Kamis, 20 April 2017

(Dinda jayu okgifitrianti - 013 ) Perbandingan konsep kewarganegaraan negara Indonesia dengan negara fhilipina

PERBANDINGAN KONSEP KEWARGANEGARA NEGARA NDONESIA DENGAN NEGARA FILIPINA
Disiplin waktu adalah kegiatan yang dilakukan secara teratur sesuai
waktu yang kita miliki, maksudnya kita sebagai remaja harus bisa
menggunakan dan membagi waktu dengan baik. Karena waktu amat berharga
dan salah satu kunci kesusksesan adalah bisa mnggunakan waktu dengan
baik. Tetapi orang Indonesia mempunyai kebiasaan jam karet, dengan
kata lain kalau ada janji tidak pernah tepat waktu. Padahal kita tahu
sendiri bahwa waktu itu sangat berharga sekalipun hanya 1 detik.
Karena ada kata "Times is money" sudah jelas-jelas waktu itu amat
berharga tetapi tetap saja orang Indonesia memiliki jam karet.
Penyebabnya adlah tidak adanya jiwa konsisten didalam diri mereka.
Sebagai contoh, banyak para pelajar saat ada yang meremehkan tugas
dari guru mereka, akhirnya mereka membiarkan tugas tersebut menumpuk,
alhasil waktu tugas harus dikumpulkan menjadi keteteran dan kalau
sudah begitu ujung-ujungnya mencontek teman yang sudah mengerjakan.
Hubungannya dengan waktu adalah jika mereka bisa memanfaatkan atau
disiplin waktu sebaik-baiknya, mereka rajin mengerjakan tugas
sedikit-sedikit pasti saat pengumpulan tugas tidak kebingungan dan
tidak keteteran
Sedangkan di Filipina masyarakatnya sangat menghargai waktu sebagai
materi. Mereka memaknai harga waktu dengan uang. Time is Money.
Mereka menganggap waktu adalah sesuau yang sangat penting sama Seperti
hal nya uang. Karena salah satu kunci kesuksesakan adalah bisa
mengunakan waktu dengan baik. Maka dari itu orang Filipina sangat
tepat waktu apabila ada acara-acara formal atau bahkan nonformal.
Sebagian dari populasi masyarakat dunia adalah perempuan yang juga
melikiki hak untuk bekerja dan berkarir ditengah publik. Setelah
mengalami transformasi, perempuan saat ini mampu bersaing dan bisa
menjadi yang terbaik.
Negara memiliki tanggung jawab besar dalam mengahpuskna diskriminasi
terhadap perempuan. Tumbuh kembangnya praktek diskriminasi terhadap
perempuan sangat terkait erat dengan berbagai persoalan yang banyak
terjadi disekeliling seperti kemiskinan serta pembatasan hak-hak
perempuan dalam politik maupun berkiprah diruang public atau dalam
bekerja. Bahkan salah satu prinsip dalam pandangan Feminisme barat
menegaskan bahwa setiap perempuan berhak untuk bekerja diluar rumah
sebagaimana laki-laki asalkan tidak melupakan kodratnya sebagai
seorang perempuan.
Dunia kerja perempuan di Indonesia dipopulerkan oleh R.A Kartini dan
hingga kini, keberhasilan atas buah pemikiran R.A Kartini dapat
dinikmati oleh seluruh kaum wanita di Indonesia. Sekarang wanita kini
tidak lagi hanya terkurung di dalam sebuah rumah saja melakukan
pekerjaan-pekerjaan dapur, namun seorang wanita dapat mengecam sebuah
pendidikan yang tinggi yang dapat merubah status sosialnya di dalam
lingkungan masyarakat bahkan sampai bekerja. Sekarang hanyalah soal
bagaimana dan usaha apa saja yang mereka lakukan untuk mendapatkan
hak-hak tersebut dengan serangkaian usaha dan bekerja keras wanita
akan dapat meraih sebuah cita-cita dan arah tujuan mereka tanpa adanya
tembok penghalang yang memisahkan atas perbedaan kesetaraan gender
ini. Sampai pada akhirnyaseorang wanita dapat meraih cita-cita
setinggi apapun yang mereka mau.
Filipina telah membuat kemajuan dalam mempromosikan kesetaraan gender
dalam decade terakhir. Meskipun demikian hambatan untuk substantive
kesetaraan gender tetep ada. Filipina telah mencapai kesetaraan gender
dalam pendidikan dasar, menengah dan tinggi, hal ini tidak
diterjemaahkan ke kesetaraan dalam kesempatan ekonomi atau partisipasi
politik. Perempuan di daerah pedesaan secara khusus terpinggirkan.
Komite PBB tentang diskriminasi terhadap perempuan mencatat kegigihan
stereotip yang mengakar tentang peran dan tanggung jawab perempuan dan
laki-laki sebagai penghambat pertisipasi kesetaraan perempuan dalam
kehidupan ekonomi dan politik.
Budaya adalah satu set nilai, penuntun, kepercayaan, pengertian,
norma, falsafah, etika dan cara berpikir. Budaya yang ada di suatu
lingkungan, sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan pribadi yang
berada di dalam lingkungan tersebut.
Perusahaan sama halnya seperti lingkungan tempat tinggal pasti
memiliki budaya yang dirumuskan oleh para pendiri dan top management
perusahaan dan dianut oleh setiap komponen perusahaan.
Keahliaan, kreativitas, kecerdasan maupun motivasi yang tinggi dari
karyawan memang merupakan unsure kredibilitas yang harus dimilki oleh
karyawan agar perusahaan dapat mencapai sukses. Namun unsure-unsur
tadi menjadi belum maksimal manfaatnya bila setiap karyawan belum
memiliki satu budaya yang sama. Satu budaya yang sama maksudnya adalah
sebuah pola pikir yang membuat mereka memiliki persepsi yang sama
tentang nilai, dan kepercayaan yang dapat membantu mereka untuk
memahami tentang bagaimana seharusnya berprilaku kerja pada perusahaan
dimana mereka bekerja sekarang.
Pada umunya perusahaan-perusahaan dunia yang sukses adalah perusahaan
yang memiliki budaya kerja yg kuat. Terlepas dari nilai-nilai positif
dan luhur yang terkandung dalam budaya yang berlaku, maksud budaya
yang terkuat adalah seluruh komponen perusahaan mengamalkan nilai atau
norma yang telah ditetapkan bersama sebagai sebuah budaya dengan
komitmen yang tinggi, tanpa terkecuali.
Hal ini menunjukan bahwa budaya perusahaan memilki peranan penting
dalam membangun prestasi dan produktivitas kerja para karyawan
sehingga mengarahkan perusahaan kepada keberhasilan.
Sedangkan di fhilipina Power Distance Index adalah tingkat bagi para
tenaga kerja yang mana semakin sedikit anggota institusi dan
organisasi kuat menerima dan mengharapkan bahwa tenaga kerja
dibagi-bagikan dengan bervariasi. Ini menghadirkan ketidaksamaan,
menyatakan bahwa suatu masyarakat tingkat ketidaksamaan dikuasakan
oleh para pengikut yang banyak. Seperti para pemimpin atau para
penguasa, tentu saja faktayang sangat pokok tentang semua masayarakat
dan siapapun dengan beberapa pengalaman internasional akan meyadarkan
bahwa semua masayarakat adalah berdeda, tetapi beberapa lebih berbeda
disbanding dengan orang lain. Individualism pada satu sisi melawan
kebalikannya, kolektivisme yang dimaksud adalah tingkat paraindividu
yang mana adalah integrasi ke dalam kelompok. Makna kolektivitas dalam
hal ini tidak mempunyai arti politis yang mengacu pada sebuah
kelompok, yang bukan pada status.
Didalam bekerja seseorang harus mempunyai sifat tegas yang diartikan
dengan jantan dan yang rendah hati. Jadi jika seseorang bekerja di
suatu perusahaan di Filipina orang tersebut harus memilki sikap dan
sifat yang bener-bener tegas, disiplin waktu dan juga mempunyai sifat
rendah hati supaya bisa menjalankan prosedur-prosedur yang ada di
perusahaan tersebut.

(pika yuliastuti - 013 ) perbandingan konsep kewarganegaraan indonesia dengan negara kanada

Perbandingan konsep kewarganegaraan anatara Negara Indonesia dan Negara kanada


Dalam Hal Memaknai Konsep Waktu
Di Kanada untuk kebanyakkan hal harus janji terlebih dahulu. Mulai
dari urusan formal sampai pribadi harus janji terebih dahulu jika
tidak ingin ditolak saat sudah sampai di tempat tujuan. Sedangkan di
Indonesia apabila ingin bertemu dengan seseorang tidak membuat janji
terlebih dahulu juga masih bias. Selain itu sebagian besar penduduk
Negara maju seperti Kanada sudah menyadari bahwa waktu sangatlah
berharga. Untuk menghemat waktu, para eksekutif di berbagai Negara
maju membuat rencana bisnis secara efisien dengan memusatkan perhatian
pada tugas tertentu pada periode tertentu. Oleh karena waktu sangatlah
terbatas, dalam berkomunikasi mereka cenderung langsung menuju pada
pokok persoalan (to the point) dan cepat. Hal ini berbeda dengan para
eksekutif dari Negara berkembang seperti Indonesia, yang umumnya
memandang waktu relatif luwes atau fleksibel. Menurut mereka,
menciptakan dasar-dasar hubungan bisnis lebih penting dari pada
sekedar dapat menyelesaikan suatu pekerjaan.
Dalam Hal Status Peran Perempuan dalam Bekerja atau Bisnis
Budaya menuntun peran yang akan dimainkan seseorang, termasuk siapa
berkomunikasi dengan siapa, apa yang mereka komunikasikan, dan dengan
cara bagaimana mereka berkomunikasi. Sebagai contoh, di Negara-negara
yang sedang berkembang peran wanita dalam dunia bisnis marih relatif
rendah. Sementara, di Negara-negara maju, peran wanita di dunia bisnis
sudah cukup kuat. Status peran perempuan di Indonesia masih cenderung
terikat oleh adat dan norma yang melekat pada lingkungan sekitar.
Antara laki-laki dan perempuan di Indonesia masih terdapat perbedaan
pandangan dari masyarakat, masyarakat menilai kaum perempuan lebih
pantas untuk berada di rumah bukan di luar rumah untuk bekerja.

Berbeda dengan yang terjadi di Kanada, di Negara maju seperti Kanada
kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan sangat dijunjung
tinggi. Hampir tidak terlihat perbedaan dalam status seseorang dalam
dunia kerja antara laki-laki dan perempuan, keduanya dipandang sama
atau sederajat, tidak ada yang dibeda-bedakan. Hal itu juga karena
masyarakat disana tidak memiliki adat istiadat atau norma-norma
sebanyak yang dimiliki di Indonesia. Salah satu prinsip dalam
pandangan mereka menegaskan bahwa setiap perempuan berhak bekerja di
luar rumah sebagaimana laki-laki asalkan tidak melupakan kodratnya
sebagai seorang perempuan. Karena pada dasarnya perempuan memiliki
beberapa kelebihan dalam bekerja, oleh karena itu sebagian tempat
usaha lebih tertarik memperkerjakan perempuan dibandingkan laki-laki.

Dalam Hal Budaya Bekerja
Kanada sangat mengutamakan peraturan dan disiplin, dan dalam hal
pekerjaan mereka melakukan dengan sangat serius. Di mata beberapa
orang, dalam banyak kasus, orang Kanada kaku dan tidak fleksibel.
Kanada sangat mengutamakan peraturan tentang kebersihan dan kerapian.
Di Kanada baik taman, jalan-jalan, teater atau tempat-tempat umum
lainnya terlihat rapi. Kanada juga menekankan peraturan untuk memakai
pakaian pada tempatnya. Saat bekerja memakai pakaian kerja, saat di
rumah meskipun anda bisa berpakaian santai, tapi selama ketika ada
tamu datang, atau pergi keluar, anda harus berpakaian rapi. Di teater,
para wanita mengenakan rok panjang, atau setidaknya mengenakan pakaian
gelap.
Berdasarkan survei yang dilakukan majalah Spiegel terhadap 1.000
responden bulan Maret 2005 menunjukkan bahwa nilai "kesadaran
nasional" (national consciousness) merupakan nilai yang paling rendah
(26-31 persen) di antara nilai-nilai lainnya yang dianggap penting
dalam kehidupan rakyat Kanada. Nilai yang tertinggi peringkatnya
adalah kejujuran dan integritas (81-83 persen). Dari survei ini dapat
dilihat bahwa orang Kanada sangat memprioritaskan kejujuran dan
integritas dalam melakukan sesuatu. Adapun hal-hal yang perlu kita
pelajari dari kebiasaan atau etos kerja bangsa asing diantaranya
adalah menghargai waktu, tulus dan fokus pada etiket.
Sedangkan di Indonesia sendiri budaya bekerjanya dianggap lemah atau
loyo, seperti yang tertulis dalam buku "Manusia Indonesia" karya
Mochtar Lubis yang diterbitkan sekitar seperempat abad yang lalu,
diungkapkan adanya karakteristik etos kerja tertentu yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia. Beberapa di antara ciri-ciri itu adalah:
munafik; tidak bertanggung jawab; feodal; percaya pada takhyul; dan
lemah wataknya. Beliau tidak sendirian. Sejumlah pemikir atau
budayawan lain menyatakan hal-hal serupa. Misalnya, ada yang menyebut
bahwa bangsa Indonesia memiliki 'budaya loyo,' 'budaya instan,' dan
banyak lagi.
Hasil pengamatan para pemikir atau cendekia tersebut tentu ada
kebenarannya. Tetapi tentunya (dan mudah-mudahan) bukan maksud mereka
untuk membuat final judgement terhadap bangsa kita.
Pernyataan-pernyataan mereka perlu kita sikapi sebagai suatu teguran
dan peringatan yang serius. Jika ciri-ciri etos kerja sebagaimana
diungkapkan Dalam "Manusia Indonesia" kita sosialisaikan, tumbuh
kembangkan dan pelihara, maka berarti kita bergerak mundur beberapa
abad ke belakang.
Tanpa bermaksud terlarut dalam kejayaan masa lalu, sejarah menunjukkan
bahwa bangsa Indonesia memiliki prestasi yang patut dihargai dalam
perjalanannya. Tegaknya Candi Borobudur dan puluhan yang lainnya hanya
mungkin terjadi dengan dukungan etos Kerja yang bercirikan disiplin,
kooperatif, loyal, terampil rasional (sampai batas tertentu), kerja
keras, dan lain-lain. Berkembang luasnya pengaruh kerajaan-kerajaan
besar seperti Majapahit, Samudra Pasai, Mataram, Demak, dengan
berbagai perangkat dan Infrastruktur teknologis maupun sosial dalam
pengelolaan kenegaraannya, juga mempersyaratkan adanya suatu etos
kerja tertentu yang patut dihargai. Selain ini, pesantren-pesantren
yang sampai kini masih bertahan dan berkembang, memiliki akar
pertumbuhan pada beberapa abad yang lalu, yang menunjukkan bahwa
tradisi belajar mengajar telah menjadi bagian kehidupan masyarakat
Tanah Air jauh sebelum bangsa belanda mengunjungi kita. kita juga
mengenal slogan-slogan yang setidaknya dulu pernah menjadi perminan
suatu etos kehidupan, seperti: Bhinneka Tunggal Ika; Ing Ngarso Sung
Tulodo, ing Madyo Mbangung Karso, Tut Wuri Handayani; Menang Tan
Ngasorake; Niteni, iroake, Nambahake. Ini mencerminkan etos kerja
dalam konteks kehidupan sosial yang penting dalam membangun persatuan,
leadership, dan bahkan untuk berinovasi. Masih banyak lagi
slogan-slogan yang berlaku dan terkenal di berbagai daerah-daerah di
Tanah air.

(Era Yulianda Cristyaningsih - 013) Perbandingan Konsep Kewarganegaraan antara Negara Indonesia dan Negara Thailand

Perbandingan Konsep Kewarganegaraan antara Negara Indonesia dan Negara Thailand

Indonesia dan Thailand adalah negara yang sama-sama menjunjung
tinggi budaya dan adat ketimuran, perbedaan yang paling mencolok dari
keduanya selain bahasa dan tulisan. Tak seperti Indonesia yang
mayoritas penduduknya menganut agama Islam, di Thailand penduduknya
kebanyakkan menganut agama Budha sehingga ajaran Budha ini sangat
melekat dan banyak pempengaruhi kehidupan sehari-hari dari penduduk
Thailand tersebut. Masyarat Thailand sangat menghormati Raja mereka
sebagai kepala negara, serta menghargai biksu sebagai sosok pemuka
agama.
Thailand merupakan negara yang selalu menjaga dan mempertahankan
tradisi dan kebudayaan lokal mereka seperti rumah adat, busana, bahasa
dan tulisan huruf alphabet mereka sebai identitas bangsa. Serta ada
hal lain yang patut dicontoh oleh Indonesia dari negeri gajah putih
ini, yaitu masyarakat Thailand sangat banga atas produk lokal mereka,
sehingga produk dalam negeri mereka tidak kalah bersaing dengan produk
dari luar negeri.
Selain itu masyakarakat Thailand juga sangat menghargai waktu dan
mempergunakannya dengan sebaik mungkin, jadi ketika waktunya berkerja
mereka akan mempergunakan waktu tersebut untuk serius berkerja dengan
baik, sementara itu jika waktunya libur mereka akan benar-benar
memakainya untuk beristirahat dan tidak akan membahas masalah
pekerjaan. Jadi berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat dipastikan di
Thailand jarang sekali terjadi "jam karet" seperti yang sering terjadi
di Indonesia.
Thailand sangat terkenal dalam produk pertanian dan perkebunannya,
sehingga tak heran jika sektor agraris mereka sangatlah maju,
perkejaan petani pun kini tak hanya dilakukan oleh kaum lelaki saja
tetapi perempuan pun sudah banyak yang berkerja sebagai petani
terutama pada daerah Thailand Utara. Selain dari sektor pertanian,
perempuan Thailand yang berpendidikan juga banyak berperan dalam
sektor perkerjaan yang lainnya termasuk juga dalam sektor bisnis.
Namun ada hal yang harus diingat, sama seperti kebanyakan negara
dibenua Asia lainnya tenaga kerja wanita yang berpendidikan di
Thailand juga masih harus berjuang dan bersaing untuk mendapatakan
perkerjaan yang sesuai, selain itu juga masih ada tanggapan tradional
mengenai wanita yang berkerja, seperti masih adanya tanggapan orang
tua yang melarang anak perempuannya untuk masuk kedalam dunia
perkerjaan (salah satu alasannya karena takut anak gadisnya jadi telat
menikah), serta masih kurangnya mekanisme yang mendukung untuk tenaga
kerja wanita yang sudah memiliki anak agar dapat terus berkarir dengan
baik tanpa harus melupakan tugasnya sebagai seorang ibu.
Jika masyarakat Indonesia terkenal dengan sikapnya yang ramah dan
solidaritasnya tinggi. Sementara itu masyarakat Thailand terkenal
dengan mental pekerja keras. Karena bisa dilihat dari masyarakat
Thailand yang sejak kecil diajari bahasa dan huruf Thailand yang
dikenal cukup rumit. Meski ada beberapa kesamaan dengan kultur
kepemimpinan CEO Asia lainnya, banyak gaya CEO Thailand yang sangat
khas karena dipengaruhi oleh kultur setempat.
Secara umum ada beberapa karakter utama yang diharapkan merekat pada
setiap CEO Thailand, yaitu:
1. Kreng Jai, sedikit sulit diterjemahkan secara pasti, tetapi
kira-kira intinya adalah sikap yang mana individu perlu mengendalikan
emosi, memelihara rasa kebersamaan dan kerja sama tim. Kreng Jai bisa
pula berarti menjaga perasaan orang lain dan "menyelamatkan muka"
apabila menghadapi situasi sulit atau menyudutkan.

2. Bun Khun, merupakan salah satu sikap mendasar yang diambil dari
kultur masyarakat Thailand, yang mana hidup ini merupakan sebuah
lingkaran, dan dalam proses mengarungi kehidupan, setiap individu
harus saling menolong. Yang tua atau berpengalaman menolong yang muda,
yang lebih berkuasa memperhatikan yang lemah.

3. Hai Kiad, pada individu Thailand sejak kecil ditanamkan Hai Kiad,
yakni sikap memberikan hormat kepada pihak lain, terutama yang lebih
senior, sepuh atau dituakan. Terlihat jelas pada waktu individu
Thailand memberikan Wai atau sikap hormat sambil menunduk dan
menempelkan dua telapak tangan di depan dada, ini merupakan sikap umum
yang diperlihatkan orang Thailand apabila bertemu dengan senior atau
yang lebih tua.

4. Nam Jai, yakni sikap mempunyai inisiatif atau keinginan menolong
orang lain tanpa pamrih, tidak mengharapkan balasan dari pihak yang
ditolong. Sikap ini diharapkan tersirat kuat pada setiap pemimpin
perusahaan atau CEO Thailand.

5. Hen Jai, dapat diterjemahkan sebagai kemampuan melihat dengan hati.
Inilah sikap kepada atasan atau yang lebih senior untuk berempati
terhadap bawahan atau karyawan junior, misalnya memberikan dukungan ke
bawahan yang perlu cuti mendadak untuk membawa anaknya yang sakit
ataupun mendengarkan karyawan yang merasa beban kerjanya berlebihan.
Pengaruh Hen Jai sangatlah besar, karena mampu memberikan motivasi
yang besar kepada karyawan. Tidak heranlah banyak pegawai Thailand
yang loyalitasnya cenderung kepada atasan ketimbang perusahaan. Ini
dalam arti positif, yang mana perusahaan juga diuntungkan dengan
rendahnya kinerja karyawan dan meningkatnya produktivitas kerja.

6. Sam Ruan, sikap yang diambil dari ajaran agama Budha yang merupakan
agama yang mayoritas dianut oleh penduduk Thailand, yang berarti
jalan tengah, yang mana seorang pemimpin diharapkan mampu
mengendalikan sikap emosi berlebihan seperti menunjukkan kemarahan
atau argumen keras di depan orang banyak. Masyarakat Thailand secara
umum mempunyai sifat lembut, sensitif dan sangat tidak nyaman dengan
suasana emosi dan marah.