Kamis, 17 Mei 2018

(Hukum01 - 171710751) Penanganan Terorisme Terhadap Hak Asasi Manusia

Dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM) dalam pemberantasan terorisme ini, saya hendak memberikan catatan melalui tulisan ini, agar tidak salah menempatkan Hak Asasi Manusia atau Hak Asasi Manusia di anggap menjadi penghalang dalam pemberantasan terorisme. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar atau hak pokok yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang secara kodrat melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat karena merupakan anugerah Allah SWT. HAM adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak – hak yang di miliki oleh manusia berdasarkan kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat suci. Dengan kata lain, HAM adalah bermacam – macam hak dasar yang di miliki pribadi manusia sebagai anugerah dari Allah SWT yang dibawa sejak lahir maka HAM meleket erat pada setiap manusia siapapun dia tanpa terkecuali sehingga hak asasi itu tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Tidak ada seorang atau pihak mana pun bisa mencabut HAM seseorang secara sewenang – wenang termasuk pemerintah.


            Sementara itu pengertian HAM juga disebut dalam Pasal 1 butir 1 UU No. 39 Tahun 1999 yang berbunyi "Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Allah SWT dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia".


            Apakah seorang teroris mempunyai HAM? Ya, sudah pasti. Tidak ada ketentuan di dalam instrumen HAM nasional dan internasional yang menyebutkan bahwa seorang penjahat, misalnya teroris, tidak punya HAM. Pertanyaan yang muncul kemudian, bagaimana aspek HAM bagi teroris yang telah membunuh orang dan merugikan kepentingan umum? Ada yang berpendapat oleh karena aksi mereka telah merenggut hak hidup dan hak atas rasa aman bagi masyarakat secara luas, tidak pantas bagi teroris untuk dijamin dan di lindungi HAM nya. Sementara, terduga teror diperlakukan sebagai manusia yang pada dirinya melekat hak – hak yang dilindungi oleh Undang – Undang. Mereka yang di tuduh melakukan teror, diadili melalui proses hukum dengan mengedepankan asas due process of law dalam koridor criminal justice system. 


            Dengan pendekatan berbasis HAM, terorisme dapat dilikalisir sehingga tidak menyebar luas ke masyarakat. Pendekatan yang humanis menempatkan teroris para pelaku lapangan bukan hanya sebagai semata, namun juga korban. Mereka adalah korban dari indoktrinasi dan penyebaran pemahaman agama yang salah melalui berbagai media, diantaranya internet. Namun untuk itu, selepas di penjara mereka harus direhabilitasi dan di berdayakan secara sosial dan ekonomi. Pendekatan HAM juga memberikan porsi yang besar kepada aktor – aktor nonnegara seperti (organisasi kemasyarakatan, media, institusi pendidikan, LSM, dll) untuk berperan serta menanggulangi terorisme. Hal ini karena terorisme sebagai paham dan gerakan yang tidak bisa anya diatasi oleh aparat negara yang jumlah dan kapasitasnya sangat terbatas, dibandingkan skala ancaman dan gerakan teror yang sangat luas dan mengglobal.    


            Melalui pemeriksaan dipengadilan, aparat negara bisa memperoleh banyak data dan informasi tentang terorisme yang diperoleh dari tersangka atau terdakwa, saksi, ahli, dan alat bukti lainnya. Keterangan ini berguna untuk menguak dan menelusuri jaringan teror yang ada untuk kepentingan pencegahan dan penindakan. Salin itu, proses penegakan hukum menjadi media edukasi bagi publik dan terduga teroris bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah dan melanggar hukum. Alhasil pendekatan berbasis HAM dalam penanggulangan terorisme tidak melemahkan upaya menekan aksi teror, akan tetapi justru memperkuatnya melalui partisipasi luas masyarakat. Partisipasi masyarakat adalah modal sosial yang sangat penting supaya penanggulangan teror menjadi gerakan sosial kemasyarakatan, bukan hanya semata menjadi tugas dan tanggung jawab aparat negara yang dalam banyak hal mempunyao banyak keterbatasan.

 

            Kaitan antara terorisme dan HAM adalah adanya pelanggaran yang di sebabkan oleh aksi teror yang melanggar hak – hak asasi manusia khusunya hak sipil dan politik di mana hak sipol tersebut tercantum pula pada DUHAM. Pasal 3 Deklarasi Universal tentang Hak – Hak Asasi Manusia menyatakan "Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu". Terdapat pula dalam Konvenan Internasional Hak – Hak Sipil dan Politik yang isi dari konvenan tersebut terkait dengan pelanggaran HAM yang di sebabkan oleh tindakan terorisme yaitu hak atas hidup dan hukuman mati hanya untuk kejahatan berat. Dari kedua pasal tersebut, dapat di jelaskan bahwa seorang teroris telah mengambil hak hidup dari rakyat sipil yang menjadi korban terorisme. Dan tersebut melanggar peraturan – peraturan terkait hak asasi manusia. Maka bisa di anggap wajar apabila para teroris yang bersalah secara fatal dalam tindakan terorisme tersebut di hukum dengan hukuman yang sangat berat. Karena telah mengorbankan tidak hanya satu atau dua orang rakyat sipil yang menjadi korban tetapi bisa sampai puluhan atau ribuan yang menjadi korban. Dan para teroris telah mengambil hidup mereka di mana setiap korban terorisme meninggalkan keluarganya dan itu tindakan pelanggaran HAM.

 

            Pelanggaran hak asasi manusia di definisikan sebagai suatu pelanggaran terhadap kewajiban negara yang lahir dari instrumen – instrumen Internasional Hak Asasi Manusia. Pengertian yang lain menjelaskan bahwa pelanggaran HAM adalah tindakan atau kelalaian oleh negara terhadap norma yang belum di pidana dalam hukum pidana tetapi, merupakan norma hak asasi yang di akui secara Internasional. Oleh karena itu, dalam hal ini negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan keadaan yang aman di lingkungan negara dan memperkuat pertahanan negara khususnya dari serangan terorisme. Negara juga betanggung jawab terhadap rakyatnya. Termasuk korban terorisme berserta keluarga dari korban teroris yang meninggal dunia, dengan cara menyantuni dan memberikan bantuan kepada mereka.

 

            Terkait dengan penanganan terorisme setiap negara mempunyai kewajiban untuk turut andil dalam memerangi terorisme yang sekaligus sebagai upaya untuk menjaga perdamaian. Dalam upaya – upaya memengari terorisme tersebut perlu di perhatikan prinsip – prinsip HAM dan tidak melakukan tindakan yang pragmatis. Polisi memiliki kewenangan dalam penanggulangan terorisme, namun juga ada batasan – batasan nyata yang mengatur aspek dari kepolisian itu sendiri. Kekuatan diskresi yang melekat dalam mandat tugas mereka juga harus di ikuti dengan proses pemahaman untuk menghormati berbagai ketetapan yang telah di sepakati dalam standar HAM yang telah di akui. Sudah seharusnya tantangan – tantangan yang akan dan telah di hadapi oleh polisi di jalankan dalam koridor hukum dan standar HAM. Tindakan pencegahan terorisme dapat di artikan sebagai tindakan yang efektif melalui kebijakan dan berbagai program strategi untuk mencegah terjadinya aksi terorisme di Indonesia. Menghadapi ancaman terorisme yang akhirnya menimbulkan ketakutan serta penderitaan terhadap manusia, pemerintah demokratis harus di hadapkan pada pilihan yang sulit dalam menentukan kebujakan dan keputusan akan hal ini. Di satu sisi mereka harus menjunjung tinggi nilai – nilai dasar demokratis yaitu berdasarkan proses hukum dan hak asasi manusia. Di sisi lain mereka harus memfokuskan pada dampak serta kerusakan yang di sebabkan oleh terorisme itu sendiri.

 

            Selain upaya dalam menjelaskan wewenang dan tugas dalam penanggulangan terorisme oleh polisi, terdapat upaya kerjasama antara polisi dan lembaga intelijen. Semangat dan kinerja berlimpah yang dilakukan oleh aparat keamanan untuk melakukan oenumpasan terorisme diharapkan dapat dibarengi dengan kegiatan menyimpulkan dan mengolah data yang diberikan oleh intelijen yang memadai. Intelijen harus difungsikan secara profesional dan efektif menjadi mata, telinga, rasa, dan pikiran untuk memberikan pencegahan sehingga mampu mengidentifikasi jaringan, kelompok, serta dapat mengantisipasi segala bentuk penyebaran bahaya terorisme. Apa yang tengah menjadi masalah mengenai terorisme adalah lebih dari perlindungan hak asasi manusia dan pada dasarnya penting karena merupakan masalah prinsip. Ada dimensi praktis yang harus menjadi pertimbangan dengan baik. Misalnya tindakan penembakan yang disengaja terhadap orang yang tidak bersalah dalam operasi terorisme, biaya yang mahal dan cenderung tidak efisien yang memberikan kesan bahwa biaya jangka panjang mungkin lebih besar daro pada manfaat jangka pendek.

 

            Indonesia merupakan demokrasi yang menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan. Namun, selama ini Indonesia masih menggunakan pendekatan kekerasan dalan menangani terorisme misalnya dengan penyergapan, pengejaran, pembunuhan, penangkapan oleh aparat keamanan. Keinginan yang besar dalam gerakan kontra terorisme seringkali mengabaikan nilai – nilai HAM didalamnya. Terdapat beberapa dugaan pelanggaran hukum dan ham yang kerap dilakukan oleh polisi dan Densus 88, dimana bentuk pelanggaran yang dilakukan secara umum berupa penggunanaan kekuatan berlebihan yang askibatnya tewasnya si tertuduh, kemudian pelanggaran hak atas rasa aman serta ketenganan dari masyarakt, penembakan salah sasaran, penyiksaan dan perlakuan tidak menusiawi lainnya, penangkapan dan penahanan paska serta salah tangkap. Aksi terorisme memeng merupakan suatu aksi yang melanggar HAM namun cara – cara untuk memperlakukan para pelaku terorisme perlu untuk mengedepankan aspek HAM karena isu HAM berpengaruh terhadap upaya penanggulangan terorisme.

 

            Hak asasi manusia memiliki peran sentral dalam pemenuhan semua aspek dari strategi kontra terorisme. Beberapa negara telah terlibat dalam penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya dalam melawan terorisme, sedangkah perlindungan hukum untuk mencegah penyiksaan sering diabaikan. Menekankan bahwa tindakan kontra terorisme yang efektif tetap memperhatikan aspek perlindungan hak asasi manusia yang tidak bertentangan dengan tujuan namun saling melengkapi dan saling memperkuat.

 

Dalam menanggulangi tindakan terorisme di Indonesia, wewenang dan tugas berada pada polisi karena hal ini menyangkut mengenai keamanan negara. Keterlibatan militer hanya akan dilakukan ketika situasi melai darurat dan ancaman itu sendiri sudah mengancam pertahanan negara. Kemudian dilakukan pemanfaatan laporan intelijen sebagai langkah efektif dan tidak lanjut dalam proses penyidikan terhadap pelaku terorisme. Mengenai kontraterorisme di Indonesia memang masih banyak perubahan terutama dari aspek hukum dan HAM dalam penanganan terorisme itu sendiri. Terdapat kaitan erat mengenai penanganan terorisme terhadap hukum dan HAM. Sehingga salam proses penangananya, polisi selaku pihak yang berwenang harus menjunjung tinggi HAM dan tidak keluar dari koridor hukum sekalipun terhadap pelaku terorisme, karena justru hal tersebut akan menimbulkan polemik baru dan bukan menjadi solusi dari permasalahan.

 

 

Penulis Artikel :

Rosa Gustiani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar