Kamis, 10 Mei 2018

(Hukum01 - 171710754) DEMOKRASI INDONESIA

Demokrasi merupakan tatanan hidup bernegara yang menjadi pilihan negara-negara di dunia pada umumnya. Demokrasi lahir dari tuntutan masyarakat barat akan persamaan hak dan kedudukan yang sama di depan hukum. Hal ini terjadi karena pada masa sebelum adanya deklarasi Amerika dan Perancis, setiap warga dibeda-bedakan kedudukannya baik di depan hukum maupun dalam tatanan sosial masyarakat.

Demokrasi yang berasal dari kata demos dan kratos berarti pemerintahan dari untuk oleh rakyat. Amin Rais mengartikan demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya yang memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya termasuk dalam menilai kebijaksanaan pemerintah negara oleh karena kebijaksanaannya tersebut menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian demokrasi adalah pemerintahan yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kekuasaan rakyat. Atau jika ditinjau dari sudut organisasi ia berarti sebagai suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.

Dalam praktek pelaksanaannya, demokrasi yang memposisikan rakyat dalam penentuan kebijakan negara, sering bergeser ketika peranan negara yang terwujud dalam pemerintahan melakukan langkah-langkah yang berusaha membatasi hakekat kehendak dan kekuasaan rakyat dalam penyelenggaraan negara. Langkah-langkah tersebut dicapai melalui perubahan konstitusi ataupun produk perundang-undangan yang dibuat rezim yang berkuasa. Gerakan konstitusional maupun yuridis formal dipergunakan untuk merubah dan membatasi ruang berlakunya demokrasi.

Perjalanan sejarah demokrasi di Indonesia telah membuktikan bahwa tidak selamanya demokrasi dilaksanakan sesuai dengan konstitusi. Kenyataan silih bergantinya sistem demokrasi di Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai lahirnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, sampai pada munculnya reformasi menunjukkan betapa dominannya peranan (pemerintahan) negara dalam memberikan warna terhadap sistem demookrasi di Negara Indonesia. Sementara rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara dipaksa mengikuti kemauan dan kekuatan elite politik yang sedang berkuasa dalam menjalankan demokrasi.

Suatu pergulatan politik dalam tataran konsepsional suatu konstitusi dengan konfigurasi politik yang ditandai oleh kemauan kekuasaan pemerintahan negara dalam mengartikulasikan demokrasi menurut pemahaman mereka. Bahwa pilihan terhadap demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan tindakan yang tepat guna mengontrol kekuasaan negara melalui proses penentuan kebijakan Negara. Konstitusi telah meneguhkan pengertian demokrasi secara yuridis namun dalam kehidupan politik berlaku dalil bahwa realitas konsep dan pelaksanaan demokrasi sangat di tentukan oleh political will pemerintahan Negara. Pergeseran konsep dan pelaksanaan demokrasi senantiasa dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang ada.

Pemahaman antara demokrasi dan negara hukum tidak dapat dipisahkan, karena keduanya salinh terkait dan bahkan sebagai prasyarat bahwa negara hukum pastilah negara yang demokrasi. Negara hukum adalah negara yang demokratis karena kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat. Aristoteles berpendapat bahwa pengertian negara hukum itu timbul dari polis yang mempunyai wilayah negara kecel, seperti kota dan berpenduduk sedikit, tidak seperti negara-negara sekarang ini yang mempunyai wilayah luas dan berpenduduk banyak. Dalam polis itu segala urusan negara dilakukan dengan musyawarah, dimana seluruh warga negaranya ikut serta dalam urusan penyelenggaraan negara.

Kemudian muncul teori-teori keedaulatan yang monistis, yaitu teori kedaulatan untuk menopang paham negara dengan kekuasaan mutlak. Bahwa kekuasaan negara merupakan kekuasaan tertinggi dan tidak terbatas dan dapat memaksakan perintah-perintahnya. Menimbulkan tindakan sewenang-wenang dari raja berupa penindasan terhadap hak-hak asasi manusia, sehingga mendapat reaksi dan tantangan dari aliran pluralis politik yang menyangkal kekuasaan tertinggi dan tidak terbatas dari negara (penguasa negara).

Dari reaksi dan tantangan tersebut muncul teori pembagian kekuasaan yang dipelopori oleh John Locke, Montesquieu, dan Jean Jacques Rousseau. Teori ini membagi tiga kekuasaan dalam negara yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekusaan yudikatif, yang kemudian terkenal dengan nama teori trias politica. Kemudian pada abad ke-17 dan ke-18 muncul konsep negara hukum. Konsep ini berintikan bahwa kekuasaan penguasa harus dibatasi agar tidak dapat berbuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Pembatasan itu terjadi dengan adanya supremasi hukum yaitu bahwa semua tindakan penguasa negara harus berdasarkan dan berakar pada hukum.

Sejarah perkembangan demokrasi modern tidak dapat dilepaskan dari perkembangan yang terjadi pada abad ke-19 di Eropa dan Amerika yaitu dengan adanya deklarasi tahun 1776 di Amerika dan di Perancis tahun 1789. Kedua deklarasi ini merupakan perkembangan yang revolusioner terutama di bidang hak asasi manusia dan kedudukan yang sama di depan hukum, meskipun hal ini telah dikenal jauh sebelum adanya kedua revolusi tersebut. Dari perkembangan tersebut muncul tuntutan-tuntutan bahwa kekuasaan negara tidak di tangan raja tetapi ditangan rakyat.  

Revolusi yang terjadi di barat itu membawa pengaruh besar dalam tataran pemikiran dan kehidupan manusia. Revolusi ini didasarkan pada kondisi-kondisi nyata dibarat, karena terjadinya perbedaan-perbedaan kelas di masyarakat, kekuasaan absolute negara dan juga gereja, telah menjadikan mereka sadar bahwa terdapat jurang pemisah di dalam masyarakat, antara warga yang satu dengan yang lain. Revolusi ini juga melahirkan negara-negara modern demokratis yang mana prinsip-prinsip hak-hak asasi manusia dan kedudukan yang sama didepan hukum adalah unsur-unsur yang mutlak harus ada dan tidak dapat diganggu gugat. Revolusi ini didasarkan pada kepentingan, kebutuhan dan kondisi masyarakatnya yang tertindas. Namun demikian revolusi ini pula telah melahirkan kelas-kelas baru antara pengusaha dan buruh dengan keadaan yang berbeda, sementara negara tidak boleh mencampuri kepentingan dan urusan individu.

Dalam sejarah ketatanegaraan selanjutnya dikenal negara hukum dalam arti sempit atau formal dan ajaran luas atau material. Negara hukum formal kerjanya hanya menjaga agar jangan sampai ada pelanggaran terhadap keamanan dan ketertiban seperti yang telah ditentukan oleh hukum tertulis (undang-undang). Negara hanya bertugas melindungi jiwa, harta benda atau hak-hak asasi manusia secara pasif dan tidak turut serta dalam bidang perekonomian dan kesejahteraan rakyatnya. Negara yang model seperti itu disebut sebagai negara penjaga malam. Negara hukum dalam arti luas adalah negara yang terkenal dengan istilah welfare state yang bertugas menjaga keamanan dalam arti luas yaitu menyangkut kesejahteraan umum berdasarkan prinsip-prinsip hukum yang benar dan adil sehingga hak-hak asasi manusia benar-benar terjamin.

Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan, Indonesia sering mengalami perubahan berlakunya Undang-Undang Dasar. Mulai dari UUD 1945, Konstitusi RIS, UUD 1950, kembalinya UUD 1945 dan sampai dengan UUD 1945 setelah di amandemen pada tahun 2002. Secara konsepsional, masing-masing UUD merumuskan pengertian dan pengaturan hakekat demokrasi menurut visi penyusun konstitusi yang bersangkutan.

Pada awal kemerdekaan ketika UUD 1945 menjadi hukum dasar tertulis bagi segenap bangsa Indonesia, muncul pergeseran gagasan ketatanegaraan yang mendominasi pemikiran segenap pemimpin bangsa. Semula gagasan tentang peranan negara dan peranan masyarakat dalam ketatanegaraan lebih dikedepankan. Gagasan itu disebut gagasan pluralisme. Selanjutnya dengan melihat realita belum mungkin dibentuknya lembaga-lembaga negara seperti dikehendaki UUD 1945 sebagai aparatur demokrasi yanng pluralistik, muncullah gagasan organisme. Gagasan tersebut memberikan legitimasi bagi tampilnya lembaga MPR, DPR, DPA untuk sementara dilaksanakan Presiden dengan bantuan Komite Nasional.

Tindakan darurat yang bersifat sementara dan pragmatis tersebut dirumuskan dalam Pasal II Aturan Perlalihan UUD 1945. Jangka waktu yang membatasi kekuasaan Presiden dan Komite Nasional dalam menjalankan fungsi-fungsi lembaga negara itu adalah sampai dengan masa enam bulan setelah berakhirnya Perang Asia Timur Raya. Kemudian MPR yang terbentuk berdasar hasil pemilihan umum oleh konstitusi diperintahkan bersidang untuk menetapkan UUD yang berlaku tetap. Tindakan tersebut wajib dilakukan MPR dalam enam bulan setelah lembaga yang bersangkutan terbentuk.

Bahwa UUD 1945 pada awal kemerdekaan disusun oleh sebuah panitia yakni Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Secara konstitusional seharusnya UUD ditetapkan oleh MPR dan bukan oleh PPKI. Apabila berdasarkan sejarah penyusunannya dan redaksi Pasal II Aturan Peralihan, dikatakan bahwa UUD 1945 adalah UUD yang bersifat sementara. Kenyataan tersebut senada dengan ucapan mantan Presiden Soekarno ketika berpidato di depan BPUPKI dan PPKI.  

Rupa-rupanya gagasan pluralisme demikian dominan dikalangan elite politik Indonesia. Terbukti ketika tanpa menunggu enam bulan setelah Perang Pasifik muncullah pemikiran untuk segera mengakhiri pemusatan kekuasaan yang dimiliki Presiden berdasarkan perlimpahan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Gagasan pluraslisme terwadahi dalam rapat Komite Nasional Indonesia tanggal 16 Oktober 1945. Komite Nasional tersebut mengusulkan agar ia diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan GBHN serta hal itu agar disetujui oleh pemerintah. Atas desakan tersebut, Wakil Presiden Muhammad Hatta atas nama Presiden mengeluarkan Maklumat Pemerintah Nomor X Tahun 1945.

Gagasan pluralistikatau demokrasi yang pluralistik terwakili oleh lahirnya Maklumat Pemerintah Tanggal 14 Nopember 1945. Kedua maklumat tersebut secara mendasar telah berubah sistem ketatanegaraan kearah pemberian porsi yang besar kepada peranan rakyat dalam partisipasinya menyusun kebijakan pemerintahan negara.

Ide untuk mendirikan partai-partai politik sebagai bentuk pemberian kesempatan partisipatif rakyat seluas-luasnya melalui sistem multi partai mendapatkan tempat ketika diterbitkan Maklumat Wakil Presiden tanggal 3 Nopember 1945. Diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden tersebut atas usul Badan Pekerja Komite Nasional Pusat. Intinya bahwa pemerintah menyetujui timbulnya partai-partai politik karena dengan partai-partai politik karena dengan partai-partai politik itulah dapat dipimpin kejalan yang teratur segala aliran yang ada dalam masyarakat bahwa pemerintah berharap supaya partai-partai politik telah tersusun sebelum dilangsungkannya pemilihan anggota badan perwakilan rakyat pada bulan Januari 1946.

Sekali lagi mengenai peranan (pemerintahan) negara dalam penyelenggaraan demokrasi terjadi perubahan yang mendasar ketika ketetapan MPRS No.VIII/MPRS/1965 menetapkan Demokrasi Terpimpin yang oleh Soekarno dikatakan sebagai demokrasi yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan sebagai landasan pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Ide tentang Demokrasi Terpimpin banyak ditentang oleh kelompok oposisi. Mereka menolak gagasan demokrasi semacam itu karena pengertian terpimpin bertentangan dengan demokrasi. Syarat mutlak demokrasi adalah kebebasan sedangkan kata terpemimpin justru akan meniadakan atau menghilangkan kebebasan itu sendiri. Demokrasi terpimpin menuju kearah praktek diktatorial dalam pelaksanaan demokrasi.

Penyelenggaraan demokrasi kini bertumpu pada UUD 1945 setelah mengalami amandemen. Secara redaksional tugas, fungsi, dan wewenang DPR sebagai perwujudan aspirasi rakyat masih seperti pengaturan UUD 1945 lama. Perubahan hanya menyangkut sistematika pengaturan, tidak mengenai substansi materi pengaturannya. Pada dasarnya DPR mempunyai fungsi legislasi (pengaturan), pengawasan dan budgeting (anggaran).

Demokrasi di Indonesia berkembang seiring dengan pergolakan politik yang terjadi setelah kemerdekaan. Perubahan-perubahan konsep demokrasi terjadi mulai dari dekokrasi terpimpin, demokrasi parlementer sampai ke demokrasi presindensiil. Namun pada dasarnya, peranan pemerintahan dalam menjalankan demokrasi masih sangat dominan, karena dalam UUD 1945 beserta amandemennya, masih nampak kekuasaan pemerintahan tetap lebih besar dibanding kekuasaan lainnya.

Penerapan demokrasi tidak dapat dilepaskan dari perlindungan hak-hak asasi manusia, oleh karena itu hendaknya penegakan hukum terhadap hak-hak asasi manusia perlu lebih dioptimalkan lagi. UUD 1945 beserta amandemen perlu lebih disempurnakan, karena disatu sisi menganut sistem pemerintahan presidensiil, namun disisi lain menganut sistem demokrasi perlementer. Perlu ditinjau kembali besarnya kekuasaan pemerintahan dalam mewujudkan demokrasi.

Negara demokrasi adalah kedaulatan rakyat, dalam hal ini rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi. Pemerintah hanyalah pihak yang diberi kepercayaan oleh rakyat untuk mewujudkan cita-cita Negara Benih-benih demokrasi di indonesia telah tumbuh semenjak pemilu tahun 1955. Pada waktu itu, pemili diikuti oleh partai politik yang sangat banyak. Rakyat pun diberi kesempatan untuk memimilih partai sebagai penyalur aspirasi mereka. Sekarang demokrasi negara kita telah berkembang dengan pesat, rakyat semakin mendapatkan hak dan kebebasan yang layak. Salah satu wujudnya adalah pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) secara langsung. Rakyat dapat secara langsung menentukan pemimpin dan para wakilnya.

Pertama kali Indonesia menganut sistem demokrasi parlementer, yang biasa disebut dengan demokrasi liberal. Masa demokrasi liberal membawa dampak yang cukup besar, mempengaruhi keadaan, situasi dan kondisi politik pada waktu itu. Di Indonesia demokrasi liberal yang berjalan dari tahun 1950-1959 mengalami perubahan-perubahan kabinet yang mengakibatkan pemerintahan menjadi tidak stabil. Pada waktu itu, pemerintah berlandaskan UUD 1950 pengganti konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) tahun 1949. Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kontitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945. Sebagai demokrasi pancasila terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya hanya sesuai dengan UUD 1945.

Demokrasi dipahami sebagai "kontrol rakyat atas urusan-urusan publik dengan berpijak pada persamaan politis". Urusan-urusan publik itu mencakup soal kebijakan politik terkait pendidikan, ekonomi, kesehatan, sampai berapa gaji yang mesti diterima anggota DPR di Indonesia. Rakyat memiliki hak, sekaligus kewajiban untuk mengorganisasi diri, dan secara aktif terlibat di dalam semua proses-proses tersebut. Kebebasan politis di Indonesia jelas berkembang pesat walaupun tidak ditunjang oleh peningkatan kerja-kerja institusi pemerintahan yang bertugas menopang demokrasi dan kebebasan tersebut. Yang sebaliknya justru terjadi, kinerja yang begitu lamban dari berbagai institusi tersebut justru menjadi penghalang bagi berbagai bentuk kebebasan politis di Indonesia. Mental birokrasi warisan dari masa lalu masih bercokol begitu kuat dan dalam di berbagai institusi politik Indonesia. pemilihan umum sebagai pesta demokrasi, baik pada tingkat pusat maupun daerah, telah berhasil dilaksanakan. Namun, hasilnya belum seperti harapan. Yang tercipta adalah perwakilan semu. Para politisi yang terpilih belum sungguh mewakili dan memperjuangkan kepentingan rakyat yang memilihnya. Mereka sibuk dengan kepentingan pribadi ataupun organisasi politis yang mendukung mereka untuk terpilih di jajaran birokrasi pemerintahan ataupun perwakilan rakyat.

Oligarki masih begitu kuat mencengkeram dunia politik Indonesia. Sekelompok orang kaya dan berpengaruh secara politik, yang biasanya lahir dari kelompok elite politik-ekonomi masa lalu, turut campur di dalam politik, sehingga kepentingan mereka bisa tercapai walaupun dengan mengorbankan kepentingan masyarakat luas pada umumnya. Kita bisa melihat bagaimana para pengusaha kaya beramai-ramai menjadi caleg, kepala daerah bahkan mencalonkan diri menjadi presiden dengan dukungan dana yang amat besar. Ketika terpilih, mereka kerap kali lupa pada kepentingan dan suara dari rakyat yang mendukung mereka pada awalnya. berbagai kelompok masyarakat sipil yang giat melakukan proses demokratisasi di tingkat akar rumput terpecah belah, baik dalam soal posisi pemikiran maupun strategi politik. Karena tercerai berai, mereka tidak memiliki daya tekan yang kuat untuk memengaruhi kebijakan politik. Mereka pun kerap kali terasing dari kekuasaan politik nyata yang memerintah. Di dalam perjalanan, beberapa kerja sama dengan posisi pemikiran serta strategi politik yang jelas di antara berbagai kelompok masyarakat sipil ini telah terjadi walaupun belum memiliki dampak kuat ke dalam pembuatan kebijakan.

Berbagai keputusan yang dibuat haruslah bersifat terbuka dan demokratis. Artinya, semua keputusan haruslah melibatkan rakyat secara luas di dalam proses diskusi yang terbuka dan setara sehingga mereka bisa menyampaikan pandangan-pandangan ataupun kepentingan-kepentingannya. Tujuan dasarnya adalah untuk membuat semacam blok politik di dalam masyarakat sipil sebagai pengimbang kekuasaan negara di satu sisi, dan kekuasaan bisnis-ekonomi raksasa di sisi lain. Dengan perimbangan kekuasaan ini, demokrasi sebagai kendaraan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur untuk semua bisa ditingkatkan mutu dan kinerjanya. demokrasi bukanlah semata soal sistem politik semata, seperti yang menjadi kesan dari buku Reclaiming the State ini. Demokrasi adalah pandangan hidup yang mewujud nyata ke dalam cara hidup sehari-hari, terutama soal proses pembuatan keputusan yang terkait dengan kehidupan bersama. Inilah kiranya yang menjadi pekerjaan rumah yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia sekarang ini. Tanpa upaya yang menyentuh soal mentalitas demokratis ini, sistem politik secanggih apa pun akan runtuh ketika masalah datang mengguncang. Tentunya, bukan itu yang kita inginkan.

Demokrasi terpimpin diIndonesia dimaksudkan oleh Presiden Soekarno sebagai demokrasi yang sesuai dengan kepribadian bangsa, yang berbeda dengan sistem demokrasi liberal yang merupakan produk dari barat, tetapi pada pelaksanaannya Demokrasi terpimpin mengalami bentuk macam penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut diakibatkan oleh terpusatnta kekuatan politik pada Presiden Soekarno. Era tahun 1959 sampai dengan 1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno sangat mempengaruhi kondisi politik Indonesia dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno dimaksudkan untuk melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia agar sesuai dengan UUD 1945. Demokrasi adalah memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Sistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaan yang menghargai martabat manusia. Pelaku utama demokrasi adalah kita semua, setiap orang yang selama ini selalu diatasnamakan namun tak pernah ikut menentukan. Menjaga proses demoratisasi adalah memahami secara benar hak-hak yang kita miliki, menjaga hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha melanggar hak-hak itu.

Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang dan di dalam sistem politik yang demokratis warga negara mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Demkrasi keputusan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperalisme dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis.

 

Tri Asmita

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar