Perbandingan Demokrasi antara Indonesia dengan Spanyol
Demokrasi di Indonesia
Dalam membicarakan tentang demokrasi di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari alur periodisasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, Demokrasi Parlementer, Pemerintahan Demokrasi Terpimpin (guided democracy), dan Pemerintahan Orde Baru (Pancasila democracy).
A. Demokrasi Parlementer
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950-1959. Dengan menggunakan UUD Sementara sebagai landasan konstitusionalnya. Periode ini disebut pemerintahan parlementer. Masa ini merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam kehidupan politik di Indonesia.
B. Demokrasi Terpimpin
Sejak berakhirnya Pemilu 1955, Presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala ketidak senangannya kepada partai-partai politik. Hal ini terjadi karena partai politik sangat berorientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional secara menyeluruh. Demokrasi terpimpin merupakan pernbalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi parlementer. Apa yang disebut dengan demokrasi, tidak lain merupakan perwujudan kehendak presiden dalam rangka menempatkan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang paling berkuasa di Indonesia.
C. Demokrasi dalam Pemerinlahan Orde Baru
Rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pemah terjadi. Kecuali yang terdapat pada jajaran yang lebih rendah, seperti gubernur, bupati/walikota, camat dan kepala desa. Kalaupun ada perubahan, selama Orde Baru hanya terjadi pada jabatan wakil presiden, sementara pemerintahan secara esensial masih tetap sama. Rekruitmen politik tertutup. Dalam negara demokratis, semua warga negara yang mampu dan mernenuhi syarat mempunyai peluang yang sama untuk mengisi jabatan politik tersebut. Akan tetapi, di Indonesia, sistem rekruitmen tersebut bersifat tertutup, kecuali anggota DPR yang berjumlah 400 orang. Pengisian jabatan di lembaga tinggi negara, seperti MA, BPK, DPA, dan jabatan-jabatan dalam birokrasi, dikontrol sepenuhnya oleh lembaga kepresidenan. Pemilihan Umum. Pemilu pada masa Orde Baru telah dilangsungkan sebanyak enam kali, dengan frekuensi yang teratur, yaitu setiap lima tahun sekali. Tetapi kalau kita mengamati kualitas penyekenggaraannya, masih jauh dari semangat demokrasi. Pemilu sejak tahun 1971, dibuat sedemikian rupa sehingga Golkar memenangkan pemilihan dengan mayoritas mutlak.
Demokrasi di Ukraina
Masyarakat dunia benar-benar tersentak melihat apa yang terjadi di Ukraina. Perebutan kekuasaan antara para elite politik di negeri itu membuat negeri itu terpecah. Bentrokan antara oposisi dan pemerintah tidak terhindarkan dan akibatnya ratusan warga menjadi korban.
Para pemimpin Uni Eropa secara khusus berkumpul di ibu kota Kiev. Mereka berupaya untuk mempertemukan para pemimpin Ukraina yang sedang bertikai. Hanya dengan kesadaran para pemimpin Ukraina untuk tidak mempertahankan sikap menang sendiri, maka pertikaian akan bisa dihentikan.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama berkomunikasi langsung dengan Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk ikut memecahkan persoalan. Tanpa disadari persaingan di antara ketiga pemimpin negara utama di dunia untuk saling berebut pengaruh menambah runyam keadaan.
Rusia berkeinginan untuk menjadi patron bagi Ukraina. Presiden Putin
memutuskan untuk menyuntikkan bantuan hingga 17 miliar dollar AS guna membawa Ukraina keluar dari krisis ekonomi.
Namun rakyat Ukraina melihat bahwa pilihan terbaik bagi negeri mereka adalah bergabung dengan Uni Eropa, bukan membangun aliansi dengan Rusia. Bagi Uni Eropa sendiri, penggabungan Ukraina ke dalam Masyarakat Eropa akan semakin menyatukan Eropa.
Presiden Ukraina Victor Yakunovych merupakan pihak yang berpandangan bahwa negerinya lebih baik tetap beraliansi dengan Rusia. Ia melihat perekonomian Ukraina sangat tergantung kepada Rusia baik dalam penyediaan energi maupun ekspor hasil produksi.
Namun tokoh oposisi seperti Ruslan Koshulansky berpandangan bahwa pemerintah sekarang tidak bisa diharapkan melakukan perubahan. Untuk itulah ia dan tokoh opisisi lainnya mendesak Yakunovych untuk mengundurkan diri dan menggelar pemilihan umum baru.
Tarik menarik kepentingan itulah yang membuat konflik semakin meruncing, sehingga menimbulkan bentrokan. Korban semakin banyak berjatuhan ketika Pemerintah Yanukovych memerintahkan pasukan penembak gelap untuk menghentikan aksi demonstrasi.
Jatuhkan ratusan korban tewas dan tekanan dari negara-negara Uni Eropa membuat Presiden Yanukovych menyerah. Ia akhirnya menyetujui untuk dilakukan pemilu segera guna mengakhiri kemelut politik di negerinya.
Apa yang terjadi di Ukraina sekali lagi memberi pelajaran kepada kita bahwa kita tidak bisa bersikap taken for granted dalam membangun demokrasi. Dibutuhkan kesungguhan dan kemauan kita bersama untuk membangun demokrasi seperti yang seharusnya.
Demokrasi sangat mudah untuk diplesetkan hanya sebagai jargon. Kita berpura-pura menerapkan sistem demokrasi, tetapi sebenarnya hanya menjadi alat legitimasi untuk mendapatkan kekuasaan.
Itulah yang sering dikatakan sebagai demokrasi prosedural. Kita hanya sekadar menjalankan pelibatan langsung masyarakat dalam pemilu, tetapi esensi demokrasi untuk menjadi kekuasaan sebagai alat menyejahterakan rakyat tidak dilaksanakan.
Ketika kekuasaan sudah berada dalam genggaman, kekuasaan itu hanya dipakai untuk kepentingan dirinya atau kelompoknya. Suara-suara yang berbeda hanya dianggap sebagai angin lalu dan ketika sudah dianggap mengganggu dibungkam secara represif.
Kita tentunya tidak mau membangun demokrasi yang seperti itu. Demokrasi yang kita jalankan sepenuhnya harus bermuara kepada pemilihan wakil rakyat dan pemimpin yang peduli kepada rakyat. Hanya dengan itulah maka demokrasi akan bisa menyejahterakan rakyat.
Proses demokrasi yang sedang kita jalankan belum sampai pada tingkat menyejahterakan rakyat. Bahkan yang juga menakutkan demokrasi yang kita jalankan cenderung berubah menjadi demokrasi transaksional. Semua urusan diukur dari uang yang didapatkan, bukan kesejahteraan seperti apa yang bisa diberikan.
Kita harus koreksi sistem demokrasi yang tengah berjalan sekarang ini, karena kita tidak ingin bernasib sama seperti Ukraina. Untuk itu Pemilu 2014 yang akan segera kita laksanakan harus membawa perubahan besar dan tidak boleh melanjutkan kesalahan yang sudah terjadi selama ini.
SELLI DAHLIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar