Jumat, 02 November 2018

02181310233 judul (Revolusi Nasional Indonesia)

DESKRIPSI

Refolusi Nasional Indonesia adalah sebuah konflik bersenjata dan pertentangan diplomasi antara Republik Indonesia yang baru lahir melawan Kerajaan Belanda yang dibantu oleh pihak Sekutu, diwakili oleh Inggis. Rangkaian peristiwa ini terjadi mulai dari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga pengakuan kemerdekaan Indonesa oleh Kerajaan Belanda pada 29 Desember 1949. Meskipun demikian, gerakan revolusi itu sendiri telah dimulai pada tahun 1908, yang saat ini diperingati sebagai tahun dimulainya kebangkitan nasional Indonesia.
Selama sekitar empat tahun, beberapa peristiwa berdarah terjadi secara sporadis. Selain itu terdapat pula pertikaian politik serta dua interverensi internasional. Dalam peristiwa ini pasukan Belanda hanya mampu menguasai kota-kota besar di pulau Jawa dan Sumatera, namun gagal mengambil alih kendali di desa dan daerah pinggiran. Karena sengitnya perlawanan bersenjata serta perjuangan diplomatik, Belanda berhasil dibuat tertekan untuk mengakui kemerdekaan Indonesia. Revolusi ini berujung pada berakhirnya pemerintahan kolonial Hindia Belanda dan mengakibatkan perubahan stuktur sosial di Indonesia, dimana kekuasaan raja-raja mulai dikurangi atau dihilangkan. Peristiwa ini dikenal dengan "revolusi sosial", yang terjadi dibeberapa bagian di pulau Sumatera.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pergerakan nasionalisme untuk mendukung kemerdekaan Indonesia dari Kerajaan Belanda, seperti Budi Utomo, Partai Nasional Indonesia, Sarekat Islam dan Partai Komunis Indonesia tumbuh dengan cepat dipertengahan abad ke-20. Budi Utomo, Sarekat Islam dan gerakan nasional lainnya memprakarsai strategi kerja sama dengan mengiim wakil mereka ke Volksraad (dewan rakyat) dengan harapan Indonesia akan diberikan hak memerintah diri sendiri tanpa campur tangan Kerajaan Belanda. Sedangkan gerakan nasionalis lainnya memìlih cara nonkooperatif dengan menuntut kebebasan pemerintahan Indonesia sendiri dari Belanda. Pemimpin gerakan nonkooperatif ini adalah Soekarno dan Mohammad Hatta, dua orang mahasiswa nasionalis yang kelak menjadi presiden dan wakil presiden pertama. Pergerakan ini dimudahkan dengan adanya kebijakan Politik Etis yang dijalankan oleh Belanda.
Pendudukan Indonesia oleh Jepang selama tiga setengah tahun masa Perang Dunia Kedua merupakan faktor penting untuk revolusi berikutnya. Belanda hanya memiliki sedikit kemampuan untuk mempertahankan penjajahan di Hindia Belanda. Hanya dalam waktu tiga bulan, Jepang berhasil menguasai Sumatera. Jepang kemudian berusaha untuk mengambil hati kaum nasionalis dengan menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia dan mengizinkan penggunaan bahasa Indonesia diruang publik. Ini menimbulkan lahirnya organisasi-organisasi perjuangan di seluruh negeri.
Ketika Jepang berada diambang kekalahan perang, Belanda kembali unrk merebut kembali bekas koloni mereka. Pada 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Kunaiki Koiso menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia, walaupun tidak menetapkan tanggal resmi.

PEMBAHASAN

Proklamasi dan Pembentukan Pemerintahan
Pada ahir bulan Agustus 1945, pemerintahan republikan telah berdiri di Jakarta. Kabinet Presidensial dibentuk, dengan Soekarno sendiri sebagai ketuanya. Hingga pemilihan umum digelar, Komite Nasional Indonesia Pusat dibentuk untuk membantu Presiden dan bertindak hampir sebagai badan legislatif. Komite serupa juga dibentuk di tingkat provinsi dan kabupaten. Mendengar berita pembentukan pemerintah pusat di Jakarta, beberapa raja menyatakan menggabungkan diri dengan Indonesia. Sementara beberapa lainnya belum menyatakan sikap atau menolak mentah-mentah, terutama yang pernah didukung oleh pemerintah Belanda.
Khawatir Belanda akan berusaha merebut kembali kekuasaan di Indonesia, pemerintah yang baru dibentuk tersebut dengan cepat menyelesaikan persoalan administrasi. Saat itu, pemerintah masih sangat terpusat di pulau Jawa, sementara kontak ke luar pulau masih sangat sedikit. Pada 14 November 1945, Sutan Sjahrir menjadi perdana mentri pertama mengetuai kabinet Sjahrir I.
Beberapa setelah Jepang menyerah, Giyugun dan Heiho dibubarkan oleh pemerintah Jepang. Struktur komando dan keanggotaan PETA dan Heiho pun hilang. Karena itu, pasukan republik yang mulai tumbuh di bulan September, tetapi lebih banyak berupa kelompok-kelompok kecil milisi pemuda yang tidak terlatih, yang biasanya dipimpin oleh seorang pemimpin karismatik. Ketiadaan struktur militer yang patuh pada pemerintah pusat menjadi masalah utama revolusi kala itu. Dalam masa awal pembentukan struktur militer, perwira Indonesia yang dilatih Jepang mendapat pangkat yang lebih tinggi dibanding perwira yang dilatih oleh Belanda. Pada 12 November 1945, dalam sebuah konferensi antar panglima-panglima divisi militer di Yogyakarta seorang mantan guru sekolah berumur 30 tahun bernama Sudirman terpilih menjadi panglima Tentara Keamanan Rakyat, bergelar "Panglima Besar".
Sebelum berita tentang, proklamasi kemerdekaan Indonesia menyebar ke pulau-pulau lain, banyak masyarakat Indonesia yang jauh dari ibu kota Jakarta tidak percaya. Saat berita mulai menyebar, banyak dari orang Indonesia datang untuk menyatakan diri mereka sebagai pro-republik, dan suasana revolusi menyapu seluruh negeri. Kekuatan luar didalam negeri telah menyingkir, seminggu sebelum tentara Sekutu masuk ke Indonesia, dan Belanda telah mulai melemah kekuatannya dikarenakan perang. Disisi lain, pasukan jepang, sesuai dengan ketentuan diminta untuk menyerah dan meletakkan senjata, dan juga menjaga ketertiban umum.
Kevakuman kekuasaan selama berminggu-minggu setelah Jepang menyerah menciptakan suasana ketidakpastian di dalam politik Indonesia saat itu, tetapi hal ini menjadi suatu kesempatan bagi rakyat. Banyak pemuda Indonesia bergabung dengan kelompok perjuangan pro-republik dan laskar-laskar. Laskar-laskar yang paling terorganisir antara lain kelompok PETA dan Heiho yang dibentuk oleh Jepang. Namun pada saat itu laskar-laskar rakyat berdiri sendiri dan koordinasi perjuangan cukup kacau. Pada minggu-minggu pertama, tentara Jepang menarik diri dari daerah perkotaan untuk menghindari konfrontasi dengan rakyat.
Pada bulan September 1945, pemerintah republik yang dibantu laskar rakyat telah mengambil alih kendali atas insfrastuktur-insfatruktur utama, termasuk stasiunkereta api dan trem di kota-kota besar di Jawa. Untuk menyebarkan pesan-pesan revolusioner, para pemuda mendirikan stasiun radio dan koran, serta grafiti yang penuh dengan sentimen nasionalis. Di sebagian besar pulau-pulau di Indonesia, komite perjuangan dan laskar-laskar milisi dibentuk. Koran kaum republik dan jurnal-jurnal perjuangan terbit di Jakarta, Yogyakarta dan Surakarta, yang bertujuan memupuk generasi penulis yang dikenal sebagai Angkatan 45.
Para pemimpin republik berjuang untuk menyatukan sentimen yang menyebar di masyarakat, karena ada beberapa kelompok yang menginginkan revolusi fisik, dan yang lain lebih memilih menggunakan cara pendekatan damai. Beberapa pemimpin seperti Tan Malaka dsn pemimpin kiri lainnya menyebarkan gagasan bahwa revolusi harus dipimpin oleh para pemuda. Soekarno dan Hatta, sebaliknya, lebih tertarik dalam perencanaan sebuah pemerintahan dan lembaga-lembaga negara untuk mencapai kemerdekaan melalui diplomasi. Massa pro-revolusi melakukan demonstrasi di kota-kota besar, salah satunya dipimpin Tan Malaka di Jakarta dan diikuti lebih dari 200,000 orang. Tetapi aksi ini yang akhirnya berhasil dipadamkan oleh Soekarno-Hatta, karna mengkhawatirkan pecahnya aksi-aksi kekerasan.
Pada September 1945, banyak pemuda Indonesia yang menyatakan diri "siap mati untuk kemerdekaan 100%" karna tidak dapat menahan kesabaran mereka. Pada saat itu, penculikan kaum "nonpribumi" – interniran Belanda, orang-orang Eurasia, Maluku dan Tionghoa – sangat umum terjadi, karena mereka di anggap sebagai mata-mata. Kekerasan menyebar dari seluruh negeri, sementara pemerintah pusat di Jakarta terus menyerukan kepada para pemuda agar dapat tenang. Namun, pemuda yang mendukung perjuangan bersenjata memandang pimpinan yang lebih tua sebagai para "pengkhianat revolusi", yang pada akhirnya sering menyebabkan meletusnya konflik internal di kalangan masyarakat sipil.

Tindakan Sekutu
Pihak Belanda menuduh Soekarno dan Hatta berkolaborasi dengan Jepang dan mencela bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan hasil dari fasisme Jepang. Pemerintah Hindia Belanda telah menerima sepuluh juta dolar dari Amerika Serikat untuk mendanai usaha pengembalian Indonesia sebagai jajahan mereka kembali.
Meskipun begitu, situasi Belanda pada saat itu lemah setelah diamuk Perang Dunia Kedua di Eropa dan baru bisa mengatur kembali militernya pada awal 1946. Jepang dan kekuatan sekutu lainnya enggan menjadi pelaksana tugas pemerintahan di Indonesia. Sementara Amerika Serikat sedang fokus bertempur di kepulauan Jepang, Indonesia diletakkan dibawah kendali seorang laksamana dari Angkatan Laut Britania Raya, Laksamana Earl Louis Mountbatten, Panglima Tertinggi Sekutu untuk Komando Asia Tenggara. Enklaf-enklaf Sekutu muncul di Kalimantan, Morotai, dan beberapa bagian di Irian Jaya; para pegawai sipil Belanda telah kembali ke daerah-daerah tersebut. Di area yang dikuasai angkatan laut Jepang, kedatangan pasukan Sekutu segera saja menghentikan aksi-aksi revolusioner, dimana tentara Australia (diikuti pasukan Belanda dan pegawai-pegawai sipilnya), dengan cepat menguasai daerah-daerah yang belum dikuasai Jepang,kecuali Bali dan Lombok. Karena tidak adanya perlawanan berarti, dua divisi tentara Autralia dengan mudah menguasai beberapa daerah di bagian Timur Indonesia.
Inggris ditugaskan untuk mengatur kembali jalannya pemerintahan sipil di Jawa. Belanda mengambil kesempatan ini untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonial lewat NICA dan terus mengklaim kedaulatan atas Indonesia. Meskipun begitu, tentara Persemakmuran belum mendarat di Jawa sampai September 1945. Tugas mendesak Lord Mountbatten adalah pemulangan 300,000 orang Jepang dan membebaskan para tawanan perang. Ia tidak ingin (dan tidak berdaya) untuk memperjuangkan pengembalian Indonesia pada Belanda. Tentara Inggris pertama kali mendarat di Medan, Padang, Palembang, Semarang dan Surabaya pada bulan Oktober. Dalam usaha menghindari bentrokan dengan orang-orang Indonesia, komandan pasukan Inggris Letjen Sir Philip Chirtison, mengirm para prajurit Belanda yang dibebaskan ke Indonesia Timur, dimana pendudukan kembali Belanda berlangsung mulus. Tensi memuncak saat tentara Inggris memasuki Jawa dan Sumatera; bentrokan pecah antara kaum republikan melawan para "musuh negara", seperti tawanan Belanda, KNIL, orang Tionghoa, orang-orang Indo dan warga sipil Jepang.

Perjuangan Militer dan Diplomasi

Perjanjian Linggarjati
Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan dengan menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa dan membantu Van Mook dalam perundingan baru dengan wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah pihak diadakan dibulan Oktober dan November dibawah pimpinan yang netral seorang komiisi khusus Inggris, Lord Killearn. Bertempat dibukit Linggarjati dekat Cirebon. Setelah mengalami tekanan berat –terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan tanggal 15 November 1946 yang pokok-pokoknya sebagai berikut :
Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.
Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia.
Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia – Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Untuk ini Kalimantan dan Timur Raya akan menjadi komponennya. Sebuah Majelis Konstituante didirikan, yang terdiri dari wakil-wakil yang dipilih secara demokratis dan bagian-bagian komponen lain. Indonesia Serikat pada gilirannya menjadi bagian Uni Indonesia-Belanda bersama dengan Belanda, Suriname dan Curasao. Hal ini akan memajukan kepentingan bersama dalam hubungan luar negeri, pertahanan, keuangan dan masalah ekonomi serta kebudayaan. Indonesia Serikat akan mengajukan diri sebagai anggota PBB. Akhirnya setiap perselisihan yang timbul dari persetujuan ini akan diselesaikan lewat arbitrase.
Kedua delegasi pulang ke Jakarta, dan Soekarno-Hatta kembali kepedalaman dua hari kemudian, pada tanggal 15 November 1946, dirumah Sjahrir di Jakarta, berlangsung pemarafan secara resmi Perundingan Linggarjati. Sebenarnya Soekarno yang tampil sebagai kekuasaan yang memungkinkan tercapainya persetujuan, namun, Sjahrir yang diidentifikasikan dengan rancangan, dan yang bertanggung jawab bila ada yang tidak beres.

Agresi Militer Belanda I
Pad tengah malam 20 Juli 1947, Belanda meluncurkan serangan militer yang disebut sebagai Agresi Militer Belanda I (Operatie Product), dengan tujuan utama menghancurkan kekuatan republikan. Aksi militer ini melanggar perjanjian Linggarjati, dan dianggap pemerintah Belanda sebagai aksi polisionil untuk penertiban dan penegakkan hukum. Pasukan Belanda berhasil memukul pasukan Republik dari Sumatera serta Jawa Barat dan Jawa Timur. Republikan kemudian memindahkan pusatnya ke Yogyakarta. Pasukan Belanda juga menguasai perkebunan di Sumatera, instalasi minyak dan batu bara, serta pelabuhan-pelabuhan besar di Jawa.
Negara-negara lain bereaksi negatif terhadap aksi Belanda ini. Autralia, India, Uni Soviet, dan Amerika Serikat segera mendukung Indonesia. Di Australia, misalnya, kapal berbendera Belanda diboikot mulai bulan September 1945. Dewan keamanan PBB mulai bertindak aktif dengan membentuk Komisi Tiga Negara untuk mendorong negosiasi. PBB kemudian mengeluarkan resolusi untuk gencatan senjata. Pada saat aksi militer ini terjadi, tepatnya pada Desember 1947, pasukan Belanda membantai banyak warga sipil di Desa Rawagede saat ini wilayah Balongsari di Karawang, Jawa Barat.

Kekacauan Internal
Beberapa kekacauan internal terjadi di pihak Indonesia selama terjadinya revolusi, antara lain:

Revolusi Sosial
"Revolusi soasial" yang terjadi setelah proklamasi berupa penentangan terhadap pranata sosial Indonesia yang terlanjur terbentuk pada masa penjajahan Beland, dan terkadang juga merupakan hasil kebencian terhadap kebijakan pada masa penjajahan Jepang. Diseluruh negara, masyarakat bangkit melawan kekuasaan aristokrat dan kepala daerah dan mencoba untuk mendorong penguasaan lahan dan sumber daya alam atas nama rakyat. Kebanyakan revolusi sosial ini berakhir dalam waktu singkat, dan dalam kebanyakan kasus gagal terjadi.
Kultur kekerasan dalam konflik yang dalam memecah belah negara ini saat dalam penguasaan Belanda seringkali terulang di paruh akhir abad ke dua puluh. Istilah revolusi sosial banyak digunakan untuk aktivitas berdarah yang dilakukan kalangan kiri yang melibatkan baik niat altruistik, untuk mengatur revolusi sosial sebenarnya, dengan ekspresi balas dendam, kebencian, dan pemaksaan kekuasaan. Kekerasan adalah salah satu dari sekian banyak hal yang dipelajari rakyat selama masa penjajahan Jepang, dan tokoh-tokoh yang diidentifikasi sebagai tokoh feodal, antara lain para raja, bupati, atau kadang-kadang sekedar orang kaya, sering kali menjadi sasaran penyerangan, kadang disertai pemenggalan, serta pemerkosaan juga sering menjadi senjata untuk melawan wanita-wanita feodal. Di daerah pesisir Sumatera dan Kalimantan yang di kuasai kesultanan, misalnya, para sultan dan mereka yang mendapat kekuasaan dari Belanda, langsung mendapat serangan begitu pemerintah Jepang angkat kaki. Penguasa sekuler Aceh, yang menjadi basis kekuasaan Belanda, turut dieksekusi, meskipun kenyataannya kebanyakan daerah kekuasaan kesultanan di Indonesia telah kembali jatuh ke tangan Belanda.
Kebanyakan orang Indonesia pada masa ini hidup dalam ketakutan dan kebimbangan, hal ini terutama terjadi pada populasi yang mendukung kekuasaan Belanda atau mereka yang hidup di bawah kontrol Belanda. Teriakan kemerdekaan yang begitu populer, "merdeka atau mati!" seringkali menjadi pembenaran untuk pembunuhnya yang terjadi di daerah kekuasaan Republik. Para pedagang seringkali mengalami situasi sulit ini. Di satu sisi, mereka ditekan oleh pihak republik untuk memboikot semua ekspor ke Belanda, sementara disisi lain posisi Belanda juga tidak mengenal ampun bagi para penyelundup yang justru menjadi tumpuan ekonomi pihak Republik. Di beberapa wilayah, istilah "kedaulatan rakyat" yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 dan sering digunakan para pemuda untuk menuntut kebijakan proaktif dan para pemimpin, seringkali berakhir tidak hanya menjadi tuntutan atas komoditas gratis, tetapi juga perampokan dan pemerasan. Pedagang Tionghoa, khususnya, seringkali diminta untuk memberikan harga murah dengan ancaman pembunuhan.

Pemberontakan Komunis

Peristiwa Madiun
Pada 18 September 1948 Republik Soviet Indonesia diproklamasikan di Madiun, oleh anggota PKI yang berniat menjalankan sebuah pusat pembangkangan atas kepemimpinan Soekarno Hatta, yang dianggap budak Jepang dan Amerika. Pertempuran antara TNI dan PKI ini, tetap dimenangkan pihak TNI dalam beberapa minggu, dan pemimpinnya, Muso, terbunuh. RM Suryo, Gubernur Jawa Timur pada masa itu, beberapa petugas kepolisian, dan pemimpin relijius gugur ditangan pemberontak. Kemenangan ini menghilangkan gangguan konsentrasi atas perjuangan revolusi nasional dan memperkuat simpati Amerika yang awalnya hanya berupa perasaan senasib dalam bentuk anti kolonialisme, menjadi dukungan diplomatik. Di dunia internasional, pihak Republik Indonesia mengukuhkan sikap anti komunis dan menjadi calon sekutu potensial di awal era perang dingin antara Amerika Serikat dan blok Soviet.

Pemberontakan Darul Islam

Negara Islam Indonesia 
Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Ternyata Kahar Muzakkar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan dalam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin dibawah pimpinannya.

PENUTUP

Kesimpulan 

Berdasarkan sejarah yang kita ketahui selama ini. Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Akan tetapi, bukan berarti bahwa perjuangan Indonesia berakhir saat itu juga. Perang dan perjuangan para pahlawan masih terus berlanjut guna mempertahankan kedaulatan serta mendapat pengakuan dari dunia.
Tak hanya menghalau serangan dan intervensi dari negara lain, bangsa kita juga mendapat ancaman dari dalam negeri berupa pemberontakan dan terorisme. Namun dengan semangat dan tekad yang kuat dari para pahlawan serta keinginan untuk merdeka seluruh rakyat, maka setelah menempuh berbagai usaha mulai dari perundingan hingga perlawanan bersenjata, akhirnya Indonesia mampu mendapat pengakuan dan berdiri sebagai negara yang benar-benar merdeka.

Saran

Sebagai bangsa Indonesia, tentunya kita harus bersyukur karena saat ini kita sudah dapat menikmati kemerdekaan yang merupakan hasil dari jerih payah para pahlawan terdahulu. Oleh karena itu alangkah lebih baik apabila kita senantiasa mengenang jasa para pahlawan serta mengisi kemerdekaan dengan berperilaku positif dan dapat membanggakan Indonesia.
Penyusun menyarankan agar kita semua lebih dapat mencintai dan mau lebih mengenal sejarah bangsa kita sendiri karena suatu bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. "JASMERAH" Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah.

Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar