Problem Ketenagakerjaan di Indonesia sampai saat ini masih terkait dengan sempitnya peluang kerja, tingginya angka pengangguran, rendahnya SDM tenaga kerja, upah murah dan jaminan sosial yang seadanya. Dan juga perlakuan yang merugikan bagi para pekerja seperti penganiayaan, tindak asusila, penghinaan, intimidasi sampai pelecehan seksual. Akhirnya banyak warga negara Indonesia yang menjadi tenaga kerja di luar negeri dan ini pun menyisakan masalah dengan kurangnya perlindungan dan pengawasan dari negara terhadap para tenaga kerja Indonesia tersebut.
Indonesia sebagai negara bercita-cita ingin mensejahterakan rakyatnya seperti yang terkandung dan menjadi amanat dalam Pancasila dan UUD 1945 walaupun dalam prakteknya belum bisa mewujudkan amanat ini terutama terkait dengan permasalahan yang dialami oleh kaum pekerja/buruh. Akar permasalahan yang terjadi pada pekerja/buruh masih terletak pada persoalan-persoalan hubungan dan kesepakatan antara pengusaha dan pemerintah yang akhirnya berimbas kepada pekerja/buruh dan masyarakat sebagai konsumen. Kasus gratifikasi dan korupsi yang melibatkan pengusaha dan pemerintah akhirnya mengakibatkan kelalaian dalam pengawasan dan penetapan keputusan yang pada akhirnya merugikan kaum pekerja/buruh.
Problem yang muncul akibat dari kelalaian pengawasan dan penetapan keputusan yang tidak adil ini adalah:
1. Problem Upah mengupah.
Salah satu problem yang langsung menyentuh kaum buruh adalah rendahnya atau tidak sesuainya pendapatan upah yang diperoleh dengan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta tanggungannya. Kebutuhan hidup yang semakin meningkat sementara upah yang diterima relative tetap, menjadi salah satu pendorong gerakan protes kaum pekerja/buruh.
Sistem perburuhan di Indonesia mengacu pada sistem Hubungan Industrial Pancasila, dalam sistem ini kedudukan pengusaha dan pekerja/buruh adalah setara, memiliki tanggung jawab yang sama, saling menghormati dan saling memahami. Semua kepentingan harus dibicarakan secara musyawarah. Pemerintah berkepentingan terhadap masalah upah, karena upah merupakan sarana pemerataan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus terkait dengan kemajuan perusahaan yang nantinya berpengaruh pada perkembangan perekonomian nasional dana atau daerah. Untuk mengatasi permasalahan upah pemerintah biasanya menetapkan batas minimal upah/Upah Minimum Regional yang harus dibayarkan perusahaan kepada pekerjanya, walaupun penetapan UMK ini sebenarnya bermasalah kerena seharusnya nilai upah sebanding dengan besarnya peran jasa buruh dalam mewujudkan hasil usaha dari peruasahaan yang bersangkutan.
2. Problem Pemenuhan Kebutuhan dan Kesejahteraan Hidup.
Aristoteles (filsuf Yunani) mendefinisikan kebutuhan mendasar manusia adalah semua kebutuhan dasar yang menyangkut dimensi manusia meliputi kebutuhan material, kesehatan, kebutuhan sosial (diterima masyarakat) hingga kebutuhan untuk meng-aktualisasi sebagai manusia. Implikasinya adalah setiap manusia berhak untuk secara leluasa mengambil inisiatif untuk memenuhi kebutuhannya. Hak pemenuhan kebutuhan hidup didasarkan pada fakta bahwa manusia adalah mahluk biologis yang memiliki kebutuhan dasar biologis meliputi kecukupan makanan, perlindungan, pakaian, perawatan medis dan pendidikan. Ketika para pekerja/buruh hanya memiliki sumber pendapatan berupa upah, maka pencapaian kesejahteraan bergantung pada kemampuan upah dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dalam kenyataanya, jumlah upah relatif tetap, sementara kebutuhan hidup selalu bertambah seperti biaya pendidikan, perumahan, sakit dll. Hal ini menyebabkan kualitas kesejahteraan rakyat termasuk pekerja/buruh semakin rendah. Seharusnya pemerintah tidak lepas tangan dari usaha pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya apalagi menyangkut kebutuhan pokok. Tidak jelasnya upah minimum saat ini, memberikan kegalauan bagi para pekerja dalam menentukan sikap terhadap perusahaan, Kalangan pengusaha mengelak jika dikatakan tidak mau menaikkan Upah minimum Provinsi (UMP) yang tinggi. Mereka beralasan aspek pekerja sektor informal yang mencapai 70% dari angkatan kerja perlu diperhatikan. Mereka secara langsung akan terkena dampak kenaikan UMP bagi rekan kerjanya yang di sektor formal.
3. Problem Pemutusan Hubungan Kerja sepihak oleh perusahaan.
PHK adalah salah satu persoalan besar yang dihadapi oleh kaum pekerja/buruh. PHK menjadi hal yang menakutkan bagi kaum pekerja/buruh dan menambah kontribusi bagi pengangguran di Indonesia. Dalam kondisi ketika tidak terjadi ketidakseimbangan posisi tawar menawar dan pekerjaan merupakan satu-satunya sumber pendapatan untuk hidup, maka PHK menjadi bencana besar yang dapat membuat buruh menjadi traumatis. Problem PHK biasanya terjadi dan menimbulkan problem lain yang lebih besar dikalangan buruh karena beberapa kondisi dalam hubungan buruh-pengusaha. Sebenarnya, PHK bukanlah problem yang besar kalau kondisi sistem hubungan pekerja/buruh dan pengusaha telah seimbang dan adanya jaminan kebutuhan pokok bagi pekerja/buruh sebagaimana bagi seluruh rakyat oleh sistem pemerintahan yang menjadikan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat sebagai asas politik perekonomiannya.
4. Problem Tunjangan Sosial dan Kesehatan.
Dalam masyarakat kapitalis seperti saat ini, tugas negara lebih pada fungsi regulasi, yakni pengatur kebebasan warga negaranya. Sistem ini tidak mengenal tugas negara sebagai pengurus dan penanggung jawab pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya. Rakyat yang ingin memenuhi kebutuhannya harus bekerja secara mutlak, baik untuk memenuhi kebutuhan dasarnya maupun kebutuhan pelengkapnya. Jika seseorang terkena bencana atau kebutuhan hidupnya meningkat, ia harus bekerja lebih keras secara mutlak. Begitu pula ketika ia sudah tidak mampu bekerja karena usia, kecelakaan, PHK atau sebab lainnya, maka ia tidak punya pintu pemasukan dana lagi. Kondisi ini akan menyebabkan kesulitan hidup, terutama bagi rakyat yang sudah tidak dapat bekerja atau bekerja dengan upah yang minim sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
5. Problem Lapangan Pekerjaan.
Kelangkaan pekerjaan bisa terjadi ketika muncul ketidakseimbangan antara jumlah calon pekerja/buruh yang banyak, sedangkan lapangan pekerjaan relatif sedikit, atau banyaknya lapangan kerja, tapi kualitas tenaga kerja pekerja/buruh yang ada tidak sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan. Kelangkaan pekerjaan ini dapat menimbulkan gejolak sosial, angka pengangguran yang tinggi dapat berakibat pada aspek sosial yang lebih luas.
Melihat permasalahan ketenagakerjaan diatas, tentu saja membutuhkan pemecahan yang baik dan sistematis, karena permasalahan tenaga kerja bukan lagi permasalahan individu yang bisa diselesaikan dengan pendekatan individual, tetapi merupakan persoalan sosial, yang akhirnya membutuhkan penyelesaian yang mendasar dan menyeluruh. Persoalan yang sangat erat hubungannya dengan fungsi dan tanggung jawab negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya harus diselesaikan melalui kebijakan dan pelaksanaan oleh negara bukan diselesaikan oleh pekerja/buruh dan pengusaha. Sedangkan masalah hubungan kerja dapat diselesaikan oleh pekerja/buruh dan pengusaha. Menghadapi permasalahan yang ada maka pemerintah tidak cukup dengan hanya merevisi perundang-undangan, melainkan mesti mengacu kepada akar permasalahan ketenagakerjaan itu sendiri. Yang terpenting adalah pemerintah tidak boleh melepaskan fungsinya untuk melindungi dan memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya adalah hal ini kesejahteraan bagi pekerja/buruh.
Problematika ketenagakerjaaan atau perburuhan umumnya berkutat di seputar masalah perlindungan, pengupahan, kesejahteraan, perselisihan hubungan industrial, pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan. Itu semua permasalahan umum yang kerap terjadi di banyak negara, termasuk di negara-negara maju. Banyak faktor yang bisa memicu munculnya persoalan-persoalan umum tersebut. Dalam hal ini, tugas pemerintah antara lain membuat regulasi yang mendukung perlindungan dan peningkatan kesejahteraan buruh.
Salah satu contoh, Presiden Jokowi antara lain telah menerbitkan regulasi yang mewajibkan pengusaha memberikan fasilitas penunjang, seperti transportasi, tempat tinggal, dan kesehatan di kawasan industri. Keseriusan Pemerintah dalam melindungi nasib buruh tercermin jelas saat Presiden Jokowi mengatakan, "Sudah saatnya buruh mendapatkan fasilitas penunjang agar beban buruh atau pekerja bisa turun." (4/5/2015). Apa yang ditegaskan Presiden Jokowi adalah satu bukti kehadiran pemerintah dalam masalah pengupahan dan peningkatan kesejahteraan buruh.
Kebijakan pengupahan dengan sistem formula yang pernah diluncurkan dalam paket kebijakan ekonomi IV soal Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah salah satu bentuk kehadiran negara dalam meningkatkan kesejahteraan buruh dan masyarakat yang belum bekerja. Melalui paket kebijakan tersebut, upah buruh dipastikan naik setiap tahun dengan besaran merujuk pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Menteri Ketenagakerjaan mengatakan bahwa kebijakan upah minimum dengan sistem formula itu hanya salah satu kebijakan peningkatan kesejahteraan pekerja dan masyarakat yang belum bekerja. Intinya negara hadir secara komprehensif, bukan hanya soal upah tapi juga kebijakan lain (16/10/2015). Negara hadir dalam bentuk pemberian jaring pengaman (safety net) melalui kebijakan upah minimum dengan sistem formula. Kehadiran negara dalam hal ini memastikan buruh tidak dibayar murah.
Di sisi lain negara juga hadir dalam upaya pengurangan beban pengeluaran hidup melalui kebijakan-kebijakan sosial seperti pendidikan dan jaminan sosial (BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan). Juga program perumahan, transportasi buruh dan juga transportasi massal. Di luar itu, masih ada Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bisa dimanfaatkan oleh buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja atau berinisiatif untuk membangun usaha kecil menengah.
Diharapkan melalui kebijakan semacam itu, perlindungan dan upaya peningkatan kesejahteraan buruh bisa langsung dirasakan manfaatnya. Penting dicatat bahwa kesejahteraan pekerja tidak tergantung pada besaran upah yang diterima, melainkan juga fasilitas sosial negara yang membantu mengurangi pengeluaran hidup. Negara juga hadir dalam bentuk pembinaan dan pengawasan dalam dialog sosial bipartit antara pengusaha dan buruh di perusahaan. Dialog sosial bipartit adalah kunci menuju kesejahteraan buruh karena membahas soal seperti penerapan struktur dan skala upah. Dalam konteks ini, pekerja bertanggung jawab meningkatkan kapasitas individual maupun kelembagaan serikat pekerja atau serikat buruh.
Sedangkan pihak pengusaha bertanggung jawab untuk membuka ruang dialog dan harus turut mendukung upaya pemerintah dalam melindungi dan meningkatkan kesejahteraan buruh.
Sebagaimana yang kita tau pada tanggal 2 Mei kita selalu memperingati hari buruh Nasional "Setiap tahun, aktivis buruh selalu mengajukan tuntutan. Kalaupun tidak semua dapat dipenuhi secara langsung, setidaknya ada satu dua tuntutan yang dapat dilaksanakan," ujarnya.
Dalam konteks itu, pemerintah diminta untuk mendengarkan secara seksama tuntutan para buruh. Tuntutan tersebut selanjutnya dipelajari dan dicarikan solusinya. Selain peningkatan kesejahteraan, biasanya para buruh juga menuntut perlindungan. Hal-hal ini yang mesti menjadi fokus perhatian pemerintah.
"Tidak dipungkiri, peranan para pekerja kita sangat penting dalam pembangunan nasional. Karena itu, semua pihak diharapkan dapat memberikan apresiasi dari hasil kerja mereka,karena hasil kerja para buruh menentukan kualitas.
Memang kita tau permasalahan yang terjadi memanglah sulit diatasi tetapi Semoga kedepannya pemerintah mampu memberikan solusi yang terbaik untuk permasalahan ketenagakerjaan diindonesia terutama Buruh,dan kedepannya pemerintah dapat bekerja sama dengan perusahaan perusahaan besar yang memiliki pekerja sangat banyak dan dapat menjamin kesejahteran,keamanan,dan apa saja yang terbaik untuk para pekerja.
Nama : Ramadansyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar