1. Sistem Hukum Ketenagakerjaan di Negara Malaysia dan Sistem Hukum Ketenagakerjaan Indonesia dalam Mewujudkan Penegakan Hak Asasi Buruh Migran.
a. Sistem Hukum Ketenagakerjaan Malaysia
Beberapa kewenangan dari Pemerintahan Federal adalah urusan luar negeri, pertahanan, keamanan nasional, polisi, hukum perdata dan pidana sekaligus prosedur dan administrasi keadilan, kewarganegaraan, keuangan, perdagangan, perniagaan dan industri, perkapalan, navigasi dan perikanan, komunikasi dan trasnsportasi, kinerja dan kekuasaan federal, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan keamanan social. Sistem pengadilan secara mendasar bersifat federal. Baik hukum federal maupun negara bagian dilaksanakan di pengadilan federal. Hanya pengadilan Syari'ah yang hanya terdapat pada negara bagian, yang menggunakan sistem Hukum Islam, bersama dengan pengadilan pribumi di Sabah dan Sarawak, yang berurusan dengan hukum adat. Selanjutnya juga terdapat Sessions Courts (pengadilan sessi) dan Magistrates' Courts (Pengadilan Magistrat). Pengadilan tinggi dan tingkat pengadilan di bawahnya memiliki yurisdiksi dan kewenangan yang diatur oleh hukum federal. Mereka juga tidak memiliki yurisdiksi dalam segala hal yang berkaitan dengan yurisdiksi pengadilan Syari'ah. Beberapa kewenangan negara bagian diantaranya adalah hal-hal yang berkaitan dengan praktek agama Islam dalam negara, hak kepmilikan tanah, kewajiban pengambilan tanah, izin pertambangan, pertanian dan eksploitasi hutan, pemerintahan kota, dan kerja publik demi kepentingan negara. Terdapat juga beberapa kekuasaan yang berlaku secara bersamaan diantaranya sanitasi, pengaliran dan irigasi, keselamatan dari kebakaran, kependudukan dan kebudayaan serta olah raga. Ketika hukum federal dan hukum negara bagian saling bertentangan maka hukum federallah yang dianggap berlaku. Menteri yang bertanggung jawab atas undang-undang hubungan industrial dapat mengajukan perselisihan antara para penyedia lapangan kerja dengan serikat perdagangan pada pengadilan industri, dan direktur jenderal buruh dapat dipanggil untuk mengatasi perselisihan mengenai gaji karyawan. Banyak undang-undang yang menyediakan arbitrase, selanjutnya undang-undang arbitrase tahun 1952 menyediakan peraturan untuk arbitrase domestik. Terdapat juga Pusat Regional untuk Arbitrase di Kuala Lumpur yang menyediakan fasilitas untuk dilaksanakan arbitrase atas transaksi komersial internasional. Prinsip-prinsip yang meliputi hubungan antara majikan dengan pekerja di Malaysia diperoleh dari 3 sumber utama :
1. Common law
2. Undang-Undang Tertulis di Malaysia
3. Keputusan-Keputusan Mahkamah Perusahaan dan Mahkamah Civil Statute (undang-undang tertulis) ketenagakerjaan Malaysia banyak meniru dari Statuta Inggris dan India, namun begitu statute ketenagakerjaan di Malaysia tidaklah benar-benar serupa (in pari material) dengan undang-undang ketenagakerjaan kedua negara tersebut. Dalam satuta Malaysia terdapat beberapa peruntukan yang khusus untuk Malaysia. Statute-statuta buruh di Malaysia (undang-undang tertulis berkenaan dengan Ketenagakerjaan) terdiri dari Akta Pekerjaan, Akta Perhubungan Perusahaan, Akta Kesatuan Sekerja, Akta Keselamatan Sosial Pekerja, dan sebagainya. Menurut ketentuan 3 dan 5 Akta Undang-Undang Sivil, jika terdapat undang-undang tertulis di Malaysia, Common Law tidak digunakan, namun jika terdapat kekosongan dalam undang-undang tertulis tersebut prinsip common law masih dipakai untuk mengisi kekosongan itu. Telah Dipublikasikan di Majalah Ilmiah Solusi Unsika ISSN 1412-86676 Vol. 11 No. 24 Ed.Sep - Nop 2012 Makamah di Malaysia banyak mengambil aturan-aturan common law bagi melaksanakan aspek undang-undang ketenagakerjaan di Malaysia, misalnya untuk menentukan ujian menentukan dibuat atau tidaknya "kontrak perkhidmatan" (perjanjian kesepakatan bersama), kewajiban antara majikan dan pekerja, dan sebagainya. Statute – satatuta ketenagakerjaan di Malaysia sebagai berikut : 1. Akta pekerjaan 1955, dirubah 1989 2. Akta Kesatuan Sekerja 1959, dirubah 1989 3. Akta Perhubungan Perusahaan 1957, dirubah 1980, 1989 4. Akta Keselamatan Sosial Pekerja 1969 5. Akta pekerjaan Anak-Anak dan Orang Muda 1966 Seperti halnya undang-undang ketenagakerjaan di negara-negara pada umumnya, undang-undang ketenagakerjaan Malaysia mengatur ketentuan-ketentuan umum berkaitan perlindungan bagi pekerja dan majikan / perusahaan seperti perjanjian kerja, hak dan kewajiban buruh/pekerja dan majikan / pengusaha, jam kerja, upah, cuti / istirahat, cuti bersalin, ketentuan tentang lembur, jaminan social, hak beribadah, penghentian pekerjaan / PHK, serta pesangaon dan ketentuan-ketentuannya dan lainlain. Ketenagakerjaan di Malaysia berada di bawah Kementerian Pengurusan Sumber Manusia di Bawah Perdana Meneteri, sejajar dengan Kementerian lain, seperti Keimigrasian. Sebagai negara penerima Tenaga Kerja Indonesia, Malaysia tidak mengatur secara khusus perundang-undangan berkaitan tenaga Kerja Asing, di Malaysia semua pekerja baik domestic maupun dari luar negara yang bekerja di Malaysia melalui kontrak kerja yang sah antara pekerja dengan Malaysia terikat ketentuan dalam Akta Perkerjaan (undang-undang ketenagakerjaan), kecuali tenaga kerja informal, sama dengan Indonesia, malaysia tidak mempunyai perundangundangan khusus berkaitan dengan tenaga kerja informal, Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia sebagai tenaga kerja informal (buruh kasar/Pembantu Rumah Tangga) tidak tercover dalam perundang-undangan Malaysia, Tenaga kerja informan Indonesia terikat pada ketentuan aturan keimigrasian Malaysia sebagai warga negara asing yang berada di Malaysia untuk batas waktu tertentu. Perjanjian antara pekerja dan majikan melalui agen berkaitan dengan masa kerja, upah, serta hak dan kewajiban pekerja dan majikan, negara Indonesia dalam membuat perjanjian dengan negara Malaysia berupa perjanjian G to G (government to government) dengan bentuk MoU. Yang selama ini ketentuannya lebih berpihak kepada Majikan. MoU antara pemerintah merupakan legalisasi TKI untuk dapat bekerja di Malaysia sebagai dasar bagi perlindungan hak-hak dan kewajiban TKI.
b. Sistem Kelembagaan Ketenagakerjaan Indonesia Di Indonesia,
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah lembaga pemerintah utama untuk pengaturan pekerja migran di Indonesia. Rekrutmen dan penempatan tenaga kerja dilakukan oleh agen swasta, yang diberikan izin oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Departemen juga mengawasi pelatihan keterampilan, pembekalan wajib prakeberangkatan dan menyediakan sejumlah kecil atase tenaga kerja di kedutaan besar Indonesia di luar negeri. Departemen-departemen pemerintah yang lain juga terlibat, sejalan dengan mandat mereka yang beragam. Misalnya, Departemen Luar Negeri menangani Telah Dipublikasikan di Majalah Ilmiah Solusi Unsika ISSN 1412-86676 Vol. 11 No. 24 Ed.Sep - Nop 2012 persoalan konsuler, Direktorat Jenderal Imigrasi (di dalam struktur Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia) mengeluarkan paspor, dan Departemen Kesehatan bertanggungjawab atas pemeriksaan kesehatan pra-keberangkatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar