Apa itu Demokrasi ?
Makna kata demokrasi adalah " kekuasaan oleh rakyat" istilah ini pertama kali digunakan pada abad kelima SM oleh sejarawan Yunani kuno Herodontus dengan memadukan kata demos yang berarti rakyat dan kratein yang berarti berkuasa. Definisi demokrasi yang cukup terkenal berasal dari Abraham Lincoln yang berpendapat bahwa demokrasi adalah pemerintahan untuk rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Dengan mengelaborasi gagasan tentang pemerintahan atau kekuasaan, makna demokrasi dapat diberikan lebih tepat: demokrasi adalah sistem politik di mana seluruh rakyat membuat, dan berhak membuat, keputusan dasar mengenai soal soal penting dalam kebijakan publik. Gagasan "berhak membuat" keputusan dasar inilah yang membedakan demokrasi dengan sistem lain di mana keputusan itu ditentukan oleh orang-misalnya ketika diktator yang lemah memenuhi keinginan rakyat karena ada ancaman kerusuhan atau pemberontakan.
Dalam demokrasi, lantaran hak rakyat untuk melakukannya itulah maka mereka dapat membuat keputusan; hak ini berasal dari sistem aturan dasar seperti konstitusi
Ide tentang rakyat yang membuat keputusan menimbulkan persoalan mengenai berada banyak keputusan individu yang berbeda beda dapat dikombinasikan menjadi satu keputusan kolektif. Jawabannya umumnya adalah demokrasi dianggap sebagai kekuasaan mayoritas. Disini idenya adalah bahwa jika kurang ada keseragaman, maka apa apa yang dipilih oleh sebagian besar orang adalah yang dipilih. Semakin banyak jumlah nya maka akan semakin dekat dengan keseluruhan: keputusan mayoritas harus dianggap sebagai keputusan seluruh rakyat. Akan tetapi ada banyak kesulitan dalam ide ini. Keputusan oleh seluruh rakyat sama artinya dengan sesuatu yang diputuskan oleh mayoritas dan pasti melibatkan kompromi dan konsensus; dan demokrasi tidak dapat disamakan dengan kekuasaan mayoritas (Holden, 1993).
Makna utama dari demokrasi telah ditunjukkan tetapi ada juga makna sekunder yang berasal dari kedekatan hubungan antara ide demokrasi dan setaraan.
Ada hubungan antara demokrasi dan kesetaraan ini disebabkan oleh ide tentang seluruh orang membuat keputusan mengandung gagasan bahwa setiap individu memiliki hak untuk bersuara terutama tentang setiap orang punya satu suara, terlepas dari segala sesuatu yang lain. Tanpa hal tersebut hanya akan ada keputusan oleh beberapa orang, bukan seluruh orang. Tetapi, karena begitu dekatnya hubungan antara demokrasi dan kesetaran sehingga terkadang dianggap sebagai aspek sentral bagi makna dasar demokrasi: Ini memberi kita arti sekunder dimana "demokrasi" berarti secara garis besar, "sebuah masyarakat dimana ada kesetaraan".
Makna demokrasi ini tampak jelas, akan tetapi fakta ini cenderung menjadi kabur disebabkan adanya keragaman sistem yang disebut demokrasi. Memang terkadang, terlihat bahwa satu ciri umum dalam diversitas itu adalah ekspresi persetujuan. Penerimaan atau pengakuaan terhadap demokrasi kini telah hampir universal, setidaknya dalam terlihat dalam penggunaan istilah demokrasi, meski apa persisnya demokrasi yang diterima itu masih belum jelas. Bagi beberapa pihak terlihat bahwa "demokrasi" tak lebih dari sekedar "kata seru hidup" yang kosong dari kandungan deksriptif, kata yang sekedar berarti "Hidup sistem politik anu!".
Akan tetapi, perbedaan dan kekacauan tersebut dapat dihindari menggunakan perbedaan antara makna demokrasi yang disepakati yaitu kekuasaan oleh rakyat, dengan penilaian yang berbeda tentang apa yang dibutuhkan agar kekuasaan tersebut eksis, dan karenanya sistem politik mana yang benar benar demokratis. Jadi, ketidaksepakatan antara dimana ada aturan oleh rakyat- dalam kenyataannya tidak mengimplikasikan bahwa kata itu kekurangan makna dan hanya menunjukkan penerimaan.
Penerimaan yang nyaris universal ini merupakan ciri yang paling kentara dari demokrasi sekarang ini. Ciri utama yang lain dari demokrasi adalah demokrasi modern merupakan demokrasi tak langsung atau representatif, bukan demokrasi langsung. Demokrasi modern juga saat ini didominasi oleh demokrasi liberal. Tetapi hal ini merupakan perkembangan baru, sebelumnya terjadi perselisihan penting yang berhubungan dengan sistem politik yang digunakan saat ini berbeda beda contohnya saja sistem politik parlementer, sistem politik monarki, dan sistem politik presidensial.
Lalu apa demokrasi itu penting dalam kehidupan sekarang dan lampau. Sekarang ini, demokrasi memiliki kedudukan yang penting. Akan tetapi, secara historis bila kita melihat ke belakang, demokrasi relatif tidak penting. Selama beberapa abad demokrasi dapat dikatakan tidak eksis. Hal ini diakui oleh Dahl (1989) bahwa "baik itu sebagai ide dan sebagai praktik, seluruh catatan sejarah umumnya menunjukkan kekuasaan hierarkis, sedangkan demokrasi adalah perkecualian belaka. Walaupun keadaan saat ini terjadi sebaliknya.
1.Sejarah Demokrasi dan Demokrasi Liberal
Dalam sejarah, demokrasi pernah diagung agungkan pada masa Yunani pada abad keempat dan kelima SM akan tetapi kemudian pudar dan kembali lagi penting ketika abad ke-18 dan ke-19 dan barulah demokrasi menjadi mapan pada abad ke-20 ini. Penerimaan terhadap demokrasi diawali secara besar besaran setelah perang dunia pertama.
Lalu bagaimana demokrasi pada awalnya? Demokrasi yang berlangsung pada awal demokrasi adalah demokrasi langsung. Pengertian demokrasi langsung menurut Held (1996) dan Sinclair (1988) adalah rakyat memerintah dengan melakukan pertemuan bersama dan langsung membuat keputusan politik.
Demokrasi langsung merupakan bentuk demokrasi yang relatif sulit dilaksanakan untuk wilayah dengan jumlah penduduk yang besar dan tersebar luas. Akan sangat sulit untuk mengumpulkan seluruh penduduk dalam satu tempat untuk ber "demokrasi". Memang kota Yunani contohnya polis dapat melakukan demokrasi langsung karena jumlah warganya yang sedikit dan luas daerah yang kecil.
Oleh karena itu, dimulai abad ke-18, demokrasi langsung mulai bergeser ke demokrasi tidak langsung akibat ketidak mampuan dalam mengumpulkan seluruh warga yang memiliki suara dalam keputusan tersebut. Maka terciptalah demokrasi tidak langsung.
Dalam demokrasi tidak langsung dijelaskan bahwa rakyat tidak membuat banyak keputusan, hanya pada keputusan tertentu seperti memiliki wakil mereka. Selanjutnya wakil atau representatif mereka yang akan melanjutkan dan berbicara atas nama mereka sebagai konstituen. Walaupun terdapat ide dan pendapat yang berbeda beda tentang bagaimana seharusnya seorang wakil dalam demokrasi langsung bertindak serta sifat dan peran yang dimilikinya. Akan tetapi, pada dasarnya wakil rakyat harusnya membuat keputusan atas, untuk rakyat yang memilih mereka.
Dijelaskan dalam partisipasi politik, bahwa dibutuhkan voting dalam pemilu sehingga semua warga dalam suatu negara dapat memiliki hak suara sehingga dapat dikatakan bahwa sistem politik yang mereka anut adalah demokrasi.
Dikatakan sebelumnya bahwa sekarang ini demokrasi di dominasi oleh demokrasi liberal. Kini diyakini secara luas bahwa demokrasi liberal adalah satu satunya jenis demokrasi yang paling mungkin; tetapi belakangan muncul pandangan bahwa ada bentuk bentuk lain. Kata liberal sendiri dalam demokrasi diartikan sebagai sistem pemerintahan yang diatur sehingga terjadi kepedulian dalam melindungi kebebasan individual dengan membatasi kekuasaan pemerintah (Baca pengertian liberalisme).
Ide utama dari demokrasi liberal adalah kekuasaan pemerintah harus dibatasi dengan menggunakan aturan konstitusi ataupun undang undang hak asasi contohnya HAM. Maka, dalam demokrasi liberal, pemerintah terpilih mengekspresikan kehendak rakyat tetapi kekuasaan pemerintah terbatas. Karenanya, pada level tertentu, ini adalah bentuk demokrasi yang sah dimana kekuasaan rakyat sebagaimana diekspresikan oleh pemerintah merea dibatasi. Tetapi, pada saat yang sama, kebebasan liberal utama adalah keniscayaan bagi demokrasi. Tanpa kebebasan berbicara, berkumpul dan sebagainya, rakyat tak dapat memberi pilihan saat pemilu yang memampukan mereka untuk membuat keputusan politik. Ringkasnya, pemilu yang bebas dianggap sebagai syarat yang diperlukan untuk demokrasi. Dan demokrasi liberal dianggap sebagai satu satunya bentuk demokrasi yang mungkin diterapkan.
Gagasan demokrasi liberal umumnya diasosiasikan dengan gagasan penting tentang jenis struktur politik dan proses politik lain yang dibutuhkan untuk membatasi kekuasaan pemerintah dan memberi pilihan elektoral. Hal yang mencolok diantara konsep sistem multipartai dan iden tentang partai yang berfungsi untuk menentang pemerintah. Hal tersebut dapat dilihat sebagai bagian atau komponen dari pluralisme. Ia berpusat pada konsep pluralitas kelompok politik, dan partai, sebagai aspek penting baik itu untuk membatasi kekuatan pemerintah dan menjadi sumber kekuatan alternatif serta untuk menciptakan pilihan bagi elektorat.
Sebelum jatuhnya komunisme pada tahun 1989-90, demokrasi liberal dilawan oleh tipe sistem lain yang oleh pendukungnya dikatakan memiliki kelebihan untuk menjadi bentuk demokrasi. Tidak lain dan tidak bukan merupakan sistem komunis satu partai dan sistem yang dapat kita lihat di banyak negara dunia ketiga.
Sistem komunis sering dikatakan sebagai "demokrasi rakyat" dan pada level tertentu bertindak sebagai model untuk sistem komunis yang banyak dianut di negara negara dunia ketiga.
Banyak dari mereka mengklaim bahwa sistem komunis hal yang demokratis yang didasarkan pada pendapat para penguasa yang mengatakan mengekspresikan kehendak riil rakyat atau mengedepankan kepentingan rakyat. Hal ini kemudian runtuh ketika tahun 1989-90 yang dimulai dari hancurnya sistem komunis di Eropa Timur yang kemudian terjadinya penolakan terhadap politik sistem satu partai dan kemudian bertambahnya dukungan kepada sistem demokrasi liberal. Walaupun, sekarang ini, masih ada beberapa negara yang menggunakan sistem politik satu partai contohnya Cina.
Sejarah berkembangannya demokrasi khususnya demokrasi liberal dimulai dari dikembangkannya teori demokrasi liberal pada akhir abad ke -18 dan di abad ke-19. walaupun sebagian besar pemikiran tentang demokrasi liberal masih dipengaruhi oleh pemikiran John Locke (1632-1704). Teori teori tentang demokrasi liberal dikumpulkan dan disebut sebagai teori demokrasi tradisional, walaupun dalam kenyataan ada beberapa perbedaan dalam teori demokrasi tradisional.
Dalam demokrasi konvensional, rakyat memiliki peran pasif dan hanya memilih "secara negatif" dari apa apa yang ditawarkan kandidat. Dan kemudian, wakil yang telah terpilih mempunyai keleluasaan, walau mereka pada dasarnya tunduk pada pemilih jika ingin bertahan pada pemilu selanjutnya. Teoritis yang paling penting dalam hal tersebut adalah James Madison (1751-1836) dan John Stuart Mill (1806-1873) di Inggris. Dalam teori demokrasi radikal, rakyat memiliki peran positif dan aktif an kandidat merespons pada kebijakan yang diusulkan oleh rakyat. Wakil politik tak diharapkan memanfaat keleluasaan mereka tetapi sekedar menjalankan perintah dari pemilih mereka, dengan kata lain mereka adalah delegasi.
Teoritisi utama dari Demokrasi liberal adalah John Paine (1737-1809) dan Thomas Jefferson (1743-1826) dan utilitarian Inggris Jeremy Bentham (1748-1832) dan James Mill (1773-1836). Rousseau juga memiliki peran penting, meski dia lebih merupakan teoritisi teori demokrasi "kontinental" ketimbang teori demokrasi liberal utama.
Di paruh terkakhir abad ke-20 dipercayai bahwa teori tradisional harus diganti oleh teori demokrasi modern yang lebih realistis, yang mengakui kompleksitas sistem politik modern dan kapasitas politik terbatas yang memiliki oleh rakyat. Di sini yang menonjol adalah "teori demokrasi elitis".
Akan tetapi, teoritisi demokrasi elitis dikritik oleh teoritisi demokrasi partisipatoris, yang berpendapat bahwa teori demokrasi elite sama sekali bukan teori demokrasi dan bahwa apa yang dibutuhkan agar demokrasi tetap eksis adalah partisipasi luas yang oleh seluruh rakyat.
Partisipasi semacam itu harus juga melibatkan industrial demokrasi dan lebih luas melampai sistem politik tersebut hingga ke lingkungan kerja dan sistem perekonomian pada umumnya.
Perkembangan terbaru dalam teori demokrasi modern adalah munculnya kritik feminis terhadap sifat dari representasi dalam demokrasi liberal (Carter dan Stokes) dan teori demokrasi deliberatif yang fokus pada pertimbangan rasional sebagai proses pengambilan keputusan kolektif (Carter dan Stokes, 1998). Dalam perkembangan baru lainnya yang lebih mengejutkan adalah munculnya perhatian pada gagasan dan kemungkinan demokrasi global (Holden, 2000).
Walaupun begitu, masih terdapat kontroversi tentang apakah dasar rasional untuk menilai bahwa demokrasi, yang kini telah menyebar luas, merupakan sistem pemerintahan yang terbaik, meski demikian terdapat banyak dukungan dari argumen yang cukup kuat (Holden, 1993, dan Dahl, 1989). Akan tetapi, sekarang ini masih dipengaruhi relativisme dan posmodernisme yang sering dikatakan bahwa tidak terdapat justifikasi rasional bagi demokrasi (Dalam Carter dan Stokes, 1998). Walaupun seperti itu, jelas bahwa sekarang ini, demokrasi dan terutama demokrasi liberal mendapat banyak dukungan dan penerimaan.
2. Sejarah Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa. Sebelum Indonesia merdeka, kehidupan yang demokratis sudah dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari lahirnya berbagai perkumpulan dan perserikatan, seperti Budi Utomo, Serikat Islam, perkumpulan keagamaan (NU dan Muhammadiyah), perkumpulan partai-partai, perhimpunan pelajar, organisasi sosial dan lain-lain.
Salah satu tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yang sekaligus sebagai tonggak demokrasi di Indonesia adalah dengan adanya Konggres Pemuda II. Musyawarah yang diterapkan dalam Konggres Pemuda II akhirnya dapat membuat suatu kesepakatan penting dan sekaligus menyatukan semua komponen pemuda Indonesia yang semula terpecah-pecah dalam organisasi kepemudaan yang bersifat kedaerahan, yaitu dengan lahirnya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Bukti lain bahwa bangsa Indonesia sudah melaksanakan kehidupan yang demokratis adalah sidang BPUPKI yang membahas rancangan dasar negara dan rancangan Undang-Undang Dasar secara bermusyawarah. Demikian pula pada saat disusunnya teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia , yang kemudian dibacakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta, merupakan wujud nyata dari pengambilan keputusan secara demokratis.
Secara garis besar pelaksanaan demokrasi Indonesia yang dimulai sejak proklamasi kemerdekaaan dibedakan menjadi beberapa periode, yaitu:
a. Periode Berlakunya Demokrasi Liberal (1945-1959)
Pada masa ini, awal mulanya diterapkan demokrasi dengan sistem kabinet presidensial yaitu para menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden, sehingga yang berhak memberhentikannya adalah presiden. Namun setelah dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X yang menyatakan BP KNIP menjadi sebuah lembaga yang berwenang sebagaimana lembaga negara, kemudian diperkuat dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 yang menyatakan diperbolehkannya pembentukanmultipartai, serta Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang menegaskan tanggung jawab adalah dalam tangan menteri. Lahirlah sistem pemerintahan parlementer yang pada prinsipnya menegaskan pertanggung jawaban menteri-menteri kepada parlemen. Pemberlakuan UUDS 1950 menegaskan berlakunya sistem parlementer dengan multipartai. Namun perkembangan partai-partai tidak dapat berlangsung lama karena koalisi yang dibangun sangat rapuh dan gampang pecah, sehingga mengakibatkan tidak stabilnya pemerintahan pada saat ituPeriode Berlakunya Demokrasi Terpimpin (1959—1965) Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali, dan berakhirnya pelaksanaan demokrasi liberal. Kemacetan politik yang terjadi pada masa itu dapat diselesaikan dengan menggunakan demokrasi terpimpin, di mana dominasi kepemimpinan yang kuat akan dapat mengendalikan kekuatan politik yang ada pada saat itu.
Keadaan pada masa demokrasi terpimpin diwarnai oleh tank menarik tiga kekuatan politik yang paling utama, yaitu Soekarno, Angkatan Darat dan PKI. Soekarno membutuhkan PKI untuk menandingi kekuatan Angkatan Darat yang beralih fungsi sebagai kekuatan politik, sedangkan PKI memerlukan Soekarno untuk mendapatkan perlindungan presiden dalam melawan Angkatan Darat. Angkatan darat sendiri membutuhkan Soekarno untuk mendapatkan legitimasi agar dapat terjun ke arena politik Indonesia.
Adanya tank ulur dalam kehidupan politik saat itu, memunculkan masalah-masalah besar yang menyimpang dari kehidupan demokrasi yang berdasarkan UUD 1945, yaitu:
1) Presiden diangkat sebagai presiden seumur hidup berdasarkan ketetapan MPRS No.lI1/1963.
2) Adanya perangkapan jabatan oleh beberapa orang, di mana seorang anggota kabinet dapat juga sekaligus menjadi anggota MPRS.
3) Keanggotaan MPRS dan lembaga negara lain tidak melalui proses demokrasi yang baik, karena dilakukan dengan cara menunjuk seseorang untuk menjadi anggota lembaga negara tertentu.
4) Pelaksanaan demokrasi terpimpin cenderung berpusat pada kekuasaan presiden yang melebihi apa yang ditentukan oleh UUD 1945, yaitu dengan keluarnya produk hukum yang setingkat undangundang dalam bentuk penetapan presiden (Penpres). Misalnya Penpres No.2/1959 tentang pembentukan MPRS, Penpres No.3/1959 tentang DPAS dan Penpres No.3/1960 tentang DPRGR.
5) DPR basil Pemilu 1955 dibubarkan oleh Presiden karena RAPBN yang diajukan pemerintah tidak disetujui DPR, dan dibentuklah DPRGR tanpa melalui pemilu.
6) Terjadinya penyelewengan terhadap ideologi Pancasila dan UUD 1945, dengan berlakunya ajaran Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunis).
7) Terjadinya Pembrontakan Gerakan 30 September PKI (G 30 S/PKI) yang mengajarkan ideologi komunis.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden dalam keadaan yang memaksa..Peristiwa Gerakan 30 September PKI dapat ditumpas dan dibubarkan beserta dengan antek-anteknya, bahkan PKI menjadi organisasi eriarang. Hancurnya PKI, menandai berakhirnya sistem demokrasi terpimpin dan munculnya Orde Baru yang ingin melaksanakan Pancasila UUD 1945 secara murni dan konsekuenPeriode Berlakunya Demokrasi Pancasila (1965—1998)
Gerakan pembrontakan yang dilakukan oleh PKI merupakan puncak penyimpangan yang terjadi pada masa berlakunya demokrasi terpimpin.
Tetapi hal ini menjadi titik tolak bagi pengemban Surat Perintah 11 Maret, yaitu Soeharto untuk menuju puncak kepemimpinan nasional dengan dikeluarkannya ketetapan MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 tanggal 12 Maret 1967 tentang Pengangkatan Soeharto menjadi Presiden Negara Republik Indonesia.
Pada masa orde baru berlaku sistem demokrasi pancasila. Dikatakan demokrasi pancasila karena sistem demokrasi yang diterapkan didasarkan pada Pancasila, yang intinya adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakiln yang dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan menjiwai sila kelima. Pengertian demokrasi pancasila tersebut sesuai dengan Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1968 tentang Pedoman Pelaksanaan Demokrasi Pancasila, di mana dalam ketetapan tersebut disebutkan istilah Demokrasi Pancasiia adalah sama dengan sila keempat dari Pancasila.
Ada beberapa fungsi Demokrasi Pancasila, yaitu:
1) menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara;
2) menjamin tetap tegaknya negara Proklamasi 17 Agustus 1945;
3) menjamin tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia;
4) menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila;
5) menjamin adanya hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara lembaga-lembaga negara;
6) menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab.
Prinsip atau asas pelaksanaan Demokrasi Pancasila menurut pemerintahan orde baru ada tiga, yaitu:
1) menjunjung tinggi hak asasi manusia dan martabat manusia;
2) kekeluargaan dan gotong royong;
3) musyawarah mufakat.
Namun, demokrasi pancasila dalam era Orde Baru hanya sebatas keinginan yang belum pernah terwujud. Karena gagasan yang baik baru sampai taraf wacana belum diterapkan. Praktik kenegaraan dan pemerintahan pada rezim ini tidak memberikan ruang bagi kehidupan berdemokrasi. M. Rusli mengungkapkan ciri-ciri rezim orde haru sebagai berikut.
1) Adanya dominasi peranan ABRI dengan adanya Dwi Fungsi ABRI pada saat itu, yaitu disamping sebagai kekuatan pertahanan keamanan ABRI juga mempunyai peranan dalam bidang politik. Hal ini dapat dilihat dengan jatah kursi yang diberikan ABRI dalam MPR;
2) Adanya birokrasi dan sentralisasi dalam pengambilan keputusan politik;
3) Adanya pembatasan terhadap peran dan fungsi partai dalam pengambilan keputusan politikAdanya campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik;
5) Adanya massa mengambang
6) Adanya monolitisasi ideologi negara; yaitu negara tidak membiarkan berkembangnya ideologi-ideologi lain;
7) Adanya inkorporasi; yaitu lembaga-lembaga non pemerintah diharapkan menyatu dengan pemerintah, padahal seharusnya sebagai alat kontrol bagi pemerintah.
Kepemimpinan pada masa Orde Baru bertumpu pada Soeharto sebagai presiden, ABRI, Golkar, dan birokrasi. Pengambilan kebijakan bidang ekonomi lebih ditonjolkan tetapi ruang kebebasan lebih dipersempit, sehingga pada pemerintahan orde baru nyaris tanpa kontrol masyarakat.
Hal ini mengakibatkan kemajuan ekonomi digerogoti oleh korupsi, nepotisme, dan kolusi.
b. Periode Berlakunya Demokrasi dalam Era Reformasi (1998-Sekarang)
Runtuhnya Orde Baru ditandai dengan adanya krisis kepercayaan yang direspon oleh kelompok penekan (pressure group) dengan mengadakan berbagai macam demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa, pelajar, LSM, politisi, maupun masyarakat.
Runtuhnya kekuasaan rezim orde baru telah memberikan harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Masa peralihan demokrasi ini merupakan masa yang sangat rumit dan kritis karena pada masa ini akan ditentukan kearah mana demokrasi akan dibangun. Keberhasilan dan kegagalan suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada empat faktor, yaitu:
1) komposisi elite politik
2) desain institusi politik
3) kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite politik
4) peran masyarakat madani.
Keempat faktor tersebut harus berjalan sinergis sebagai modal untuk mengkonsolidasikan demokrasi. Sedangkan Azyumardi Azra menyatakan langkah yang harus dilakukan dalam transisi Indonesia menuju demokrasi sekurang-kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang besar, yaitu:
1) reformasi konstitusional (constitutional reform) yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal sistem politik.
2) reformasi kelembagaan (institutional reform and empowerment), yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga politik;
3) pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yang lebih demokratis.
Sedangkan dinamika demokrasi pada masa reformasi dapat dilihat berdasarkan aktifitas kenegaraan sebagai berikut.
1) Dikeluarkanya Undang-Undang No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, memberikan ruang dan gerak lebih luas untuk mendirikan partai politik yang memungkinkan berkembangnya multipartai. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 31 Tabun 2002 Pasal 2 Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa bersama unsur masyarakat lainnya mendorong diakhirinya kekuasaan rezim Orde Baru. Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan, sekaligus mengakhiri rezim orde baru.;ayat 1 yang menyatakan "partai politik didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 tahun dengan akta notaris".
2) Undang-Undang No.12 tahun 2003 tentang Pemilu memberikan kebebasan kepada warga negara untuk menggunakan hak pilihnya secara langsung untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota maupun DPD. Bahkan pemilihan presiden dan wakilnya juga dilaksanakan secara langsung.
3) Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN, berwibawa dan bertanggung jawab dibuktikan dengan keluarnya ketetapan MPR No.IX/MPR/1998 dan ditindak lanjuti dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sebagainya.
4) Lembaga legislatif dan organisasi sosial politik sudah mempunyai keberanian untuk melakukan fungsi kontrol terhadap ekskutif, sehingga terjadi check and balance.
5) Lembaga tertinngi negara MPR berani mengambil langkah-langkah politik dengan adanya sidang tahunan dan menuntut kepada pemerintah dan lembaga negara lain untuk menyampaikan laporan kemajuan (progress report).
6) Adanya kebebasan media massa tanpa ada rasa takut untuk dicabut surat ijin penerbitannya.
7) Adanya pembatasan masa jabatan presiden, yaitu jabatan presiden paling lama adalah 2 periode masa kepemimpinan.
Fahrul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar