DESKRIPSI
Tujuan artikel ini adalah agar kita mengetahui sejarah sejarah dan peristiwa yang ada di Indonesia. Salah satunya Perundingan Hooge Veluwe. Perundingan Hooge Veluwe adalah lanjutan pembicaraan-pembicaraan yang didasarkan atas persetujuan yang telah disepakati antara Sjahrir dan Van Mook.
Saat ini nama Hoge Veluwe merupakan sebuah daerah wisata hutan lindung yang indah, yang terletak ditengah negeri Belanda. Sebagai daerah wisata, tempat rekreasi alam ini dilengkapi dengan danau yang indah, jalan untuk bersepeda dan sebuah museum yang memamerkan banyak lukisan pelukis Belanda terkenal, termasuk dari Vincent van Gogh. Dibalik keindahan itu semua tempat ini pernah menjadi saksi sejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tempat ini dimasa era mempertahankan kemerdekaan merupakan tempat diplomasi / perundingan antara Indonesia dengan Belanda.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan negara Republik Indonesia dan pasca kekalahan negara-negara fasis dalam Perang Dunia II Sekutu secara khusus ialah Belanda berkeinginan untuk menjajah kembali Indonesia. Namun, disisi lain upaya untuk menjajah kembali Indonesia itu mendapat penolakan keras dari rakyat Indonesia. Akibatnya terjadi saling kontak sejata antara tentara Belanda dengan tentara Indonesia. Untuk mengatasi hal ini kedua belah pihak akhirnya mengadakan dialog/perundingan.
Dalam perundingan ini pihak Indonesia yang diwakilkan oleh Sutan Syahrir berhasil mencapai titik perundingan dengan diakuinya kedaulatan Republik Indonesia secara de facto terdiri dari Jawa dan Sumatra.
Dulu setelah Indonesia merdeka, Belanda masih ingin kembali menjajah. Belanda ingin melakukan agresi militer saat itu, tetapi Indonesia terus menggagalkan Belanda. Cara yang digunakan Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan setelah proklamasi, yaitu dengan perjuangan diplomasi. Nah, perjuangan diplomasi yang dilakukan melalui meja perundingan salah satunya perundingan Hooge-Veluwe.
Kemudian pada tanggal 14 April 1946 perundingan dilakukan di Hooge-Valuwe, Belanda. Perundingan ini adalah perundingan lanjutan yang dilakukan oleh Indonesia dan Belanda, mengingat perundingan-perundingan sebelumnya mengalami kebuntuan dan juga pengingkaran oleh pihak Belanda, seperti yang terjadi dalam Sejarah Perjanjian Renville. Perundingan Hooge-Valuwe dilakukan selama 12 hari sampai tanggal 25 April 1946.
PENDAHULUAN
ejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Tak hanya itu, sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai: keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin kita, sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah, kita dapat mempelajari apa saja yang memengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban. Kita juga dapat mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam, sepanjang zaman.
Salah satu kutipan yang paling terkenal mengenai sejarah dan pentingnya kita belajar mengenai sejarah ditulis oleh seorang filsuf dari Spanyol, George Santayana. Katanya: "Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya."
Filsuf dari Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan dalam pemikirannya tentang sejarah: "Inilah yang diajarkan oleh sejarah dan pengalaman: bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar apa pun dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya." Kalimat ini diulang kembali oleh negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill, katanya: "Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa kita tidak benar-benar belajar darinya."
Winston Churchill, yang juga mantan jurnalis dan seorang penulis memoar yang berpengaruh, pernah pula berkata "Sejarah akan baik padaku, karena aku akan menulisnya." Tetapi sepertinya, ia bukan secara literal merujuk pada karya tulisnya, tetapi sekadar mengulang sebuah kutipan mengenai filsafat sejarah yang terkenal: "Sejarah ditulis oleh sang pemenang." Maksudnya, seringkali pemenang sebuah konflik kemanusiaan menjadi lebih berkuasa dari taklukannya. Oleh karena itu, ia lebih mampu untuk meninggalkan jejak sejarah -- dan pemelesetan fakta sejarah -- sesuai dengan apa yang mereka rasa benar.
Pandangan yang lain lagi menyatakan bahwa kekuatan sejarah sangatlah besar sehingga tidak mungkin dapat diubah oleh usaha manusia. Atau, walaupun mungkin ada yang dapat mengubah jalannya sejarah, orang-orang yang berkuasa biasanya terlalu dipusingkan oleh masalahnya sendiri sehingga gagal melihat gambaran secara keseluruhan.
PEMBAHASAN
Pada tanggal 29 April 1946, 60 tahun yang lalu telah diterbitkan sebuah Protokol (semacam draft awal dari negosiasi diplomatic atau draft dokumen perjanjian sebenarnya) perundingan Indonesia-Belanda yang berlangsung di Hoge Veluwe.
Sedikit mengenai Hoge Veluwe. Ini adalah sebuah daerah wisata hutan lindung yang indah, yang terletak ditengah negeri Belanda. Ditengah hutan yang dahulu adalah tempat berburu itu, terdapat sebuah Istana kecil yang pernah dimiliki keluarga Kröller-Müller. Kini sebagai daerah wisata, tempat rekreasi alam ini dilengkapi dengan danau yang indah, jalan untuk bersepeda dan sebuah museum yang memamerkan banyak lukisan pelukis Belanda terkenal, termasuk dari Vincent van Gogh.
Pada istana kecil perburuan (Hunting lodge) yang disebut diatas mulai tanggal 14 April 1946 sampai dengan 24 April 1946 berlangsung perundingan yang sangat a lot, antara utusan Indonesia yaitu Mr Soewandi (menteri kehakiman), Dr Soedarsono (ayah Men.HanKam Juwono Soedarsono yang saat itu menjabat menteri dalam negeri) dan Mr Abdul Karim Pringgodigdo. Dengan delegasi Pemerintah Belanda yang dimpimpin langsung Perdana menteri Schermerhorn. Dalam delegasi ini terdapat Dr Drees (menteri sosial), J.Logeman (menteri urusan seberang), J.H.van Roijen (menteri luar negeri) dan Dr van Mook (selaku letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda).
Sebenarnya ada sesuatu yang terjadi yang membuat pada awalnya perundingan ini tidak enak. Sebagaimana diketahui mengawali perundingan di Hoge Veluwe ini, di Indonesia telah terjadi pertemuan-pertemuan penting antara pejabat Hindia Belanda dan Republik Indonesia. Namun perundingan yang masing-masing dipimpin oleh van Mook dan Sutan Sjahrir itu, amat diabaikan dengan Pemerintah Belanda di Den Haag. Jadi meskipun van Mook dan Sjahrir telah mendapat kata sepakat tentang dasar-dasar persetujuan perundingan Indonesia-Belanda. Bahkan perundingan ini sudah ditengahi tokoh penengah Inggris, Archibald Clark Kerr (yang kemudian menjadi Lord Inverchapel). Namun sekali lagi Den Haag tidak mau memperhatikannya sama sekali. Alasan pemerintah Belanda saat itu karena untuk dapat menerima hasil perundingan di Indonesia, Undang-undang Dasar Belanda harus berubah dahulu. Ini akan makan waktu lama. Padahal Belanda sedang menghadapi pemilihan umum yang tidak beberapa lama lagi akan berlangsung.
Adapun dasar perundingan yang sudah amat mendekati pemikiran antara delegasi Indonesia-Belanda untuk mencapai persetujuan dekolonisasi itu bernama "Batavia Concept". Dokumen ini terdiri dari 7 pasal dan disepakati pada tanggal 30 Maret 1946. Isinya secara garis besar adalah : Pengakuan defakto atas Republik Indonesia yang meliputi Jawa dan Sumatera. Menerima dan bersahabat pada pasukan sekutu termasuk pasukan Belanda, sekali gus menghentikan permusuhan. Pembentukan negara Indonesia merdeka yang berazazkan federasi yang meliputi semua bagian Hindia Belanda (belakangan istilah yang dipakai adalah Republik Indonesia Serikat/RIS).RIS nantinya akan bersekutu dalam ketatanegaraan yang meliputi Nederland, Suriname dan Curacao (nantinya bernama Uni). Juga dibicarakan soal tatangera RIS, hubungan luar negeri dan perwakilan dari negara bagian yang disetujui RI lebih dahulu. Juga disepakati bahwa perundingan dapat dilakukan di Yogyakarta, Jakarta atau Den Haag.
Tapi ahirnya materi yang awalnya dijagokan van Mook ini karena atas inisiatipnyalah meniru penyelesaian dekolonisasi di Indochina (perundingan Vietnam yang dipimpin Ho Cin Min dan
HASIL PERUNDINGAN
Hasil dari Perundinan HOOGE VELUWE adalah :
Pemerintah Perancis, yang diberi nama "Union Francaise" pada tanggal 6 Maret 1946), pupus sudah. Sebabnya karena Pemerintah kabinet Schermerhoran justru membuat draft baru yang diberi nama "Protokol" sebagai dasar perundingan Indonesia-Belanda di Hoge Veluwe.
Konsep Protokol yang diterbitkan pada tanggal 29 April 1946 sebagai hasil perundingan berbunyi sebagai berikut :
1) Pemerintah Belanda akan berusaha dan mendorong melalui konstitusional agar didalam waktu yang secepat mungkin dibentuk suatu negara merdeka di Indonesia berdasarkan federasi sesuai pernyataan pemerintah tanggal 10 Februari 1946 yang mencakup semua wilayah Hindia Belanda dan merupakan mitra Nederland, Suriname dan Curacao dalam ruang lingkup Kerajaan Belanda.
2) Pemeribntah Belanda mengakui bahwa yang mewakili Pulau jawa terkecuali wiilayah yang dikuasai Pemerintah Militer Sekutu adalah Pemerintah Republik Indonesia yang berkuasa secara defakto. Pemerintah Belanda mencatat dan memperhatikan tuntutan Republik Indonesia bahwa kekuasaannya termasuk Sumatera. Sumatera dan bagian lain Hindia belanda kemudian akan diberi kesempatan menyatakan secara bebas keinginannya mengenai status mereka dalam negara merdeka Indonesia.
3) Pemerintah Republik akan bekerja sama dengan Pemerintah Belanda dalam membangun negara merdeka Indonesia. Sambil menunggu terwujudnya negara merdeka Indonesia, Republik bertanggung jawab didaerah kekuasaan defaktonya untuk memulihkan kembali dan mempertahankan hukum dan keamanan, perlindungan terhadap orang dan hartanya, dan dengan segera membebaskan dan menjaga keamanan para interniran. Jika Republik tidak sanggup melaksanakan tugas itu, Badan-badan Pemerintah Belanda akan melaksanakan kewajiban tersebut.
4) Pemerintah Republik akan menerima baik pasukan sekutu dan Belanda yang tiba di Pulau Jawa berdasarkan keputusan Panglima tertinggi sekutu. Dan membantu mereka dalam melaksanakan tugas menawan dan melucuti senjata tentara Jepang, serta membebaskan para interniran dan tawanan perang. Cara melaksanakan tugas ini akan diatur oleh instansi yang bersangkutan.
5) Permusuhan akan segera dihentikan dengan syarat kedua belah pihak dengan memperhatikan pasal 4, akan mempertahankan kedudukan masing-masing termasuk hubungan antara kedudukan itu. Mereka secepatnya akan mengadakan pembicaraan mengenai kerja sama dalam pelaksanaan peraturan ini.
6) Untuk mempersiapkan konperensi kerajaan (Rijks Conferentie) Pemerintah Belanda dalam waktu dekat akan mengadakan pembicaraan dengan Republik dan dengan wakil-wakil, dari bagian lain dari Indonesia dan dengan kelompok penduduk yang tidak termasuk Warga negara Indonesia. Pembicaraan tersebut mengenai bentuk negara Indonesia merdeka, kedudukan dalam hubungan ketatanegaraan bersama, hubungan dengan kekuasaan asing, kerja sama dengan Nederland, dan hal memenuhi kepentingan materi dan kebudayaan warga Belanda dan asing di Indonesia. Pembicaraan itu akan diadakan di Indonesia atu Nederland.
7) Peraturan mengenai penunjukan wakil-wakil dari Sumatera, terkecuali wilayah yang diduduki pemerintahan militer sekutu, akan dilaksanakan oleh Pemerintah Belanda setelah diadakan pembicaraan dengan Pemerintah Republik. Mengenai penunjukan wakil-wakil bagian lain Indonesia dan wakil-wakil kelompok penduduk yang tidak termasuk warga negara Indonesia akan diberi tahukan kepada Pemerintahan Republik. Daerah-daerah dan kelompok-kelompok tersebut juga berhak untuk menyerahkan perwakilannya kepada Pemerintah Republik. Pemerintah Republik akan mengusahakan adanya perwakilan dari golongan minoritas Indonesia dalam kekuasaan defaktonya dan memberitahukan kepada Pemerintah Belanda peraturan yang dibuat untuk perwakilan-perwakilan tersebut.
8) Apabila suatu daerah melalui pernyataan perwakilannya masih mempunyai keberatan terhadap masuknya tak bersyarat kedalam negara merdeka itu untuk daerah yang bersangkutan, untuk sementara waktu akan diberikan kedudukan istimewa dalam negara Indoneasia merdeka yang akan dibentuk.
9) Sambil menunggu terwujudnya negara Indonesia merdeka berdasarkan federasi dan untuk menyesuaikan pemerintahan umum di Hindia Belanda dengan butir-butir persetujuan tersebut, dalam badan-badan pemerintahan Hindia Belanda segera akan dimasukkan wakil-wakil dari Republik Indonesia, wakil-wakil dari bagian Indonesia lain dan wakil-wakil kelompok penduduk yang tidak termasuk warga negara Indonesia.
10) Protokol ini disususn didalam bahasa Belanda dan Indonesia. Apabila terjadi perbedaan penafsiran naskah bahasa Belanda yang menentukan.**
Setelah selesai perundingan pada prinsipnya perundingan ini dianggap kurang mencapai tujuannya. Bahkan Dr Soedarsono memberikan pendapat umum bahwa perundingan Hoge Veluwe gagal sama sekali. Tapi pihak Belanda biarbagaimanapun juga mengatakan ada hal-hal baik yang telah dicapai. Misalnya Pemerintah Belanda menyetujuai berdirinya suatu negara Indonesia merdeka berdasarkan federasi yang akan menjadi mitra Belanda dalam ruang lingkup Kerajaan Belanda. Dengan demikian pihak Belanda sudah bergeser jauh pada pendapatnya sebagaimana disampaikan pada pernyataan tanggal 10 Februari 1946, yang semata-mata hanya ingin mengembalikan kekuasaan Kolonialnya. Setelah berahirnya perundingan Hoge Veluwe, pihak Belanda menitipkan 3 orang anggota tenaga bantuan selama perundingan, agar dapat menjelaskan hal-hal yang berkembang di Belanda mengenai masalah Indonesia kepada rakyat Indonesia. Mereka adalah Drs Saroso, Maruto Darusman dan Setiadjid. Ketiganya pulang ke Indonesia dalam rombongan delegasi Indonesia.
PERUNDINGAN DI HOOGE VELUWE YANG GAGAL TOTAL
Jakarta, 29 Maret 1946. Hari ini PM Sutan Sjahrir mengangkat Delegasi Indonesia untuk pertemuan Indonesia-Belanda di negeri Belanda. Delegasi tersebut terdiri dari Mr Soewandi (Menteri Kehakiman), Dr Soedarsono (Menteri Dalam Negeri) dan Mr A K Pronggodigdo (Sekretaris Negara). Pertemuan yang akan berlangsung pada 14 hingga 24 April di Hoge Veluwe, dekat kota Arnhem merupakan kelanjutan dari pertemuan Syahrir-Van Mook di Jakarta. Dilihat dari susunan delegasi, mereka ini berhaluan moderat dan efisien yang terpelajar hingga di segani oleh pemerintah Belanda. Rombongan berangkat bersama Archibald C Kerr ke negeri Belanda pada 4 April. Sedangkan Van Mook berangkat terpisah. Kedatangan delegasi Indonesia di negeri kincir angin ini disambut dingin oleh pemerintahan Perdana Menteri Schermerhorn.
Van Mook sama sekali tidak mengira bahwa pemerintahnya sendiri menolak konsepnya dalam cara mengatasi konflik politik Indonesia-Belanda. Dalam pertemuan itu Schermerhorn tetap berkeras pada pendiriannya, bahwa perjanjian apapun dengan Indonesia melanggar konstitusi Belanda, yang mencantumkan bahwa Indonesia adalah bagian dari Kerajaan Belanda. Setiap persetujuan melalui perjanjian berarti Indonesia bukan lagi bagian dari Belanda, tetapi adalah negara lain yang diakui oleh Belanda. Dibalik dari pernyataan itu ternyata merupakan manuver politik. Sebab Kabinet Schermerhorn berdiri begitu Perang Dunia II berakhir dan diangkat tidak melalui Pemilihan Umum yang baru akan diadakan pada bulan 17 Mei 1946. Yang dikwatirkan bila terjadi pengadaan perjanjian di Hoge Veluwe, akan dimanfaatkan oleh barisan oposisi melakukan aksi protes kepada pemerintahan Schermerhorn dengan tuduhan melakukan tindakan inkonstitusional. Orang kedua di Kabinet, Willem Drees (Menteri Sosial) mengatakan sekalipun pertemuan ini sangat penting, tetapi secara politis sama sekali tak dapat diterima. Pada pembukaan pertemuan itu, delegasi Belanda terdiri dari Perdana Menteri Schermerhorn, Drees, Logemann, J H van Roijen (Menteri Luar Negeri) dan Van Mook. Pada pertemuan itu pihak Belanda menjelaskan penyebab tidak mungkin melakukan perjanjian apapun. Pada pertemuan itu delegasi Belanda menyodorkan draft protokol kepada delegasi Indnesia sebagai pokok pembahasan. Draft protokol itu berisikan mengenai kelanjutan pidato Ratu Wilhelmina pada bulan Desember 1942 membentuk negeri-negeri Persekemakmuran. Dalam pembentukan persekemakmuran itu nama Indonesia menjadi Negeri-negeri Federasi Indonesia (Federated Indonesian Free State) berada dilingkaran Kerajaan Belanda, bersama dengan Belanda, Suriname dan Curacao.
Dr Soedarsono mengatakan pernyataan Schermerhorn menempatkan Indonesia sebagai bagian dari Kerajaan Belanda sama sekali tidak dapat diterima oleh rakyat Indonesia. Belanda berusaha memaksa agar protokol mengenai pengakuan "de facto" territorial Republik terhadap Sumatra dihapus, dengan demikian hanya berlaku terhadap Jawa saja.
Mr Soewandi langsung menanggapi bahwa delegasi Indonesia tidak memperoleh mandat untuk mengubah isi dari protokol tersebut. Pihak Delegasi menghendaki dibentuk komisi arbitrasi yang permanen yang masing-masing diwakili oleh pihak Republik dan Belanda dan wakil pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak.
Drees menyanggah, karena dengan demikian akan melibatkan pihak ketiga untuk mencampuri masalah Indonesia, yang tetap menanggap Indonesia adalah bagian dari Belanda, jadi urusan dalam negeri. Pada pertemuan itu, Drees berusaha mempengaruhi delegasi Indonesia dengan usulan agar istilah "Negara Federasi bebas, (Federative Free State)" diubah menjadi "Persekemakmuran (Commonwealth)." Pringgodigdo langsung menyanggah dengan mengatakan pengadaan istilah Negara Federasi Bebas itu" sebenarnya dimaksudkan sebagai otonomi non-kolonial. Digunakannya "Negeri Bebas (Free State)," tak terbatas dalam mewujudkan Indonesia di masa datang.
Mendengar ucapan Pringgodigdo, Logemann menjadi sengit dan mengatakan istilah "negeri bebas," sama saja melepaskan diri dari Kerajaan Belanda. Pada beberapa pertemuan berikutnya, dipihak delegasi Belanda sudah tidak terlihat lagi kehadiran Van Mook, dan delegasi Indonesia langsung dihadapkan dengan para petinggi Belanda yang ingin memaksa keinginan mereka meraih kemenangan dalam pemilihan umum, tetapi mengorbankan citra Belanda di Indonesia yang kian membenci kolonialisme Belanda dan gigih memperjuangkan kemerdekaan. Van Mook ternyata merajuk dan memanfaatkan liburan paskah yang jatuh pada 19-21 April untuk absen pada pertemuan di Hoge Veluwe.
Pupusnya istilah "Inlander" (pribumi) menjadi Indonesia.
Pertemuan Hoge Veluwe gagal total dan tidak menguntungkan karena berlangsung menjelang pemilihan-umum di negeri Belanda dimana masing-masing partai politik di negeri Belanda berusaha mencari peluang meraih kemenangan guna menjatuhkan pemerintahan Schermerhorn bila memberikan konsesi politik kepada Indonesia. Sungguhpun begitu politisi Belanda mulai menyadari keteguhan nasionalisme "pribumi" yang tidak dapat dibujuk ataupun dipermainkan dan bertekad memperoleh kemerdekaan. Kehadiran Soewandi, Soedarsono, dan Pringgodigdo di negeri Belanda membawa hikmah bagi Indonesia, karena dikenal oleh publik Belanda bahwa sebutan "inlander" sudah tak layak lagi, tetapi sebagai bangsa. Di Hoge Veluwe dunia internasional mengenal dan menggunakan sebutan Indonesia sebagai bangsa yang tidak disenangi Belanda. Itulah strategi jitu PM Sjahrir dalam melakukan perjuangan diplomasi untuk meraih pengakuan internasional yang dimulai dari Hoge Veluwe.
SIMPULAN
Dalam perundingan Hooge Valuwe Inggris mencoba menjadi penengah persengketaan antara Indonesia dan belanda. Diplomasi inggris, yaitu sir Archibald clark kerr mengundang pihak Indonesia dan belanda untuk berunding di hooge veluw, belanda.
Pihak Indonesia diwakili oleh MR. Suwardi, dr. Sudarsono, dan MR Abdul Karim, sedangkan pihak belanda diwakili oleh Dr. Van Mook, Prof. Van Arbeck, Dr. Van Roijen, Sultan Hamid dan Suryo Santoso. Salah satu tuntutan Indonesia adalah belanda mengakui atas kekuasaan de facto wilayah republic Indonesia yaitu : jawa, Madura, dan Sumatra. Tetapi belabda hanya mau mengakui atas jawa dan Madura saja.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kakapintar.com/penjelasan-isi-perundingan-hooge-veluwe-dan-perundingan-linggajati/
http://yennyhandayani86.blogspot.com/2013/06/makalah-sejarah-tentang-perundingan.html
https://blog.ruangguru.com/perundingan-hooge-veluwe-upaya-indonesia-pertahankan-kemerdekaan
http://www.kuttabku.com/2017/12/sejarah-singkat-terjadinya-perundingan-hooge-veluwe.html
http://sejarahlengkap.com/indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/perundingan-hooge-valuwe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar