Selasa, 16 Oktober 2018

B. 181710020 - Nilai – Nilai Pancasila Yang Terkandung Pada Tradisi Perang Topat

Tradisi Perang Topat merupakan salah satu rangkain dengan Upacara Pujawali, sebuah acara adat  yang diadakan di Pura Lingsar, Lombok , Nusa Tenggara Barat.  Perang ini merupakan simbol perdamaian antara Etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan Etnis Bali beragama Hindu. Acara ini dilakukan pada sore hari, setiap bulan purnama ke tujuh dalam penanggalan Suku Sasak . Sore hari yang merupakan puncak acara yang dilakukan setelah salat ashar atau dalam bahasa Sasak  "rarak kembang waru" (gugur bunga waru). Masyarakat Lombok memiliki kepercayaan bahwa gugurnya bunga waru pada sore hari sebagai bentuk kepatuhan pada hukum alam semesta. Ribuan umat Hindu dan Muslim memenuhi Pura Lingsar, dua komunitas umat beda kepercayaan ini menggelar prosesi upacara Puja Wali, sebagai ungkapan atas puji syukur limpahan berkah dari sang pencipta.

'Perang' yang dimaksud dilakukan dengan saling melempar ketupat di antara masyarakat muslim dengan masyarakat hindu. Ketupat yang telah digunakan untuk berperang seringkali diperebutkan, karena dipercaya bisa membawa kesuburan bagi tanaman agar hasil panennya bisa maksimal. Kepercayaan ini sudah berlangsung ratusan tahun, dan masih terus dijalankan.

Dalam tradisi perang topat kita dapat memperoleh nilai nilai dasar pancasila yaitu pada sila ke-3 " Persatuan Indonesia ". melalui tradisi perang topat kita dapat malihat adanya rasa kebersamaan dan kerja sama untuk mendapat tujuan yang sama, yakni mendapat keselamatan dan kesejahteraan walaupun meraka berasal dari etnis dan agama berbeda. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar