KONSEP PERBANDINGAN KETENAGAKERJAAN NEGARA MALASYA DAN INDONESIA
Sebenarnya masalah penempatan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri tidak selamanya membawa dampak negatif, dampak positif yang bisa diambil ialah peningkatan penerimaan bagi negara melalui devisa begitu juga dengan para Tenaga Kerja Indonesia yang bisa mendapatkan pekerjaan. Menurut penulis tidak hanya devisa yang bisa menjadi dampak positif bagi Negara Indonesia tetapi juga program ketenagakerjaan seperti ini dapat menekan jumlah pengangguran yang ada di dalam negeri. Hal-hal positif yang menurut penulis selayaknya perlu diperhatikan atau ditingkatkan bukan untuk dikurangi. Namun, justru hal yang sering mencuat di dalam hubungan luar negeri kita dengan negara lain dalam hal ketenagakerjaan adalah hal-hal negatif.
Di dalam penempatan kerja Tenaga Kerja Indonesia ada beberapa pihak yang mendapatkan wewenang untuk penempatan Tenaga Kerja Indonesia, antara lain :
1. Penempatan untuk kepentingan perusahaan sendiri
Selain oleh pemerintah dan PPTKIS, sebuah perusahaan mempunyai wewenang untuk menempatkan Tenaga Kerja ke luar negeri, atas izin tertulis dari menteri. TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri harus memenuhi beberapa persyaratan :
a) Perusahaan yang bersangkutan berbadan hukum Indonesia, TKI yang ditempatkan merupakan pekerja perusahaan itu sendiri.
b) Perusahaan memiliki bukti hubungan kerja yang diketahui oleh perwakilan Republik Indonesia.
c) TKI telah memiliki perjanjian kerja
d) TKI telah diikut sertakan dalam program jaminan sosial tenaga kerja dan memiliki polis asuransi
e) TKI yang ditempatkan memiliki KTKLN (Pasal 26 Undang-Undang no. 39 Tahun 2004)
2. Penempatan oleh Calon TKI sendiri
Sebagai jaminan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, seorang calon TKI dapat mencari lowongan pekerjaan di luar negeri. Bagi TKI yang akan bekerja di luar negeri, mereka wajib melapor kepada instansi ketenagakerjaan Republik Indonesia. Walaupun perseorangan, TKI yang bekerja di luar negeri tetap mendapatkan perlindungan dari negara.
3. Penempatan oleh Impresariat
Usaha jasa Impresariat merupakan usaha di bidang penyelenggaraan hiburan, baik yang mendatangkan, mengirimkan, mengembalikan serta menempatkan waktu dan jenis hiburan, yang meliputi bidang seni dan oleh raga. Lingkup kegiatan jasa impresariat berkaitan dengan penempatan TKI ke luar negeri untuk membantu pengurusan keberangkatan dan kepulangan artis, seniman atau olahragawan. Kegiatan Impresariat erat hubungannya dengan bidang kepariwisataan.
4. Penempatan oleh Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja
Penempatan dapat melalui jasa yang dilakukan oleh penyedia jasa pekerja, PPJP adalah perusahaan yang berbadan hukum yang dalam kegiatan usahanya menyediakan jasa pekerja untuk dipekerjakan di perusahaan pemberi kerja. PPJP harus memiliki izin operasional dari instansi ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat. Syarat-syarat izin operasional yang harus dimiliki oleh PPJP, ialah :
a) Pengesahan sebagai PT atau Koperasi
b) Anggaran dasar yang memuat kegaiatan usaha penyediaan jasa pekerja
c) SIUP ( Surat Ijin Usaha Penerbitan)
d) Wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku. Dalam hal ini PPJP mendapat pekerjaan dari pemberi kerja, kedua belah pihak berhak atau wajib membuat perjanjian tertulis sekurang-kurangnya memuat:
Hak Tenaga Kerja & Kewajiban PPTKIS Indonesia sebelum keberangkatan atau penempatan
Sebelum keberangkatan para TKI ke luar negeri, Tenaga Kerja Indonesia ditampung terlebih dahulu di sebuah penampungan yang disediakan oleh PPTKIS. Dalam kewajibannya sebagai penampung Tenaga Kerja Indonesia sebelum keberangkatan, mereka harus memiliki persyaratan untuk menyediakan fasilitas-fasilitas yang akan digunakan oleh para calon Tenaga Kerja. Sedangkan, untuk hak-hak yang harus dipenuhi oleh para calon Tenaga Kerja Indonesia adalah sebagai berikut :
a) Pemeriksaan Kesehatan
b) Pelatihan Uji Kompetensi
c) Pengurusan dokumen perjalanan (paspor, visa, tiket)
d) Pembekalan akhir pemberangkatan (PAP)
e) Penandatanganan Perjanjian Kerja
f) Pembuatan rekomendasi bebas fiskal (pengenaan pajak) luar negeri
g) Menunggu jadwal keberangkatan
PROSES YANG TERTUNDA DENGAN MALAYSIA
Jika di negeri minyak mentah nota kesepahaman antara Indonesia dengan Arab Saudi tercapai dengan kata sepakat, lain halnya dengan proses Joint Task Force dengan negeri jiran Malaysia. Kata sepakat untuk penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) untuk perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia masih jauh dari harapan dengan kata lain belum tercapai. Menurut sumber yang penulis lihat bahwa pemerintah Indonesia ingin menerapkan sistem "G to G" (Government to Government). Pemerintah mengajukan hal tersebut agar pemerintah melalui Kementrian Ketenagakerjaan dan Kementrian Luar Negeri dapat lebih berperan dalam mengawasi dan menyalurkan Tenaga Kerja Indonesia, sedangkan pihak swasta hanya berperan melalui proses rekrutmennya saja.
Namun karena sampai saat ini proses MoU (Nota Kesepahaman) itu belum tercapai kata mufakat, maka pemerintah mengambil jalan lain di dalam proses Hukum Internasional yaitu Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai perlindungan terhadap TKI dan anggota keluarganya dan juga langkah moratorium sementara penyaluran Tenaga Kerja Indonesia ke Malaysia. Proses yang berlarut-larut di dalam kesepahaman kerja antara Malaysia dan Indonesia maka pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan penundaan pengiriman Tenaga kerja Indonesia ke Malaysia. Menurut penulis langkah tersebut sangat tepat yang diambil oleh pemerintah oleh karena secara hukum, pemerintah Malaysia belum mampu melaksanakan hukum atau perundang-undangan yang sebelumnya telah dicoba untuk dirundingkan. Kiranya kedepannya pihak pemerintah Malaysia dapat menerima kesepakatan yang diajukan oleh pemerintah Indonesia. Karena moratorium tersebut hanyalah bersifat sementara atau temporary.
Tenaga Kerja Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Rencana ini dibuat melalui Kementrian Pendidikan Nasional untuk menciptakan program-program yang pelatihan bagi para Tenaga Kerja Indonesia. Program ini ditujukan kepada 38 kabupaten kota yang mayoritas pemasok para Tenaga Kerja non-informal Indonesia berasal dari 3 provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur.
Sedangkan menurut, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia seharusnya kumpulan para pelajar Indonesia yang ada di Malaysia mampu membagikan ilmunya kepada para TKI. Menurut Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Kuala Lumpur, Mulya Wirana, para pelajar Indonesia yang belajar di negeri jiran termasuk hebat dan beruntung bisa mengenyam pendidikan S1 bahkan sampai S3. Sedangkan saudara kita yang bekerja di sektor informal di Malaysia untuk menjangkau pendidikan dasar saja sulit.
KESIMPULAN
Dari segi hukum peratifikasian Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai perlindungan terhadap para Tenaga Kerja yang dilakukan oleh DPR adalah hal yang baik. Namun alangkah lebih baik lagi jika pemerintah melihat dari aspek pelaksanaan hukum yang konsisten dan terus-menerus agar hal tersebut tidak hanya menjadi sebuah jargon saja. Pemerintah harus menindak para calo yang tidak bertanggung jawab, yang memungut biaya terhadap para tenaga kerja dengan sangat tinggi. Begitu juga dengan pengiriman tenaga kerja yang ilegal, yang juga harus digugat secara hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar