versi umum pengertian mengenai HAM. Setiap pengertian menekankan pada segi-segi tertentu dari HAM. Berikut beberapa definisi tersebut. Adapun beberapa definisi Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sebagai berikut:
Austin-Ranney, HAM adalah ruang kebebasan individu yang dirumuskan secara jelas dalam konstitusi dan dijamin pelaksanaannya oleh pemerintah.
A.J.M. Milne, HAM adalah hak yang dimiliki oleh semua umat manusia di segala masa dan di segala tempat karena keutamaan keberadaannya sebagai manusia.
UU No. 39 Tahun 1999, Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
John Locke, Menurut John Locke, hak asasi adalah hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Artinya, hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, sehingga sifatnya suci.
David Beetham dan Kevin Boyle, Menurut David Beetham dan Kevin Boyle, HAM dan kebebasan-kebebasan fundamental adalah hak-hak individual yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan serta kapasitas-kapasitas manusia.
C. de Rover, HAM adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia. Hakhak tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang, kaya maupun miskin, laki-laki ataupun perempuan. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar, tetapi tidak pernah dapat dihapuskan. Hak asasi merupakan hak hukum, ini berarti bahwa hak-hak tersebut merupakan hukum. Hak asasi manusia dilindungi oleh konstitusi dan hukum nasional di banyak negara di dunia. Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang. Hak asasi manusia bersifat universal dan abadi.
Franz Magnis- Suseno, HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat. Jadi bukan karena hukum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia manusia.
Miriam Budiardjo, Miriam Budiardjo membatasi pengertian hak-hak asasi manusia sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam masyarakat.
Oemar Seno Adji, Menurut Oemar Seno Adji yang dimaksud dengan hak-hak asasi manusia ialah hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan yang seolah-olah merupakan suatu holy area.
Macam-macam Hak Asasi Manusia (HAM)
Anda telah memahami bahwa hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Ada bermacam-macam hak asasi manusia. Secara garis besar, hak-hak asasi manusia dapat digolongkan menjadi enam macam sebagai berikut.

1. Hak Asasi Pribadi/Personal Rights
Hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan pribadi manusia. Contoh hak-hak asasi pribadi ini sebagai berikut.
Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian, dan berpindah-pindah tempat.
Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
Hak kebebasan memilih dan aktif dalam organisasi atau perkumpulan.
Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.

2. Hak Asasi Ekonomi/Property Rigths
Hak yang berhubungan dengan kegiatan perekonomian. Contoh hak-hak asasi ekonomi ini sebagai berikut.
Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli.
Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak.
Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa dan utang piutang.
Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu.
Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

3. Hak Asasi Politik/Political Rights
Hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan politik. Contoh hak-hak asasi politik ini sebagai berikut.
Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.
Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
Hak membuat dan mendirikan partai politik serta organisasi politik lainnya.
Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.

4. Hak Asasi Hukum/Legal Equality Rights
Hak kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, yaitu hak yang berkaitan dengan kehidupan hukum dan pemerintahan. Contoh hak-hak asasi hukum sebagai berikut.
Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.

5. Hak Asasi Sosial Budaya/Social Culture Rights
Hak yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat. Contoh hak-hak asasi sosial budaya ini sebagai berikut.
Hak menentukan, memilih, dan mendapatkan pendidikan.
Hak mendapatkan pengajaran.
Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.

6. Hak Asasi Peradilan/Procedural Rights
Hak untuk diperlakukan sama dalam tata cara pengadilan. Contoh hak-hak asasi peradilan ini sebagai berikut.
Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan.
Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan penyelidikan di muka hukum.
Ciri Khusus Hak Asasi Manusia (HAM)
Hak asasi manusia memiliki ciri-ciri khusus jika dibandingkan dengan hakhak yang lain. Ciri khusus hak asasi manusia sebagai berikut.
Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dihilangkan atau diserahkan.
Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil dan politik atau hak ekonomi, social, dan budaya.
Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir.
Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku bangsa, gender, atau perbedaan lainnya. Persamaan adalah salah satu dari ide-ide hak asasi manusia yang mendasar.

Terorisme
Teror atau Terorisme selalu identik dengan kekerasan. Terorisme adalah puncak aksi kekerasan, terrorism is the apex of violence. Bisa saja kekerasan terjadi tanpa teror, tetapi tidak ada teror tanpa kekerasan. Terorisme tidak sama dengan intimidasi atau sabotase. Sasaran intimidasi dan sabotase umumnya langsung, sedangkan terorisme tidak. Korban tindakan Terorisme seringkali adalah orang yang tidak bersalah. Kaum teroris bermaksud ingin menciptakan sensasi agar masyarakat luas memperhatikan apa yang mereka perjuangkan. Tindakan teror tidaklah sama dengan vandelisme, yang motifnya merusak benda-benda fisik. Teror berbeda pula dengan mafia. Tindakan mafia menekankan Omerta, tutup mulut, sebagai sumpah. Omerta merupakan bentuk ekstrem loyalitas dan solidaritas kelompok dalam menghadapi pihak lain, terutama penguasa. Berbeda dengan Yakuza atau mafia Cosa Nostra yang menekankan kode omerta, kaum teroris modern justru seringkali mengeluarkan pernyataan dan tuntutan. Mereka ingin menarik perhatian masyarakat luas dan memanfaatkan media massa untuk menyuarakan pesan perjuangannya.
Namun, belakangan, kaum teroris semakin membutuhkan dana besar dalam kegiatan globalnya, sehingga mereka tidak suka mengklaim tindakannya, agar dapat melakukan upaya mengumpulkan dana bagi kegiatannya.
Mengenai pengertian yang baku dan definitive dari apa yang disebut dengan Tindak Pidana Terorisme itu, sampai saat ini belum ada keseragaman. Menurut Prof. M. Cherif Bassiouni, ahli Hukum Pidana Internasional, bahwa tidak mudah untuk mengadakan suatu pengertian yang identik yang dapat diterima secara universal sehingga sulit mengadakan pengawasan atas makna Terorisme tersebut. Oleh karena itu menurut Prof. Brian Jenkins, Phd., Terorisme merupakan pandangan yang subjektif. Tidak mudahnya merumuskan definisi Terorisme, tampak dari usaha Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan membentuk Ad Hoc Committee on Terrorism tahun 1972 yang bersidang selama tujuh tahun tanpa menghasilkan rumusan definisi. Pengertian paling otentik adalah pengertian yang diambil secara etimologis dari kamus dan ensiklopedia. Dari pengertian etimologis itu dapat diintepretasikan pengembangannya yang biasanya tidak jauh dari pengertian dasar tersebut.
Menurut Black's Law Dictionary,
Terorisme adalah kegiatan yang melibatkan unsur kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum pidana (Amerika atau negara bagian Amerika), yang jelas dimaksudkan untuk: a. mengintimidasi penduduk sipil. b. memengaruhi kebijakan pemerintah. c. memengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara penculikan atau pembunuhan .
Muladi memberi catatan atas definisi ini, bahwa hakikat perbuatan Terorisme mengandung perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan yang berkarakter politik. Bentuk perbuatan bisa berupa perompakan, pembajakan maupun penyanderaan. Pelaku dapat merupakan individu, kelompok, atau negara. Sedangkan hasil yang diharapkan adalah munculnya rasa takut, pemerasan, perubahan radikal politik, tuntutan Hak Asasi Manusia, dan kebebasan dasar untuk pihak yang tidak bersalah serta kepuasan tuntutan politik lain.

(HUKUM 01 - 171710742) AKSI TERROR PELANGGAR HAM

Ham adalah Hak Asasi Manusia maksudnya berarti setiap manusia memiliki hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan yang ada di Undang-undang atau tanpa melanggar peraturan perundang undangan. Namun, dalam praktinya banyak yang malanggar kebebasan tersebut. Kebanyakan manusia malah menggunakan kebebasan  itu lebih dari batasan yang telah ditentukan. Tetapi jika disalahkan malah ingin perlindungan dari hukum. Ketidaksesuaian ini semakin meluap di masyarakat. Manusia satu dengan manusia lainnya semakin berlomba-lomba untuk memimpin dengan aturan yang dibuatnya sendiri. Banyak cara yang dilakukan manusia untuk mendapatkan sesuatu yang ia mau meskipun celaka untuk dirinya sendiri.

Dizaman sekarang manusia semakin pintar untuk memenangkan sesuatu yang ia mau. Seperti dalam aksi terror, terror dizaman sekarang tidak hanya dengan kekerasan tetapi bisa dengan pencucian otak dengan mendoktrin manusia untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak pantas dilakukan. Di Indonesia sekarang sedang ada aksi terrorisme. Banyak yang beranggapan terror tersebut adalah ajaran dari agama yaitu agama islam. Padahal setiap agama mau itu agama diluar islam tidak ada yang mengajarkan untuk kekerasan terhadap sesama manusia. Pada kenyataannya yang meneror itu menggunakan hijab lalu menggunakan cadar entah itu untuk menutup identitasnya ataupun bukan.

Banyak berita yang memberitahukan bahwa aksi terror tersebut memang sudah direncanakan sudah lama. Para peneror itu belajar merakit bom di Suriah. Dan bom tersebut itu pertamakali di jatuhkan di tiga buah Gereja di Surabaya. Tidak hanya di Surabaya bom itu sekarang banyak di jatuhkan di berbagai kota di Indonesia yang terutama mengincar kantor polisi. Ia ingin melemahkan sistem keamanan negara yang mengakibatkan Indonesia bisa pecah.

Terorrisme tersebut mmengatas namakan agama dan meneriakkan lafas Allah yaitu 'Allahhu akbar'. Itu yang membuat banyak orang mengira perbuatan tersebut adalah ajaran agama. Mungkin para terorris itu terlalu fanatic terhadap agamanya sehingga salah mengartikan dan salah mempraktikan. Mereka ingin berjihad di jalan Allah, tetapi kenyataanya jihad yang dilakukannya sangatlah salah. Apalagi sampai menjatuhkan bom bunuh diri yang artinya membunuh diri sendiri dan mengambil nyawa orang tidak bersalah sama sekali yang dianggap jika ia mati itu adalah mati syahid yang berarti mati dijalan Allah. Ia mungkin ingin membela agamanya tapi ia tidak memikirkan nilai kemanusiaan dalam perbedaan agama.

Dengan adanya terroris banyak kerugian yang dialami Indonesia. Meskipun terjadinya terror di Surabaya hari minggu kemarin belum ada info yang menunjukkan kerugian secara signifikan. Semisal di bidang ekonomi, ekonomi di Indonesia akan terguncang bila adanya terror dimana-mana karena pemerintah akan menghimbau warganya agar tidah sering berpergian keluar rumah. Itu mengakibatkan para pengusaha atau perdagangan akan turun para konsumennya. Dan para investasi asing takut untuk bekerja sama dengan pengusaha di Indonesia dengan jangka panjang karena takut rugi. Melainkan hal dengan pariwisata yang mengubah pola fikir untuk berfikir bekali-kali warga negara asing untuk liburan di Indonesia. Lain halnya dalam bidang pendidikan, khususnya para anak kecil yang pastinya bisa mengakibatkan trauma jika ingin keluar rumah apalagi anak tersebut telah melihat kejadian aksi terror itu. Dan orang tua pun akan waspada untuk mengantar hingga menunggu anaknya sampai pulang sekolah karena khawatir anaknya terkena atau menjadi korban dalam aksi terror itu. Apalagi pada info yang beredar dalam aksi terror bom bunuh diri itu melibatkan anak dibawah umur yang merupakan korban dontrinasi radikal kedua orang tuanya. Anak-anak yang terlibat dalam aksi terror tersebut tidak ikut upacara dan menolak untuk mengikuti mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Sikap tersebut membuat berkurangnya rasa cinta tanah air. Mungkin itu tujuan dari orang tua mereka yang ingin bebas dari sistem pemerintahan Indonesia dan ingin membuat sistem pemerintahan sendiri. Dengan adanya rasa takut dan cemas yang melanda warga masyarakat yang diakibatkan oleh terorisme, maka para teroris telah merampas hak asasi orang lain tentang rasa aman. Di sini kita bisa melihat bahwa sasaran utama terorisme bukan lagi sekedar kejahatan terhadap negara atau kelompok atau individu, melainkan kejahatan terhadap ham.

Berbicara tentang hak asasi manusia, Ham adalah hak yang melekat pada setiap orang yang merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai sebuah anugerah, maka ham melekat erat pada setiap manusia, siapapun dia tanpa terkecuali. Tidak ada seorang atau pihak manapun bisa mencabut ham seseorang secara sewenang-wenang, termasuk pemerintah. Tidak ada ketentuan di dalam instrumen ham nasional dan internasional yang menyebutkan bahwa seorang penjahat, misalnya teroris, tidak punya ham. Aksi pelaku terror telah merenggut hak hidup dan hak atas rasa aman bagi masyarakat secara luas, tidak pantas bagi teroris untuk dijamin dan dilindungi hamnya. Aksi dan tindakan teror semakin sulit untuk dihindari karena pendekatan penanganan yang salah dan semena-mena. Di Indonesia, terduga teror diperlakukan sebagai manusia yang pada dirinya melekat hak-hak yang dilindungi oleh undang-undang. Mereka yang dituduh melakukan teror, diadili melalui proses hukum. Terorisme dapat dilokalisir sehingga tidak menyebar luas ke masyarakat. Pendekatan yang humanis menempatkan teroris para pelaku lapangan bukan hanya sebagai pelaku semata, namun juga korban. Mereka adalah korban dari indoktrinasi dan penyebaran pemahaman agama yang salah melalui berbagai media, di antaranya internet. Untuk itu, selepas dipenjara, mereka harus dirahabilitasi dan diberdayakan secara sosial dan ekonomi. Pendekatan ham juga memberikan porsi yang besar kepada aktor-aktor nonnegara (organisasi kemasyarakatan, media, institusi pendidikan, LSM, dan lainnya) untuk berperan serta menanggulangi terorisme. Hal ini karena terorisme, sebagai faham dan gerakan, tidak bisa hanya diatasi oleh aparat negara yang jumlah dan kapasitasnya sangat terbatas, dibandingkan skala ancaman dan gerakan teror yang sangat luas dan mengglobal. Melalui pemeriksaan di pengadilan, aparat negara bisa memperoleh banyak data dan informasi tentang terorisme yang diperoleh dari tersangka atau terdakwa, saksi, ahli, dan alat bukti lainnya. Keterangan ini berguna untuk menguak dan menelusuri jaringan teror yang ada untuk kepentingan pencegahan dan penindakan. Selain itu, proses penegakan hukum menjadi media edukasi bagi publik dan terduga teroris bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah dan melanggar hukum. Partisipasi masyarakat adalah modal sosial yang sangat penting supaya penanggulangan teror menjadi gerakan sosial kemasyarakatan, bukan hanya semata menjadi tugas dan tanggung jawab aparat negara yang dalam banyak hal mempunyai banyak keterbatasan. 

Tindakan pencegahan terorisme dapat diartikan sebagai tindakan yang efektif melalui kebijakan dan berbagai program strategi untuk mencegah terjadinya aksi terorisme di Indonesia. Menghadapi ancaman terroisme yang akhirnya menimbulkan ketakutan serta penderitaan terhadap manusia, pemerintah demokratis harus dihadapkan pada pilihan yang sulit dalam menentukan kebijakan dan keputusan akan hal ini. Di satu sisi, mereka harus menjunjung tinggi nilai-nilai dasar demokratis yaitu berdasarkan proses hukum dan hak asasi manusia. Di sisi lain, mereka harus memfokuskan pada dampak serta kerusakan yang disebabkan oleh terorisme itu sendiri. Pembentukan tingkah laku manusia dengan tujuan untuk mengatur sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Jadi ancaman politik merupakan sub-bagian dari ancaman nasional yang tidak memakai cara-cara militer dalam skala besar. Keterlibatan militer tidak cocok dalam penanganan terorisme karena terorisme merupakan kejahatan melanggar hukum sehingga jika militer terlibat berarti militer termasuk pada penegakan hukum. Militer dalam konteks ini hanya membantu polisi apabila polisi tidak mampu mengatasi gangguan yang terjadi dan membutuhkan tambahan kekuatan.

Selain upaya dalam menjelaskan wewenang dan tugas dalam penanggulangan terorisme oleh militer dan polisi, terdapat upaya kerjasama antara polisi dan lembaga intelijen. Semangat dan kinerja berlimpah yang dilakukan oleh aparat keamanan untuk melakukan penumpasan terorisme diharapkan dapat dibarengi dengan kegiatan menyimpulkan dan mengolah data yang diberikan oleh intelijen yang memadai. Intelijen harus difungsikan secara profesional dan efektif menjadi mata, telinga, rasa, dan pikiran untuk memberikan pencegahan sehingga mampu mengidentifikasi jaringan, kelompok, serta dapat mengantisipasi segala bentuk penyebaran bahaya terorisme.

Tetapi pada kasus terror sekarang sistem pemerintah di Indonesia sangat sigap dalam menghadapinya. Pasalnya, presiden langsung turun tangan dala      m kasus ini. Ia mengarahkan para sistem keamanan Indonesia untuk menyelidiki dan mencari serta memecahkan aksi terror yang ada di Indonesia. Dan presiden pun menyuruh legislative untuk cepat menyelesaikan UU tentang terrorisme yang sudah dibuat lama jauh sebeluam ada aksi terror namun belum di sahkan sampai sekarang. Presiden berkata jika UU tentang terrorisme juga belum di sahkan secara cepat maka presiden akan mengeluakan Perpu tentang terrorisme. Kecepatan presiden dalam menanggapi hal tersebut membuat warga Negara Indonesia merasa lebih aman. Pelaku terror tersebut sebenarnya bukan hanya dari kalangan bawah melainkan kalangan menengah. Yang berarti pelaku terror itu memiliki cukup pendidikan yang layak. Dengan pendidikan yang layak seharusnya para pelaku terror itu bisa membandingkan mana yang baik mana yang tidak.

Dalam upaya menanggulangi aksi-aksi terorisme diperlukan suatu penguatan terhadap peran penegak hukum khususnya di Indonesia dengan menitikberatkan pada institusi keamanan, dalam hal ini kepolisian sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menghadapi aksi serangan maupun ancaman terorisme. Tugas pokoknya lebih banyak menitikberatkan untuk segera membongkar kasus pemboman, menangkap pelaku, dan membongkar jaringan teroris yang berada di belakang aksi teror. Polisi memiliki kewenangan dalam penanggulangan terorisme, namun juga ada batasan-batasan nyata yang mengatur aspek dari kepolisian itu sendiri. Kekuatan yang melekat dalam mandat tugas mereka juga harus diikuti dengan proses pemahaman untuk menghormati berbagai ketetapan yang telah disepakati dalam standar ham yang telah diakui dunia internasional. Sudah seharusnya tantangan-tantangan yang akan dan telah dihadapi oleh polisi dijalankan dalam koridor hukum dan standar ham internasional.

Dalam praktinya terrorisme tidak dapat dielakkan karena kita tidak pernah tahu orang yang meneror itu siapa. Bisa jadi orang yang meneror adalah orang yang sangat dengan kita. Maka berhati-hatilah sekarang lindungi diri sendiri. Namun, maksud dari berhati-hati bukan berarti kita harus takut. Keamanan di negeri ini bukan hanya pekerjaan kepolisian dan tentara, melainkan seluruh warga yang ada di negeri ini. Tanamkan sifat positive ke dalam diri sendiri dan orang terdekat. Mendoktrin secara positif akan membuat negeri ini aman dan tentram. Bersatunya seluruh agama, suku, ras, dan lainnya dapat membuat indonesia semakin damai dan maju. Hadapi terroris secara hati-hati dan berani untuk melawannya. Karena jika negara ini sistem keamanannya sudah lemah maka negara akan hancur dan perjuangan kemerdekaan hanyalah sebatas kenangan dan sejarah bahwa dulunya di negara ini memiliki sistem keamanan dan sistem pemerintahan yang berkembang. Penegakan hukum sendiri merupakan hal yang esensial dalam strategi pemberantasan terorisme karena terorisme sendiri harus ditindak oleh hukum yang tegas dan negara harus turun tangan pada penegakan hukum tersebut.

 

Penulis artikel Felyantie Endang Susilawati


(HUKUM 01 / NIM : 171710576) teroris merupakan wabah pengancam bagi keberlangsungan HAM

HAM (Hak Asasi Manusia) adalah  hak dasar atau hak pokok yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang secara kodrat melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat karena merupakan anugerah Allah SWT. HAM adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki oleh manusia berdasarkan kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat suci. Dengan kata lain, HAM adalah bermacam-macam hak dasar yang dimiliki pribadi manusia sebagai anugerah dari Allah SWT yang dibawa sejak lahir sehingga hak asasi itu tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri.

 

Sementara itu, Pengertian HAM juga disebut dalam pasal 1 butir 1 UU No. 39 Tahun 1999 yang berbunyi "Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Allah SWT dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia". Menurut G.J. Wolhots, Pengertian HAM adalah sejumlah hak yang melekat dan berakar pada tabiat setiap pribadi manusia, dan justru karena kemanusiaannya itulah, hak tersebut tidak dapat dicabut siapa pun juga karena jika dicabut akan hilang kemanusiaannya.

 

 

Bangsa Indonesia masih berada dalam masa transisi dari rezim otoriter dan represif ke rezim demokratis, namun menyadari masih lemahnya penguasaan masalah dan kesadaran bahwa penegakan HAM merupakan kewajiban seluruh bangsa tanpa kecuali, perlu diterapkan keadilan yang bersifat transisional, yang memungkinkan para korban pelanggaran HAM di masa lalu dapat memperoleh keadilannya secara realistis.

Penegakan HAM sangat bergantung seberapa berkualitas demokrasi dijalankan di Indonesia. Demokrastisasi Indonesia sekalipun telah mencapai perubahan positif masih banyak resiko negatif yang membayangi, dimana kran liberalisasi politik, kebebasan media massa serta jaminan artikulasi warga negara menjadi kisah sukses yang harus diapresiasi sebagai dampak nyata reformasi.

Komnas HAM seringkali mendapat banyak sorotan dan diangap tidak independen karena proses seleksi komisioner sarat dengan kepentingan politik serta orang-orang yang menjadi kandidat komisioner tidak memiliki latar belakang pengetahuan dan pemahaman HAM yang luas. Ketika terpilih menjadi komisioner, ideologi partai atau kelompok tempatnya berasal lebih mewarnai pola pikirnya ketimbang paham HAM universal. Lembaga yang lahir dari pergulatan perjuangan manusia dipundaknya menanggung marwah untuk mendorong terwujud dan tegaknya martabat setiap manusia.

Untuk itu, Komnas HAM sangat diharapkan berperan maksimal dalam mendorong perlindungan dan penegakan HAM. Apalagi di tengah trend pelanggaran HAM yang semakin massif dari tahun ke tahun, peran lembaga ini sangat ditungu-tunggu. Meski Komnas HAM diberi mandat oleh UU untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat akan tetapi mendapat kendala yang terletak pada kurangnya Political Will….kelompok, golongan, ataupun individu terhadap kelompok, golongan, atau individu lainnya untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut.

Akibatnya Komnas HAM untuk melakukan pemanggilan pun menjadi berdebatan dikalangan pemerintah dan sering diabaikan oleh pihak-pihak yang diduga melakukan pelanggaran HAM berat. Disisi lain, saat ini HAM tidak lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan faham individualisme dan liberalisme tetapi lebih dipahami secara humanistis sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat dan martabat kemanusiaan, apapun latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin dan pekerjaannya.

Dewasa ini pula banyak kalangan yang berasumsi negatif terhadap pemerintah dalam menegakkan HAM. Perlu diketahui bahwa pemerintah Indonesia sudah sangat serius dalam menegakkan HAM, hal ini dapat dlihat dari upaya pemerintah Indonesia menyambut baik kerja sama internasional dalam upaya menegakkan HAM di seluruh dunia atau di setiap negara dan sangat merespons terhadap pelanggaran HAM internasional hal ini dapat dibuktikan dengan kecaman presiden atas beberapa agresi militer di beberapa daerah akhir-akhir ini contoh; Irak, Afghanistan, dan baru-baru ini Indonesia juga memaksa PBB untuk bertindak tegas kepada Israel yang telah menginvasi Palestina dan menimbulkan banyak korban sipil, wanita dan anak-anak.

Tidak sulit bagi siapapun untuk menyimpulkan bahwa terorisme merupakan suatu tindakan yang sangat merugikan masyarakat baik nasional maupun internasional, bahkan sekaligus merupakan kejahatan terhadap hak asasi manusia (HAM). Dengan merujuk pada ketentuan Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang menetukan, "Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu". Sehingga adanya rasa takut dan cemas yang melanda warga masyarakat yang diakibatkan oleh terorisme, maka para teroris telah merampas hak asasi orang lain tentang rasa aman. Apalagi jika tindakan itu menimbulkan korban nyawa yang sering tidak sedikit jumlahnya. Dengan demikian, baik melalui pemahaman logika sederhana maupun dengan analisa normatif, telah dapat dibuktikan bahwa tindakan terorisme merupakan kejahatan terhadap HAM.

 

Terorisme sendiri sebagai suatu fenomena sosial mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Cara-cara yang digunakan untuk melakukan kekerasan dan ketakutan juga semakin canggih seiring dengan keinginan teknologi modern. Proses globalisasi dan budaya massa menjadi lahan subur perkembangan terorisme. Kemudahan menciptakan ketakutan dengan teknologi tinggi dan perkembangan informasi melalui media yang luas, membuat jaringan dan tindakan teror semakin mudah mencapai tujuannya.

 

Bentuk-bentuk terorisme seiring perkembangan zaman dapat diperinci sebagai berikut:

1.                  Sebelum Perang Dunia II, hampir semua tindakan terorisme terdiri atas pembunuhan politik terhadap pejabat pemerintah.

2.                  Terorisme pada tahun 1950-an yang dimulai di Aljazair, dilakukan oleh FLN yang mempopulerkan "serangan yang bersifat acak" terhadap masyarakat sipil yang tidak berdosa. Hal ini dilakukan untuk melawan apa yang mereka sebut (Algerian Nationalist) sebagai "terorisme negara". Menurut mereka, pembunuhan dengan tujuan untuk mendapatkan keadilan bukanlah soal yang harus dirisaukan, bahkan sasarannya adalah mereka yang tidak berdosa.

3.                  Terorisme yang muncul pada tahun 1960-an dan terkenal dengan istilah "terorisme media", berupa serangan acak atau random terhadap siapa saja untuk tujuan publisitas.

Dari gambaran diatas sejarah panjang perkembangan dan perubahan wajah terorisme dari waktu ke waktu. Hal ini pula yang menyebabkan sampai saat ini belum ada batasan yang baku untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan Terorisme. Berbagai konsepsi dan definisi yang disampaikan oleh para ahli mengenai terorisme, sangat beragam mengikuti perkembangan corak tindakan tersebut yang sangat dinamis.

 

Sebagian ahli berpendapat bahwa terorisme adalah penggunaan atau ancaman kekerasan fisik oleh individu-individu atau kelompok-kelompok untuk tujuan-tujuan politik, baik untuk kepentingan atau untuk melawan kekuasaan yang ada, apabila tindakan-tindakan terorisme itu dimaksudkan untuk mengejutkan, melumpuhkan atau mengintimidasi suatu kelompok sasaran yang lebih besar daripada korban-korban langsungnya. Terorisme melibatkan kelompok-kelompok yang berusaha untuk menumbangkan rezim-rezim tertentu untuk mengoreksi keluhan kelompok/nasional, atau untuk menggerogoti tata politik internasional yang ada.

 

Pembentukan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia, merupakan kebijakan dan langkah antisipatif yang bersifat proaktif yang di landaskan kepada kehati-hatian dan bersifat jangka panjang, karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat multi etnik dan mendiami ratusan ribu pulau yang tersebar di seluruh wilayah nusantara, letaknya ada yang berbatasan dengan negara lain dan oleh karenanya seluruh komponen bangsa Indonesia berkewajiban memelihara dan meningkatkan kewaspadaan akan adanya segala bentuk kegiatan tindak pidana terorisme, disamping itu konflik yang sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia berakibat sangat merugikan kehidupan bangsa Indonesia yang menyebabkan kemunduran peradaban yang pada akhirnya Indonesia akan dapat menjadi tempat subur berkembangnya terorisme baik yang dilakukan orang Indonesia sendiri maupun orang asing.

 

Materi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 terdiri dari 47 (empat puluh tujuh) pasal yang antara lain mengatur masalah ketentuan umum, lingkup berlakunya, kualifikasi tindak pidana terorisme, tindak pidana yang berkaitan dengan terorisme di sidang pengadilan, kompensasi, restitusi dan rehabilitasi serta kerjasama internasional.

Ditinjau dari optik yuridis, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 mempunyai kekhususan meliputi :

1.                  sebagai ketentuan payung terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana terorisme juga bersifat ketentuan khusus yang diperkuat sanksi pidana dan sekaligus koordinatif dan berfungsi memperkuat ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.                  adanya perlindungan terhadap hak asasi tersangka atau terdakwa yang disebut"safe guarding rules"

3.                  adanya pengecualian bahwa tindak pidana terorisme dikecualikan dari tindak pidana politik atau tindak pidana yang bermotif politik atau tindak pidana yang bertujuan politik sehingga pemberantasannya dalam wadah kerja sama bilateral dan multilateral dapat dilaksanakan secara lebih efektif.

4.                  ketentuan undang-undang ini memberi kemungkinan Presiden membentuk satuan tugas anti teror dengan berlandaskan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik (sun shine principle) dan atau prinsip pembatasan waktu efektif (sunset principle).

5.                  adanya kualifikasi bahwa pendanaan untuk kegiatan terorisme sebagai tindak pidana terorisme.

6.                  dikenal, diakui dan dipertahankannya ancaman sanksi pidana dengan minimum khusus untuk memperkuat fungsi penjeraan terhadap pelaku tindak pidana terorisme.

 

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 menyatakan bahwa tindak pidana terorisme yang diatur didalam undang-undang ini dikecualikan dari tindak pidana politik, tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana politik, tindak pidana dengan motif politik dan tindak pidana dengan tujuan politis yang menghambat ekstradisi.

 

Dalam hal ini, harus diakui bahwa dalam penjelasan undang-undang tersebut sangat disayangkan tidak dijelaskan apa yang dimaksud tindak pidana politik dan tindak pidana dengan tujuan politik. Menurut Barda Nawawi Arif , dalam kebijakan legilatif selama ini tidak ada suatu suatu perbuatan yang secara formal di kualifikasikan sebagai "kejahatan atau tindak pidana politik" oleh karena itu dapat dikatakan bahwa istilah "kejahatan atau tindak pidana politik" bukan merupakan istilah yuridis melainkan hanya merupakan istilah atau sebutan teoritik ilmiah (scientific term).

 

Selanjutnya, ancaman pidana minimal khusus di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 yang ternyata tidak disertai dengan aturan atau pedoman pemidanaan untuk menerapkan ancaman pidana tersebut, menurut Barda Nawawi Arif ini merupakan perpanjangan dari sistem KUHP, dan seharusnya undang-undang khusus ini di luar KUHP membuat aturan khusus atau tersendiri untuk penerapannya. Hal ini merupakan konsekwensi dari adanya Pasal 103 KUHP karena KUHP sendiri bukan mengatur masalah ini. Dengan tidak adanya aturan atau pedoman pemidanaan ini maka tidak begitu jelas apakah pidana minimal itu dapat diperingan (dalam hal ada faktor yang meringankan) atau dapat diperberat (dalam hal ada faktor yang memberatkan).

 

Dilihat dari sudut kebijakan kriminal, maka upaya penanggulangan kejahatan (termasuk tindak pidana terorisme) dengan sarana hukum pidana (penal policy) bukan merupakan kebijakan yang strategis. jadi kebijakan strategis dalam penanggulangan kejahatan (termasuk tindak pidana terorisme) terletak pada kebijakan penanggulangan yang sensitif.

 

Inilah yang tidak dipenuhi oleh kebijakan penal dalam menanggulangi kejahatan, karena kebijakan penal merupakan kebijakan parsial, represif dan simptomik. Walaupun kebijakan penal bersifat represif, namun sebenarnya juga mengandung unsur preventif, karena dengan adanya ancaman dan penjatuhan pidana terhadap delik atau kejahatan diharapkan ada efek pencegahan atau penangkalnya (deterent effect). Disamping itu kejahatan penal tetap diperlukan dalam penanggulangan kejahatan karena hukum pidana merupakan salah satu sarana kebijakan sosial untuk menyalurkan "ketidaksukaan masyarakat (social dislike) atau "pencelaan atau kebencian sosial" (social disaproval / social abhorence) yang sekaligus juga diharapkan menjadi sarana "perlindungan dengan sosial" (social defence), oleh karena itulah sering dikatakan bahwa "penal policy" merupakan bagian integral dari social defence policy.

 

Agaknya dimasa yang akan datang peran serta masyarakat hendaknya dimasukkan di dalam Rencana Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, hal ini mengingat sulitnya upaya mendeteksi kejahatan terorisme dan di dalam kenyataannya pihak Kepolisian memasang gambar-gambar atau foto tokoh-tokoh teroris yang dicari dengan meminta bantuan masyarakat.

 

Menurut saya, kesimpulannya Kesepakatan dunia yang menjadikan tindakan terorisme sebagai musuh bersama yang mengancam terhadap HAM sangat mendasar dan mendapat pembenaran baik dengan menggunakan logika sosial maupun logika hukum. Terorisme dipandang sebagai kejahatan luar biasa yang membutuhkan penanganan dengan cara-cara yang luar biasa. Upaya yang dimaksud tentu saja upaya yang komprehensip dengan tidak hanya mengandalkan hukum semata sebagai pilar utama dalam pemberantasan tindakan terorisme. Upaya luar biasa yang dimaksud adalah terlibatnya semua pihak yang saling bahu-membahu dalam memberantas terorisme demi terjaganya kehormatan dan keselamatan umat manusia. Upaya ini sudah semestinya untuk secara tegas dinyatakan dalam berbagai kebijakan hukum pemerintah agar dalam pelaksanaannya dapat terarah dan terukur serta lebih memebrikan rasa tanggung jawab bersama yang bersifat mutlak.

 

Ditulis oleh : Shirat nurwandi