Minggu, 04 November 2018

B181710090 - TUGAS RESENSI DAN FILM

NAMA            : ROHMAD APRIANDI

NIM                : 181710090

KELAS           : Hukum B Semester 1

TUGAS 1       : Resensi film Sang Pencerah

Sang Pencerah adalah

film drama      : Tahun 2010

disutradarai     : Hanung Bramantyo

 berdasarkan kisah nyata tentang pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan.

Film ini dibintangi oleh Lukman Sardi sebagai Ahmad Dahlan, Muhammad Ihsan Tarore sebagai Ahmad Dahlan Muda, dan Zaskia Adya Mecca sebagai Nyai Ahmad Dahlan.

Pada suatu hari lahirlah seorang anak laki-laki disebuah desa yang kental akan budaya dan adat istiadat jawa yang kebanyakan dari mereka masih gemar memberi sesajen, memuja-muja dan lain-lain. Anak laki-laki itu diberi nama Darwis.

Hari demi hari, Ia semakin tumbuh menjadi remaja yang pemberani, sampai pada suatu saat Ia mengambil sesajen yang diletakkan warga didepan sebuah pohon yang dianggap kramat. Dengan keberaniannya Ia mengambil sesajen itu lalu Ia bagikan kepada anak-anak dan orang yang membutuhkan.

Keberanian Darwis yang saat itu baru berumur 15 tahun membuatnya semakin yakin dan semakin besar keinginannya untuk mendalami ilmu agama. Sampai pada akhirnya Darwis remaja menghendaki untuk pergi pergi haji ke Mekkah untuk mencari dan   mendalami ilmu Islam. Ternyata niat baiknya itu tidak sebaik yang orang lain fikirkan. Ia ditentang pamannya, tapi disisi lain kakak ipar dan guru bahasa arabnya terus memotivasi dan menguatkan Darwis untuk pergi beribadah haji dan mendalami Islam di Mekkah.

Dengan berbagai pertenangan dan rintangan, akhirnya Darwis remaja dapat pergi haji dan mendalami Islam di Mekkah. Tidak membuang banyak waktu, disana Darwis pun menghabiskan waktunya untuk fokus melaksanakan serangkaian proses ibadah haji dan mendalami Islam di Mekkah. Disana Ia mencurahkan segala keluh kesah dan kerisauannya akan kebiasaan masyarakat didaerahnya yang masih kental akan adat istiadat jawa.

Dengan begitu semangat Darwis terus belajar dan belajar dan terus mencari keberadaan Allah dari mulai di udara, diangin dan dimanapun. Sampai pada akhirnya Ia dinamai Ahmad Dahlan dan Beliaupun pulang ke desa asalnya dengan membawa ilmu yang telah Beliau peroleh selama 4 tahun berada di Mekkah. Beliau membawa banyak oleh-oleh dari Mekkah salah satunya mushaf yang telah Beliau pelajari di Mekkah.

Darwis remaja yang kini telah berubah nama menjadi Ahmad Dahlan tumbuh dewasa dan mulai mengagumi seorang wanita yang dari dulu telah Beliau kenal, namanya Siti Walidah. Dan alhirnya Beliaupun menikah dengannya, dan menjalani hidup layaknya pasangan bahagia yang baru saja menikah.

Dengan semakin bertambahnya umur Darwis semakin bertambah pula umur ayahnya yang kini mulai sakit-sakitan. Dengan kerendahan hatinya, Ayah Darwis menitipkan jama'ah atau masyarakat desa kepadanya. Kemudian Ayahnya meninggal dan Beliau diangkat sebagai khotib besar di sebuah masjid besar. Seperti layaknya khotib-khotib besar lainnya. Setiap kedatangannya di masjid, Beliau selalu disambut oleh jama'ah dimasjid desa tersebut dengan penuh ketundukan.

K.H Ahmad Dahlan, itulah nama yang melekat padanya. Dengan berbagai ilmu yang telah dimilikinya. Beliau mulai berdakwah meski banyak pertentangan yang Beliau hadapi. Pada suatu saat di langgar kidul Beliau memainkan biolanya yang merupakan oleh-oleh dari Mekkah. Kemudian datanglah 4 pemuda yang tertarik mendengar alunan biola yang dimainkan oleh Ahmad Dahlan. Salah satu dari merekapun bertanya, "agama itu apa?". Melalui alunan biolanya yang sangat indah Beliau menjawab pertanyaan dari pemuda itu. Kemudian Ahmad Dahlan

bertanya pada 4 pemuda itu,"apa yang kalian rasakan?". Pemuda itupun menjawab:"ketenangan dan kedamaian yang saya rasakan Pak Kyai". K.H Ahmad Dahlanpun menjawab:"itulah agama, agama itu indah, terang, damai seperti musik ini mengayomi dan menyelimuti".

Pada suatu hari adzan berkumandang, K.H Ahmad Dahlan seperti biasanya melangkahkan kaki untuk melaksanakan sholat berjama'ah di masjid. Sesampainya disana ternyata masjid sangat sepi dan seketika itu Beliau melihat kompas dan ternyata arah kiblat yang selama ini dijadikan arah untuk sholat tidak tepat ke arah Ka'bah. Mulai saat itu K.H Ahmad Dahlan  mulai memutar otak untuk mengubah arah kiblat agar sesuai dengan arah Ka'bah. Dengan cerdas Beliau mulai memperhitungkan kemana arah kiblat yang seharusnya dijadikan arah untuk sholat.

Dengan berbagai pertentangan, Beliau mulai menjelaskan dan merubah arah kiblat yang semula jauh dari arah Ka'bah. Karena usaha keras K.H Ahmad Dahlan, banyak yang mencoba untuk membuktikan perkataan dari K.H Ahmad Dahlan dengan berbagai ilmu yang mereka miliki.

Sampai pada akhhirnya perundingan tentang arah kiblat itu dilaksanakan. Sesuai dugaan banyak pertentangan yang terjadi saat perundingan itu. Menurut mereka kiblat itu sesuai dengan keyakinan kita kepada Allah, menurutnya kiblat boleh mengarah kemana saja asalkan keyakinan kita mengarah pada Allah. Menurut K.H Ahmad Dahlan itu keliru, lalu dengan perhitungan dan gambar dunia yang telah Beliau buat, Beliau mulai menjelaskan tentang arah kiblat tersebut. Dan menurut salah satu dari mereka gambar itu buatan orang kafir dan menurutnya itu salah satu cara kamum kafir untuk  menjebak kaum muslimin. Dan secara tidak langsung pula mereka menganggap bahwa K.H Ahmad Dahlan itu kafir.

Pada suatu malam murid dari K.H Ahmad Dahlan mengubah arah kiblat masjid tanpa sepengetahuan Beliau. Dan keesokan harinya muncul berbagai pertanyaan tentang siapa yang berani mengubah arah kiblat yang selama ini sudah dijadikan arah ketika sholat. Pertentangan demi pertentangan bermunculan dengan begitu panasnya. Tidak hanya K.H Ahmad Dahlan yang menghadapi banyak pertentangan, istri Beliaupun mendapat banyak pertentagan salah satunya dari kakak kandungnya sendiri. Tetapi Beliau tetap kukuh pada pendiriannya untuk membela suami tercintanya.

Dengan meninggalkan berbagai pertentangan itu, K.H Ahmad Dahlan terus berdakwah untuk menegakkan syari'at Islam yang sebenar-benarnya.

K.H Ahmad Dahlan pada dakwah nya seringkali membahas tentang Q.S Al Maun sampai murid-muridnya merasa bosan mendengarkannya.

Suatu ketika datanglah surat dari seorang Kyai penghulu. Dalam isinya Beliau menghendaki agar K.H Ahmad Dahlan menutup masjid yang telah dirubah arah kiblatnya, didalam surat itu juga berisi ancaman untuk K.H Ahmad Dahlan jika tidak segera membongkar masjidnya maka masjid itu akan dibongkar paksa oleh pasukan Kyai penghulu itu.

Dengan keyakinan yang kuat K.H Ahmad Dahlan tidak sedikitpun takut akan isi surat yang telah Beliau terima. Dan benar saja para warga berdatangan untuk merobohkan Masjid Kidul yang pada saat itu sedang berlangsung tadarus Al Qur'an. Pemberontakan besar terjadi pada saat itu, kitab-kitab dirampas, masjid dirusak, kendi-kendi dihancurkan dan mereka merobohkan Masjid Kidul yang dianggap telah melenceng dari ajaran penghulu-penghulu yang terdahulu.

Sampai pada akhirnya K.H Ahmad Dahlan dan istrinya Siti Walidah hendak pergi meninggalkan Desa Kauman. Kakaknya yang masih menjumpai K.H Ahmad Dahlan dan istrinya berada di sebuah gerbong kereta api terus membujuk dan menasehati agar mereka tidak pergi meninggalkan Desa Kauman. Dan akhirnya mereka tetap bertahan di Desa Kauman dan memulai kembali untuk membangun Masjid yang telah dirobohkan itu.

Sampai pada suatu saat K.H Ahmad Dahlan berangkat haji lagi dan dibiayai oleh keraton jogja. Tanpa membuang banyak kesempatan, Beliau terus belajar dan belajar untuk menambah ilmu yang telah Beliau peroleh. 5 tahun berjalan Beliau pulang dan bertemu dengan murid-muridnya yang telah berganti nama.

Setelah beberapa hari berada dikampung halaman, terdengarlah suatu perkumpulan Boedi Utomo yang menarik Beliau untuk mencari lebih dalam informasi tentang pergerakan itu. Sehingga K.H Ahmad Dahlan menyuruh muridnya untuk mencari tau tentang perkumpulan Boedi Utomo.

Benar saja kerabat Wahidin yang merupakan ketua Pekumpulan Boedi Utomo itu menemui K.H Ahmad Dahlan dan mengajaknya bekerjasama. Dari situlah, mulai bermunculan pengobatan gratis. Tidak hanya itu, Perkumpulan Boedi Utomo juga menawarkan kerjasama dalam bidang dan masalah yang lebih luas.

Sejak saat itu, kehidupan K.H Ahmad Dahlan mulai menemui titik terang. Salah satu hal yang Beliau ajarkan "Bukan siapa kita tapi bagaimana kita berusaha untuk umat". Dengan penuh semangat Beliau meminta untuk mengajar di sekolah yang mayoritas non muslim dan Beliau mulai membuktikan bahwa Islam bukan seperti agama yang terbelakang.

Mulailah Islam berjaya dan semakin banyak pula yang mau belajar tentang Islam lebih dalam lagi. Semua usaha keras K.H Ahmad Dahlan tak lepas dari dukungan orang-orang disekitarnya terutama istrinya Nyai Siti Walidah yang senantiasa mendampingi dakwah Beliau seakan-akan kita melihat perjuangan Khajidah ketika mendampingi Rasulullah berdakwah. MasyaAllah..

 

Pesan akhir dari film ini adalah "Hari ini kita sama-sama belajar untuk menjadi yang terbaik dimata Allah. Tidak hanya untuk diri sendiri tapi untuk kepentingan orang banyak. Hidup ini singkat dan hanya satu kali, manfaatkan tidak hanya untuk kepentingan sendiri. Allah beserta orang-orang yang peduli. InsyaAllah ini akan diridhoi. (Langgar Kidul , 18 Nopember 1912 ) KH.Ahmad Dahlan.

TUGAS 2 Resensi film : Nyai Ahmad Dahlan

Sutradara         : Olla Ata Adonara

Penulis            : Dyah Kalsitorini

Pemain            : Tika Bravani, David Chalik, Cok Simbara, Della Puspita, Rara Nawangsih, Egy

                          Fadly, Inne Azri, Malvino Fajaro

 

Sinopsis Film Nyai Ahmad Dahlan

Film biografi Indonesia berjudul "Nyai Ahmad Dahlan" ini merupakan film yang bercerita tentang kisah dari seorang wanita bernama Siti Walidah ( Tika Bravani ) yang lebih dikenal dengan 'Nyai Ahmad Dahlan. Sejak kecil Siti Walidah memiliki impian untuk menjadi seorang yang pintar, Siti Walidah lahir pada tahun 1872 di sebuah Kampung Kauman.

 

Pada saat zaman tersebut, perempuan memiliki pergaulan yang sangat terbatas dan tidak belajar di sekolah formal. Setelah dewasa, Siti Walidah menikah dengan seorang pria bernama KH Ahmad Dahlan ( David Chalik ) dan dengan menjadi istri beliau menjadi Nyai Ahmad Dahlan. Kyai Ahmad Dahlan merupakan seorang sosok lelaki yang memiliki pikiran maju dan mendukung istrinya untuk bersama membangun bangsa Indonesia.

 

Kyai Ahmad Dahlan bersama dengan Nyai Ahmad Dahlan juga dengan segala kecerdasannya ikut membangun dan membesarkan Muhammadiyah. Karena pergaulan dari Nyai Ahmad Dahlan bersama dengan para tokoh-tokoh, baik dari tokoh dari Muhammadiyah dan juga tokoh pemimpin bangsa lainnya dan kebanyakan dari teman seperjuangan suaminya, wawasan dan pandangan dari Nyai Ahmad Dahlan menjadi sangat luas. Tokoh-tokoh pemimpin bangsa tersebut tidak lain adalah Bung Karno, Bung Tomo, Jenderal Sudirman, KH Mas Mansyur dan lain-lainnya.

 

Setelah mendirikan dan membesarkan Muhammadiyah, Nyai Ahmad Dahlan turut merintis sebuah kelompok pengajian demi pengajian untuk memberikan ilmu keagamaan bagi para semua wanita hingga terbentuknya organasisai yang dikenal dengan 'Aisyiyah'. Pada zaman tersebut, tidak mudah untuk membesarkan organasasi wanita, Nyai Ahmad Dahlan bersama dengan para pengurus Aisyiyah harus berjuang memajukan perempuan yang bermanfaat bagi keluarga, bangsa dan negara.

 

Menurut Nyai Ahmad Dahlan, bahwa wanita juga sepadan perannya dengan lelaki namun tidak boleh sampai melupakan fitrahnya sebagai seorang wanita. Pada saat Jepang masuk ke Indonesia, beliau menentang para penjajah Jepang dengan melarang para warga untuk menyembah dewa matahari. Bersama dengan para warga, beliau mendirikan dapur umum bagi para pejuang untuk melawan para penjajah. Kehidupan bersama dengan KH Ahmad Dahlan, Nyai Ahmad Dahlan juga saling mendukung dalam hal membangun bangsa tergambar begitu indah. Dengan cinta menjadi landasan dalam menjalani hidup dan perjuangan untuk bangsa Indonesia.

 

TUGAS 3 Resensi Film Gie

Identitas Film:

Sutradara         : Riri Riza

Produser          : Mira Lesmana

Penulis            : Riri Riza

Pemeran          : Nicholas Saputra, Wulan Guritno, Indra Birowo, Lukman Sardi, Sita Nursanti, Thomas Nawilis, Jonathan Mulia, Christian                                    Audy, Donny

                          Alamsyah Robby Tumewu, Tutie Kirana, Gino Korompis, Surya Saputra,

                          Happy Salma

Distributor      : Sinemart Pictures

Durasi             : 147 menit

Sinopsis:

Film ini berisi tentang catatan harian Gie sejak 4 Maret 1957 sampai dengan 8 Desember 1969. Film ini juga menggambarkan petualangan Soe Hok Gie untuk mencapai tujuannya dalam menggulingkan pemerintahan Soekarno, dan perubahan-perubahan dalam hidupnya setelah tujuan tersebut telah dicapai.

Soe Hok Gie dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942, di sebuah keluarga beretnis tionghoa yang tidak terlalu kaya dan merupakan adik dari sosiolog Arief Budiman. Di masa kecilnya, ketika dia masih duduk di bangku sekolah, dia dikenal sebagai anak yang kritis dalam menentang pendapat orang-orang di sekitarnya yang berbeda dengan pendapatnya, bahkan dengan gurunya sendiri. Gie adalah seorang yang berpendirian kuat, pendiam tapi kritis, tidak mudah terpengaruh oleh siapapun, dia adalah seorang pemuda yang bercita-cita akan merubah negeri yang semakin kacau ini, menjadi Negara yang betul-betul dapat mewujudkan keadilan, persatuan, keamanan, dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dia dikenal sebagai pemuda yang kritis dalam melihat ketidakadilan di negeri ini, terutama pada masa pemerintahan Soekarno.

Dibalik sifatnya yang krtis dan pluralis, dia adalah seorang yang hobi menonton film, mendaki gunung, membaca, dan menulis artikel, yang tulisannya sering dimuat di berbagai surat kabar dan sering kali membuat siapa yang membacanya terpengaruh akan ide dan gagasannya. Setelah lulus SMA Gie melanjutkan pendidikannya ke Universitas Indonesia. Pada masa kuliah inilah ia menjadi salah satu aktivis mahasiswa dan pendiri kelompok MAPALA. Dia juga dikenal sebagai salah satu pelopor dalam perhimpunan mahasiswa untuk menggulingkan masa pemerintahan Soekarno.

Sampai pada suatu hari semua teman-teman yang dulu bersama dengan dia memperjuangkan pendapatnya, kini meninggalkan dia. Gie yang merasa tertekan dan kesepian pada akhirnya menuju ke puncak Gunung Semeru. Namun ternyata hari itu adalah hari terakhir dalam hidupnya. Gie meninggal di Gunung Semeru dalam kesedihan dan kesepian, sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 – 16 Desember 1969 akibat gas beracun.

Kelebihan Film:

Film ini merupakan film yang bagus sebagai materi pelajaran sejarah, dan juga bagi orang-orang yang tertarik dengan ilmu politik. Pada film ini, sosok Gie merupakan sosok yang berani mengemukakan pendapatnya dan hal-hal yang diyakininya, walau dia tahu bahwa tidak semua orang sependapat dengannya. Hal ini dapat mengajarkan kita untuk berani mengemukakan pendapat kita tanpa rasa takut dan dibayang-bayangi oleh pemikiran dan pendapat orang lain.

Kekurangan Film:

Film ini memiliki beberapa kekurangan. Yang pertama ada pada segi teknis, sangat disayangkan bahwa backsound pada film ini jauh lebih besar daripada suara tokoh yang sedang berdialog, sehingga membuat para penonton menjadi kurang memahami jalan cerita. Yang kedua ada pada segi transisi dari satu scene ke scene lainnya yang menggunakan "layar hitam". Hal ini mengganggu alur cerita dan konsentrasi dari penonton sehingga dapat mengurangi pemahaman penonton akan alur cerita, dan membuat cerita pada film ini seakan-akan memiliki alur yang kurang rapi.

 

Analisa film:

Kondisi Sosial:

Kesejahteraan masyarakat yang rendah sehingga banyak masyarakat yang mengalami kemiskinan.

Masyarakat berani mengutarakan pendapatnya

Kondisi Politik:

Munculnya gerakan mahasiswa yang bersifat revolusioner

Munculnya organisasi yang mewakili kepentingan golongan tertentu

Pemerintahan yang tidak stabil (munculnya banyak pemberontakan)

Kondisi Budaya:

Unsur budaya tidak terlalu dominan

Pakaian yang digunakan sopan, (wanita menggunakan kebaya.

TUGAS 4 Resensi Film Surat Dari Praha

Surat Dari Praha adalah sebuah film Indonesia tahun 2016 yang menjadi karya ketujuh Angga Dwimas Sasongkosebagai sutradara. Film yang dibintangi oleh Julie Estelle, Tio Pakusadewo, Widyawati, Rio Dewanto terinspirasi dari kisah kehidupan para pelajar Indonesia di Praha yang tidak bisa kembali akibat perubahan situasi politik Indonesia tahun 1966 pasca Gerakan 30 September dan karya musik Glenn Fredly sebagai elemen utama cerita.

Julie Estelle sebagai Larasati

Tio Pakusadewo sebagai Jaya

Widyawati sebagai Sulastri

Rio Dewanto sebagai Dewa

Chicco Jerikho

Jajang C Noer

Shafira Umm

Sinopsis : Larasati (Julie Estelle) terpaksa memenuhi wasiat ibunya, Sulastri (Widyawati), untuk mengantarkan sebuah kotak dan sepucuk surat untuk Jaya (Tio Pakusadewo) di Praha. Dibesarkan di tengah kehidupan keluarga yang tidak harmonis, hubungan Larasati dan ibunya tidak pernah baik. Jaya, mantan tunangan ibunya, gagal memenuhi janji untuk kembali ke Indonesia puluhan tahun silam akibat perubahan situasi politik.

Pertemuan dengan Jaya membuat Larasati mengetahui persoalan yang sebenarnya. Dia menuding Jaya dan surat-surat yang pernah dikirimnya sebagai penyebab ketidakharmonisan keluarganya, situasi yang membawa akibat buruk bagi hidupnya. Jaya merasa tersudut dan terpaksa harus menjelaskan apa yang baginya telah ia ikhlaskan. Cerita tentang kekuatan memaafkan dan upaya untuk berdamai dengan sisi gelap masa lalu, Jaya dengan rasa bersalahnya dan Larasati dengan cinta sejati.

TUGAS 5 Identitas Buku :

Judul Buku                  : Douwes Dekker "Sang Inspirator Revolusi"

Pengarang                   : Seri Buku Tempo

Penerbit                       : Tempo

Tahun Terbit                : 2012

Jumlah Halaman          : xii + 168 halaman

 

Sang Inspirator Revolusi

            Di dalam tubuhnya mengalir darah Belanda, Perancis, Jerman, dan Jawa, tapi semangatnya lebih menggelora ketimbang penduduk bumiputra. Pemerintah kolonial Belanda menerapkan cap berbahaya kepadanya. Ia, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker atau nama Jawanya adalah Danudirja Setiabudi, orang pertama yang mendirikan partai politik Indonesia. Meski bukan penduduk Indonesia tulen, ke mana-mana Ernest Douwes Dekker selalu mengaku sebagai orang Jawa. Kecintaannya kepada Hindia memang luar biasa. Ia mendedikasikan seluruh hidupnya demi kemerdekaan Indonesia. Sebagai penggerak revolusi, gagasan Ernest melampui zamannya. Tur propagandanya menginspirasi Tjokroaminoto dalam menghimpun massa. Konsep nasionalismenya mempunyai andil saat Sukarno mendirikan Partai Nasional Indonesia. Tapi ia hidup di pembuangan ketika proklamasi kemerdekaan dibacakan.

          

            Setiap ucapan dan tulisan Ernest Francois Eugene Douwes Dekker mengundang curiga pemerintah Hindia-Belanda. Ia dianggap agitator berbahaya. Dari rumahnya di kompleks STOVIA, dia menyusupkan pandangan kebangsaan Hindia kepada pemuda-pemuda terpelajar di sekolah kedokteran Jawa. Dan sejarah Republik mencatatnya sebagai motor penggerak zaman baru dengan mendirikan Indische Partij, partai politik pertama Hindia-Belanda yang berdiri pada tanggal 6 September 1912. Di dalam Insische Partij Douwes Dekker berhasil membuat Tjipto Mangoenkoesoemo yaitu kawan lamanya bergabung dengan partai yang ia dirikan dan juga berhasil menarik perhatian  Soewardi Soerjaningrat atau nama lainnya adalah Ki Hajar Dewantara bergabung bersamanya. Mereka membangun Indische Partij bersama dan banyak merekrut anggota baru. Sampai Indische Partij akhirnya dibubarkan oleh pemerintah Hindia-Belanda.

 

            Berdarah campuran Eropa-Jawa, Ernest Douwes Dekker tumbuh di Pasuruan, kota kecil di pesisir utara Jawa Timur. Jiwa pemberontak pria yang masih memiliki hubungan darah dengan pengarang Max Havelaar, Eduard Douwes Dekker, ini mengental saat bekerja di dua perkebunan di kawasan rumahnya. Melihat kaum pribumi ditindas, Douwes Dekker mundur. Pada usia 20 tahun, ia angkat senjata melawan Inggris di Republik Transvaal, Afrika Selatan. Peluru menembus tubuh Douwes Dekker. Sempat ditahan tentara Inggris, ia dijuluki "anak pemberani". Petualangan asmara Douwes Dekker tak kalah seru.Douwes Dekker menikah tiga kali, semuanya dengan perempuan Indonesia. Salah satu cucunya yaitu Olave Joan Roemer, cucu setiabudi dari Sieglinde Ragna Sigrid, putri bungsunya, mengaku hanya tiga kali bertemu dengan sang kakek yang tak lain adalah Ernest Douwes Dekker.

 

            Bersama Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat, Ernest Douwes Dekker dibuang ke Belanda. Di situ pun tiga serangkai ini getol menyuarakan perjuangan Indische Partij. Hukuman berat ia alami saat diasingkan, ke kamp gelap di Suriname, dengan kebutaan yang masih menderanya. Meminjam nama Jopie Radjiman, ia nekat kembali ke Tanah Air untuk terus menyuarakan cita-cita Indische Partij : Kemerdekaan Hindia atau Indonesia.

 

            Mengaku sebagai orang Jawa yang anti-Belanda, Ernest Douwes Dekker memiliki peran sentral di lingkaran Sukarno saat usia Republik masih muda. Ia sering sowan ke Padepokan Taman Siswa, Sekolah yang didirikan Ki Hadjar Dewantara, bila tak ada kesibukan di Istana Negara. Sang pemberani ini masuk Masyumi karena tertarik ide pergerakan Islam modern yang diusung Natsir. Tak lama setelah dibebaskan Belanda, Douwes Dekker tamat oleh penyakit. Jantungnya lemah, parunya digerogoti bronkitis. Di saat-saat terakhir, ia masih sempat bergurau tentang tubuhnhya yang bernasib sama seperti Republik, "Jalan 100 meter, berhenti didorong-dorong."

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar