Dalam era globalisasi, segala hal dapat dilihat sebagai peluang maupun tantangan. Salah satu dampak dari globalisasi yang cukup terasa adalah masuknya pekerja-pekeja asing ke dalam negeri. Banyaknya pekerja-pekerja asing menyebabkan pekerja lokal harus bersaing agar tetap dapat bekerja. Pekerja lokal harus bersaing secara kualitas agar mereka tetap dapat bertahan dan dipekerjakan di era globalisasi ini. Akan tetapi tidak sedikit pula tenaga kerja kita yang memiliki kesempatan untuk bekerja di luar negeri , baik sebagai buruh maupun sebagai tenaga kerja ahli. Pekerja lokal yang mampu untuk bekerja di luar negeri adalah pekerja-pekerja yang telah melatih dirinya agar memiliki kemampuan untuk bersaing dengan warga dunia lainnya secara global. Mereka cepat beradaptasi dengan kebudayaan baru yang mereka temui ketika mereka harus di tempatkan pada suatu daerah atau Negara yang secara geografis, bahasa dan nilai budaya bebeda jauh dari tempat asalnya.
Namun, beberapa tahun lalu Indonesia dalam ketenaga kerjaan baru dikenal sebagai Negara pemasok buruh terbesar kenegara luar seperti, Malaysia dan Arab. Sehingga tak heran jika data statistik menunjukaan bahwa devisa negara terbesar pada tahun 2009-2010 berasal dari pemasukan-pemasukan yang dihasilkan oleh buruh-buruh ini. Meskipun terdapat beberapa anak bangsa yang bekerja di luar negeri sebagai tenaga ahli/professional, seperti B.J habibie, dll yang berhasil mengharumkan nama bangsa di kancah Internasional. Namun, karena sedikitnya jumlah tenaga kerja ahli ini maka reputasi Indonesia sebagai Negara pemasok buruh pun belum dapat diubah. Hal ini tentu saja memberikan dampak negatif bagi Negara ini karena dengan label Negara pemasok buruh secara tidak langsung menegaskan bahwa tingkat pendidikan Indonesia masih sangat rendah, berbeda halnya apabila suatu Negara dikenal sebagai Negara pemasok tenaga-tenaga professional, seperti, Amerika, German, dan Jepang, maka Negara tersebut akan mendapat predikat positif karena tingginya tingkat pendidikan yang baik. Selanjutnya dangan predikat baik ini suatu Negara secara tak langsung akan lebih menghargai dan mencintai negaranya. Kenyataan ini kontras dengan Negara Indonesia yang seperti telah dijelaskan sebelumnya mendapat predikat sebagai pemasok buruh, sehingga hal ini pun mengakibatkan rendahnya harga diri bangsa dimata bangsa Indonesia sendiri maupun di mata bangsa lain. Meskipun, memberi label buruk pada bangsa, namun jika dilihat dari segi pendapatan Negara hal ini masih memberikan keuntungan bagi Negara ini.
Penggunaan TKA memang mempunyai dampak positif seperti berarap dengan adanya investasi asing, dapat mendorong pertumbuan ekonomi dan serapan tenaga kerja local di Indonesia. Namun, dampak negaif juga arus diperatikan seperti ketimpangan antara tenaga kerja asing dengan tenaga kerja Indonesia, pengangguran, kelaparan, dan lainnya ini yang arus menjadi focus kita saat ini. Penggunaan TKA berdampak negative pengangguran pun sangat mungkin terjadi karena semakin ketatnya persaingan dan jika tidak dibarengi dengan skill yang cukup, tentu tenaga kerja Indonesia akan "gugur" dilapangan. Pengangguran yang semakin banyak tersebut riskan dengan semakin tingginya kemiskinan yang akan mengakibatkan kelaparan di Indonesia tanpa pekerjaan.
Penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia yang umumnya lebih memberikan banyak dampak negatif bagi para pekerja lokal, karena tenaga profesional asing yang masuk ke Indonesia umumnya dibayar lebih mahal ketimbang tenaga kerja ahli lokal. Mirisnya meskipun sama-sama tenaga kerja ahli, tenaga kerja ahli asing selalu mendapatkan prlakuan yang lebih dibanding tenaga kerja ahli lokal, baik dari segi pembayaran, penghormatan, maupun kedudukan. Hal ini terjadi sebagai hasil dari cara berpikir negri ini yang memandang kehandalan penjajah. Keunggulan mereka telah membuat bangsa ini bertekuk lutut dan tidak dapat berkutik selain memandang penjajah sebagai bangsa yang pantas dikagumi.
Menurut Undang-Undang No. 13 Taun 2003 tentang ketenaga kerjaan, tenaga kerja asing adalah warga Negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. Di dalam UU tersebut, juga menegaskan ketentuan bawa setiap pengusaha dilarang memperkerjakan orang-orang asing tanpa izin tertulis dari mentri atau pejabat yang ditunjuk. Namun, dalam pengimplementasian keidupan nyata sering kali ditemukan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang tidak berizin. TKA illegal biasanya masuk dengan visa turis atau lainnya. Ini bakan sudah menjadi permasalaan di Indonesia akhir-akir ini. Bukan hanya itu, TKA dilapangan juga mendapat posisi sebagai pekerja kasar bukan sebagai tim ahli dalam proyek. Ini bertolak belakang dengan syarat TKA yang disebutkan dalam hukum.
Permasalan TKA yang tidak sesuai denga syarat dan ketentuan yang ada didalam ukum sedang marak di Indonesia ini arus cepat diatasi oleh pemerintah dengan tgas untuk mencega dan meminimalisir meningkatnya permasalahan ketenagakerjaan yang ada dan untuk melindungi tenaga kerja Indonesia di negaranya sendiri. Selain pemerintah, serikat pekerja sebaiknya mengawasi perusahaan tempatnya bekerja juga seperti melaporkan apabila mencurigai manajer atau supervisor di perusaannya, yang dicurigai belum mengurus IMTA agar melaporkan ke Dinas Tenaga Kerja dan sebagai warga Negara Indonesia kita arus ikut berperan menjadikan permasasalahan ini sebagai pemicu untuk meningkat skill agar tidak kala saing dalam mencari lapangan pekerjaan. Dengan adanya peratian dan segala pihak, masalah ini akan cepat teratasi.
Masalahnya pun dapat dilihat dari kemampuan dan pelatihan keterampilan tenaga kerja didalam negri. Sehingga tak aneh jika buruh-buruh di Indonesia kebanyakan hanya sebagai buruh tak terampil ,berbeda halnya dengan sebagai contoh China dan India dimana buruh-buruh Negara tersebut memiliki keterampilan. Untuk itu dibutuhkan pandangan baru untuk membentuk pemikiran akan pentingnya bekal pendidikan serta keterampilan bagi masyarakat Indonesia, sehingga label buruk sebagai pemasok buruh dapat segera berubah, setidak-tidaknya dapat dimulai dengan pembekalan keterampilan agar tenaga kerja lokal dapat bersaing dengan tenaga kerja asing. Dapat dilihat dari kondisi-kondisi sebelumnya yang tidak terlalu baik, mengharuskan Indonesia untuk mencari terobosan dan pemecahan agar tenaga kerja sebagai aset bangsa tidak menjadi beban di kemudian hari bagi pembangunan. Kondisi ini mengharuskan kita mencari suatu pemecahan yang tidak lagi bersifat normatif tetapi ke arah terobosan agar tenaga kerja sebagai aset bangsa tidak justru menjadi beban di kemudian hari bagi pembangunan.Dalam rangka ketahanan nasional dengan tetap melihat peluang dan menghadapi tantangan bangsa Indonesia, khususnya terhadap kesiapan tenaga kerja Indonesia sangat diperlukan langkah-langkah konkrit agar bisa bersaing menghadapi tenaga kerja asing. Setidaknya dua aspek penting ketenagakerjaan di Indonesia yakni Sumber Kekayaan Alam (SKA) dan Sumber Daya Manusia (SDM). "Sumber kekayaan alam tidak akan berarti dan menyejahterakan rakyat jika tidak dikelola oleh tenaga kerja yang kompeten dan berkualitas. Mempersiapkan peraturan perundang-undangan, kualitas SDM pekerja Indonesia, dan pengawas ketenagakerjaan secara maksimal merupakan beberapa hal yang perlu dipersiapkan dalam menghadapi tantangan ini. Tidak ada kata terlambat untuk menyiapkan dan menerapkan strategi brilian untuk menghadapi tenaga kerja asing yang sekiranya harus lebih diperbaiki seperti upaya aksi nyata yang harus dilakukan oleh Pemerintah, pengusaha, dan pekerja demi terciptanya sebuah kemerdekaan bangsa indonesia yang hakiki, sentosa, adil, dan makmur tanpa harus tergerus oleh perkembangan zaman di negeri sendiri.
Selain harus melakukan aksi nyata pemerintah juga harus dapat meliat tingkat pengangguran yang meningkat. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) kenaikan jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 10.000 orang menjadi 7,04 juta orang paada agustus 2017. Adapun dibulan agustus 2016 sebesar 7,03 juta orang. Pertambahan jumla orang yang menganggur ini seiring peningkatan jumla angkatan kerja di Indonesia. Dari data BPS, jumla pengangguran pada agustus 2016 mencapai 7,03 juta, sementara di febuari 2017, angkatannya 7,01 juta. Namun, dilihat dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada agustus ini turun 0,11 poin dari 5,61 di agustus 2016 menjadi 5,50 di periode yang sama tahun ini. Adapun, TPT pada febuari sbesar 5,33. Data BPS menunjukan jumlah angkatan kerja di Indonesia pada agustus 2017 sebanyak 128,06 juta orang. Jumla ini naik 2,62 juta disbanding di bulan agustus 2016 yang sebanyak 125,44 juta orang. Sementara untuk febuari 2017 mencapai 131,55 juta orang yang termasuk angkatan kerja.
Globalisasi yang semaakin membuka batas antar Negara memmiliki pengaruh terhadap Negara yang mengalami prosesglobal tersebut, baik itu berupa budaya, ekonomi, komunikasi, teknologi dan sebagainya. Tenaga kerja dari Indonesia yang bekerja di asing cukup banyak, seihingga akan meningkatkan pendapatan Negara dari sisi cadangan devisa. Tetapi mobilitas tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan negative bagi Negara domestik. Pengaruh positifnya adalah mengurangi angka pengangguran, meningkatkan pendapatan, tingkat output, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dan pengaru negatifnya terjadi kekurangan sumber daya di daerah asal. Para tenaga kerja dan tenaga yang berada di Indonesia bukanla orang yang berasal dari Indonesia, tenaga kerja yang ada disini lebih banyak adalah orang-orang yang berada dari Negara lain, dan dapat dikatakan tenaga kerja asing ini adala orang-orang penyuntik dana pada perusahaan anaknegri yang naantinya orang asing tersebut yang akan mengambil alih dan menyetirnya. Lalu anak negrila yang akan menjadi budak para pemimpin asing tersebut.
Adila Safitri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar