Sabtu, 03 November 2018

B181710081-TUGAS MENONTON DAN MEMBACA

Resensi Film Soe Hok Gie

 

 

 


Film ini diproduksi ke dalam layar lebar seluloid dengan tata suara yang tak yakin terdengar stereo. Saya tak tahu apakah memang sulit melakukan mixing 4 kanal suara (surround, center dan subwoofer bisa virtual dari filtering kiri/kanan)? Kecuali pada saat syuting dan editing input suara memang hanya sedikit, jadi sayang kualitas teater dengan tata suara DTS tidak terpakai. Okelah, mungkin tata suara surround terlalu canggih, saya lihat sistem stereonya saja, di banyak adegan sering terjadi tumpang tindih, narasi bertabrakan dengan backsoundhingga saya sulit mendengar, terkadang backsound volumenya terlalu kencang dibandingkan narasi atau dialog. Saya tidak tahu ini kesalahan di tata suara teater ataukah memang dari seluloidnya seperti itu. Ah, ngejelekkin mulu! Film ini dikemas dengan setting yang baik, meskipun saya tidak tahu persis seperti apa kondisi jalan, rumah, pakaian, budaya dan tata bahasa tahun 1950-an hingga akhir 1960-an. Hanya para orang tua kita yang bisa mengkonfirmasikan apakah benar Jakarta pada tahun itu kata-kata 'gue' dan 'lu' sudah sangat membudaya? Apakah benar tahun tersebut sudah ada jam tangan bulat tipis yang dipakai Gie? Orang tua saya dulu tidak tinggal di Jakarta, jadi saya tidak ada tempat bertanya. Eh, anak Betawi yang bonyoknya lama di Jakarta kasih tahu gue ye! Diawali dengan narasi Gie yang datar seperti seseorang bercerita kepada anak kecil mulai mendeskripsikan siapa itu Soe Hok Gie, pikirannya, keluarganya dan lingkungannya. Dialog dan adegan perlahan-lahan ditunjukkan untuk menampilkancharacter development Gie dari sejak SMP hingga masuk Kolese Kanisius. Satu yang tak saya suka adalah pergantian adegan ke adegan diselingi layar hitam selama beberapa detik, buat saya ini cukup mengganggu. Dalam menonton film di bioskop mata dan telinga saya tak butuh istirahat, atau menghela nafas sejenak. Memasuki Fakultas Sastra UI karakter Gie semakin ditunjukkan penuh konflik, ketidakpuasannya terhadap pemerintahan, keprihatinannya kepada masyarakat, pandangannya kepada perempuan, bahkan kepada pola dan budaya kemahasiswaan di kampusnya. Gie memang tak mau menjadi top leader di kampusnya namun ia punya dukungan penuh kepada sahabatnya Herman Lantang, yang selain aktif bersama di kemahasiswaan juga bersama-sama membentuk organisasi hobi yang waktu itu bisa dikatakan gila di jaman revolusi, yaitu naik gunung. Jika anda membaca Catatan Seorang Demonstran tentu anda berharap adegan-adegan demonstrasi yang dimotori oleh Gie dan sahabat-sahabatnya, bahkan cukup detil dituliskan dalam catatan hariannya. Memang tidak banyak ditunjukkan dan saya sempat berpikir bahwa film ini akan menyodorkan bagaimana proses sebuah demonstrasi mahasiswa disiapkan secara teknis dan nonteknisnya, saya tak berharap ada adegan demonstrasi kolosal

yang mahal. Di sisi lain kegiatan hobinya naik gunung kurang ditunjukkan, sebab saya ingin tahu pada tahun itu seperti apa mereka menyiapkan peralatan naik gunung yang tentunya tak mudah didapatkan seperti sekarang, dan hal ini ada penjelasannya di buku CSD. Di film ini cakrawala lebar hanya bisa anda dapatkan dalam setting di gunung, termasuk di padang Edelweiss (padang Suryakencana kalau tidak salah namanya) Gunung Gede dan puncak triangulasi Gunung Pangrango (saya pernah duduk juga di puncak Pangrango tersebut dan tidur di kelilingi bunga Edelweiss yang berlimpah), sedangkan di kota hanyalah sudut-sudut kamera sempit namun cukup tertata dalam menggambarkan suasana kota lama Jakarta.Satu yang kurang dari film ini adalah Gie pernah melakukan perjalanan ke luar negeri yaitu ke Amerika dan ke Australia di tahun 1968, setahun sebelum Mapala UI menyiapkan pendakian ke puncak tertinggi di pulau Jawa yaitu gunung Semeru, namun tidak ada deskripsi atau adegan tentang hal ini, memang cukup mengecewakan, namun bisa dimengerti jika alasannya adalah sulit dan mahalnya pengambilan gambar. Salah satu catatannya selama ke Australia adalah piringan hitam Joan Baez-nya ditahan di bandara. Di waktu sebelumnya Sita menyanyikan lagu Donna Donna Donna dengan apik, bahkan cukup menyayat hati mendengar kembali lagu tersebut di film Gie. Lagu "Donna Donna Donna" dulu saya dengarkan sambil membaca buku CSD, yang cukup memengaruhi saya menyukai lagu-lagu Joan Baez yang lain, terutama lagu Diamond and Rust (1975).

 

Resensi Film Sang Pencerah

Sang Pencerah adalah sebuah film yang mengisahkan pada suatu kampung terbesar di yogyakarta yakni kampung Kauman, dengan Masjid besar sebagai pusat kegiatan Agama yang dipimpin seorang penghulu serta diberikan gelar Kamaludiningrat pada tahun 1868. Bukan hanya itu saja film yang digaraf oleh Ram Punjabi ini telah mendapatkan dukungan dari pimpinan pusat Muhammadiyah keluarga besar kyai Haji Ahmad Dahlan, warga Kauman dan kota Gede Yogyakarta. Saat itu Islam dipengaruhi oleh ajaran Syeh Siti Jenar yang meletakan raja sebagai perwujudan Tuhan dan masyarakat banyak meyakini bahwa raja adalah sabda Tuhan yang membuat syariat Islam bergeser kearah tahayul dan mistik. Sementara itu, kemiskinan dan kebodohan sangat merajalela yang diakibatkan oleh politik tanam kerja paksa penjajah Belanda. Sedangkan Agama tidak bisa mengatasi keadaan dikarenakan terlalu sibuk dengan urusan tahayul yang jelas-jelas jauh meleset bertentangan dengan Al'Quran dan Sunah Rassul. Pada suatu masa lahirlah seorang anak laki-laki yang memiliki sifat berbeda dengan masyarakat kampung kauman dan diberina Muhammad, kebanyakan masyarakat kampung selalu memberikan sesajen ditempat-tempat yang dianggap sakral salah satunya menyimpan kelapa muda dan kembang-kembang dibawah pohon rindang. Setelah tumbuh besar anak tersebut menjadi seorang pengajar ngaji akan tetapi masyarakat malah semakin dibutakan dengan kebohohan bahkan tercipta adanya suatu kelompok yang disebut kelompok kejawen. Kebiasaan dari kelompok tersebut adalah menjelek-jelekan islam, menganggap Islam itu agama yang terbelakang mereka lebih memilih untuk bersenang-senang dengan kaum penjajah Belanda salah satunya yaitu minum alkohol yang sudah jelas dilarang oleh ajaran Islam. Masyarakat begitu membenci anak tersebut ketika sudah menjadi kyai karena dianggap ajarannya menyesatkan karena kyai tersebut berkeinginan merubah sifat masyarakat kearah yang lebih baik dan sesuai dengan ajaran Islam sebenarnya. Kyai tersebut mulai mendekati masyarakat Kauman secara perlahan-lahan yakni masuk kesuatu kelompok, sekolah-sekolah dengan pendekatan ajaran Islam yang sesungguhnya. Masyarakat kampung bahkan menganggap bahwa ajaran yang diajarkan kyai Muhammad tersebut menyesatkan dan anak-anak dari masyarakat kampung dilarang untuk belajar terhadapnya karena sudah dikategorikan sebagai orang kafir. Bukan hanya itu saja, keluarga kyai Muhammad ayah dan ibunya Muhammad selalu melarang kyai Muhammad untuk meneruskan ajarannya itu. Muhammad selaku kyai dikampung tersebut selalu di cemoohkan oleh warga masyarakat kampung Kauman bilamana Kyai Muhammad lewat mereka selalu menyebutnya dengan sebutan kyai kafir namun Kyai Muhammad tidak terpengaruh dengan ejekan-ejekan yang dilontarkan orang-orang, Kyai Muhamad tetap sabar dan teguh dengan pendiriannya. Pada suatu masa kyai muhammad mendirikan sekolah madrasah dengan dibantu oleh murid-muridnya, sekolah tersebut dibuka secara geratis untuk umum, anak-anak yang belum sekolah, dan anak-anak dari keluarga yang tidak mampu. Kyai Muhammad dan murid-muridnya mencari anak-anak dikampung Kauman mereka dirawat layaknya anak sendiri dan dibekali dengan ajaran-ajaran Islam yang benar. Namun setelah berdirinya sekolah tersebut mendapati tolakan-tolakan dari guru-guru besar yang dahulu mengajari Muhammad saat menuntut ilmu karena sekolah yang didirikan Muhammad menggunakan fasilitas-fasilitas yang sudah modern seperti adanya meja, kursi, papan tulis. Guru-gurunya marah karena fasilitas tersebut adalah fasilitas yang digunakan oleh orang-orang kafir. Saat guru besar yang mengajari Muhammad tempo dulu datang mengunjungi sekolah yang didirikan kyai Muhammad, gurunya kyai Muhammad tersebut malah mengejek-ngejek Muhammad karena kyai Muhammad salah telah menggunakan fasilitas sekolahnya dengan buatan orang-orang kafir. Akan tetapi kyai muhammad menanggapinya dengan tenang dan sabar malah kyai Muhammad menjelaskan balik secara sopan kepada gurunya tersebut. Diakhir kisah ajaran yang diajarkan Kyai Muhammad diterima oleh Masyarakat kampung Kauman, saking diterimanya banyak orang-orang dari kampung tersebut meminta nasehat kepada kyai muhammad. Akhirnya mulai dari situlah kyai Muhamad disenangi oleh masyarakat kampung bahkan sampai memiliki banyak murid ataupun santri-santri yang belajar kepadanya.

RESENSI FILM NYAI AHMAD DAHLAN 

Film biografi Indonesia berjudul "Nyai Ahmad Dahlan" ini merupakan film yang bercerita tentang kisah dari seorang wanita bernama Siti Walidah ( Tika Bravani ) yang lebih dikenal dengan 'Nyai Ahmad Dahlan. Sejak kecil Siti Walidah memiliki impian untuk menjadi seorang yang pintar, Siti Walidah lahir pada tahun 1872 di sebuah Kampung Kauman.Pada saat zaman tersebut, perempuan memiliki pergaulan yang sangat terbatas dan tidak belajar di sekolah formal. Setelah dewasa, Siti Walidah menikah dengan seorang pria bernama KH Ahmad Dahlan ( David Chalik ) dan dengan menjadi istri beliau menjadi Nyai Ahmad Dahlan. Kyai Ahmad Dahlan merupakan seorang sosok lelaki yang memiliki pikiran maju dan mendukung istrinya untuk bersama membangun bangsa Indonesia.Kyai Ahmad Dahlan bersama dengan Nyai Ahmad Dahlan juga dengan segala kecerdasannya ikut membangun dan membesarkan Muhammadiyah. Karena pergaulan dari Nyai Ahmad Dahlan bersama dengan para tokoh-tokoh, baik dari tokoh dari Muhammadiyah dan juga tokoh pemimpin bangsa lainnya dan kebanyakan dari teman seperjuangan suaminya, wawasan dan pandangan dari Nyai Ahmad Dahlan menjadi sangat luas. Tokoh-tokoh pemimpin bangsa tersebut tidak lain adalah Bung Karno, Bung Tomo, Jenderal Sudirman, KH Mas Mansyur dan lain-lainnya.Setelah mendirikan dan membesarkan Muhammadiyah, Nyai Ahmad Dahlan turut merintis sebuah kelompok pengajian demi pengajian untuk memberikan ilmu keagamaan bagi para semua wanita hingga terbentuknya organasisai yang dikenal dengan 'Aisyiyah'. Pada zaman tersebut, tidak mudah untuk membesarkan organasasi wanita, Nyai Ahmad Dahlan bersama dengan para pengurus Aisyiyah harus berjuang memajukan perempuan yang bermanfaat bagi keluarga, bangsa dan negara.Menurut Nyai Ahmad Dahlan, bahwa wanita juga sepadan perannya dengan lelaki namun tidak boleh sampai melupakan fitrahnya sebagai seorang wanita. Pada saat Jepang masuk ke Indonesia, beliau menentang para penjajah Jepang dengan melarang para warga untuk menyembah dewa matahari. Bersama dengan para warga, beliau mendirikan dapur umum bagi para pejuang untuk melawan para penjajah. Kehidupan bersama dengan KH Ahmad Dahlan, Nyai Ahmad Dahlan juga saling mendukung dalam hal membangun bangsa tergambar begitu indah. Dengan cinta menjadi landasan dalam menjalani hidup dan perjuangan.


TUGAS 4 : RESENSI FILM TANAH AIR BETA

 

Bagi saya, pesan film ini sangat kuat. Agar pemerintah peduli pada nasib pengungsi Timor-Timur. Apalagi pekan lalu harian Kompas sempat mengangkat problema ini di halaman pertama serta liputan utamanya. Detailnya juga bagus, apalagi film ini memang digarap di lokasi pengungsian asli di Nusa Tenggara Timur. Apalagi penggunaan bahasa Indonesia dialek Timor yang kental di sepanjang film mengingatkan saya pada film kesukaan saya, Dances With Wolves (1990) yang menggunakan bahasa Indian Sioux dan Pawnee, patut diacungi jempol. Terlibatnya tentara asli dari kesatuan Kostrad dan Kopassus yang berjaga di sekitar "jembatan air mata" pun sempat mengagetkan saya. Ternyata, film ini memang didukung resmi oleh pemerintah dan Kodam setempat seperti tercantum di credit title. Bahkan nama sejumlah jenderal pun terlihat di sana. Rasa nasionalisme juga terjaga dengan tidak diperlihatkannya bendera negara RDTL sepanjang film. Padahal, aslinya dari "jembatan air mata" perbatasan dengan RDTL terlihat jelas. Kalau pun ada kelemahan, selain "jembatan air mata" yang terlihat lebih pendek dibandingkan aslinya, hanya detail-detail kecil. Sebutlah mobil relawan yang hanya berwarna putih saja tanpa tulisan "UN". Mungkin Alenia Pictures tidak mendapatkan izin dari PBB. Juga pemakaian lagu "Kasih Ibu" yang dinyanyikan Merry dan Mauro di atas jembatan air mata -apalagi Carlo ikut-ikutan- terasa sekali "sinetron banget". Gaya realis menjadi rusak di adegan surealis ini.



TUGAS 5 : RESENSI BUKU MUHAMMAD YAMIN ( PENGGAGAS INDONESIA YANG DIHUJAT YANG DIPUJI )


Dalam buku ini diulas mengenai kehidupan M.Yamin sedari kecil di tanah minang, perpindahannya ke Jawa untuk mengejar sekolah, karir organisasi hingga politik, kehidupan keluarga, proses perumusan UUD dan lambang negara, hingga hari wafat serta peninggalan-peninggalan yang kini dimuseumkan oleh pemerintah. Kehidupan M.Yamin yang penuh dengan kontroversi karena kasus salinan naskah UUD 1945 dalam bukunya Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 serta kontroversi mengenai penggambaran wajah gajah mada yang digunakan masyarakat luas hingga saat ini. Namun dibalik segala kontroversi dalam kehidupan M.Yamin, beliau adalah negarawan besar yang memberikan sumbangsih yang banyak terhadap Indonesia.
Dalam buku ini bermula dengan cerita kehidupan M.Yamin di Sumatera Barat. Anak penggila buku (yang bisa menghabiskan 200 halaman buku dalam sehari) ini adalah penyuka sastra dan hukum. Pendidikannya di Bogor yang mempelajari tentang pertanian dianggapnya kurang menarik lalu pindah ke AMS (Algemen Middlebare School) di jantung Pulau Jawa, Solo. Di AMS, beliau mempelajari tentang kebudayaandan sejarah kesenian, serta sastra Jawa dan Melayu. Ketertarikannya terhadap sastra sudah bisa diliat sejak masih belia. Pada umur 17 tahun, M.Yamin menuliskan karya sastranya yang melegenda belakangan berjudul Tanah Air. Dikisah juga mengenai kegiatan berorganisasi beliau sejak dini. Bahkan dalam Kongres Pemuda II, beliau adalah satu tokoh penting yang menelurkan butir-butir Sumpah Pemuda, terutama tentang bahasa persatuan (karena kelebihannya dalam sastra. Perjalanan M.Yamin yang penuh kontroversi diulas dalam buku ini. Pertama mengenai pengakuannya terhadap susunan UUD 1945 yang disusun olehnya dari lampiran yang terdapat dalam naskah pidatonya di sidang BPUPKI. Beliau berpendapat bahwa naskah UUD 1945 adalah hasil perundingan terhadap naskah yang ia buat  sendiri, namun hal ini tidak tercatat karena dokumentasi sidang BPUPKI tidak ditemukan. Kedua mengenai berlangsungnya sidang BPUPKI tentang perumusan dasar negara. Dalam kejadian sesungguhnya terdapat 30 orang yang berpidato mengenai gagasan dasar negara Indonesia, namun ia menuliskan dalam bukunya hanya 3 orang yang berpidato dalam sidang tersebut. Ketiga tentang penggambaran wajah Gajah Mada, yang hingga kini digunakan sebagai rujukan buku-buku pelajaran. Beliau mengatakan mengambil gambaran wajahnya dari artefak yang dilihatnya di salah satu tempat peninggalan Majapahit. Hal ini dipertentangkan oleh para sejarawan mengenai kebenaran wajah Gajah Mada, bahkan ada yang berpendapat M.Yamin menggambarkan wajah Gajah Mada menyerupai wajahnya sendiri. Hal ini tidak aneh mengingat M.Yamin adalah seorang penggila kejayaan masa lalu, tertama Kerajaan Majapahit. Dari beberapa kontroversi yang ada pada kehidupan M.Yamin, bahkan hingga membuat M.Hatta (Wakil Presiden pertama Indonesia) yang terkenal sopan, mengatakan bahwa M.Yamin adalah seorang yang licik. Kisah hidup negarawan besar seperti Muhammad Yamin menarik untuk ditelusuri. Kebiasaan baca dan menulis hingga melahirkan 44 judul buku, kontroversi dalam hidupnya, lika-liku perjuangan, hingga hubungannya dengan negarawan lain memberi pelajaran penting, bagaimana negara ini didirakan dengan perjuangan, darah, dan air mata. Mempelajari perjuangan masa lalu penting untuk bisa direfleksikan pada kehidupan bernegara saat ini.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar