Minggu, 20 Mei 2018

(HUKUM 01 - 171710697) HAM dan terorisme

Teroris belakangan ini mulai menunjukan aksinya, yang bermula dari kerusuhan yang terjadi di mako berimob beberapa hari yang lalu yang menewaskan polisi, lalu teror yang terjadi di jawa timur yang mengakibatkan 28 orang tewas dan 57 orang luka luka yang pelibatan nya adalah anak anak dan perempuan sebagai pelaku bom bunuh diri para pelaku diduga kelompok negara islam suriah (ISIS), dalam konteks ini hak asasi manusia (HAM) sangat berpersn penting untuk mengidentifikasi akar masalah yang terjadi yang miicu aksi teror tersebut bisa saja dari faktor ekonomi, politik, dan budaya. Penanggulangan terorisme selama ini belum berjalan secara maksimal penyebab nya adalah regulasi tentang terorisme.  Belum optimalnya penangulangan terorisme karena lemahnya identifikasi akar masalah terorisme dan belum dibangunnya mekanisme pencengan teror secara komperatif untuk mencegah aksi teror ini harus ada pihak pembantu seperti peran masyarakat yang jika melihat suatu keanehan atau keganjalan tentang masyarakat yang berada di sekitar nya, negara juga harus mulai serius dan menperhatiakan dan mencegah pelibatan anak anak dalam tidak pidana terorisme karna dapatmengangu fisiologis mereka ketika sudah besar nantinya dan sudah di atur dalam pasal 63 undang-undang tentang hak asasi manusia, setiap anak tidak boleh di libatkanh dalam aksi kekerasan. Pasal 53 ayat 1 menyatakan bahwa setiap anak berhak hidup dan mempertahankan hidupnya. Tero adalah musuh bagi umat manusia, sehingga menjadi tugas kita bersama untuk memeranginya. Teror telah merampas hak asasi manusia para korban dan masyarakat secara umum khususnya hak untuk hidup secara aman, dan kemerdekaan dari rasa takut. Ancaman terorisme haruslah diartikan sebagai suatu kejahatan yang serius, selain diartikan sebagai suatu kejahatan yang serius selain diartikan secara masif sebagai kejahatan luar biasa saat ini sedang dilakukan revisi tentang undang undang terorisme bentuk revisi UU justru akan mengundang kritik dan bersentuhan dengan isu HAM yang tentunya diartikan sebagai meniadakan HAM tetapi hanya mengurangi HAM dengan pertimbangan yang dapat dibenarkan. Nahwa dalam kondisi kepentingan masyarakat bangsa dan negara terhadap ancaman terorisme sebagai kejahatan yang serius baik itu menyangkut hukum formil ataupun materil. Revisi ini tidak dimaksudkan untuk mengembalikan makna pemberantasan subversif yang lebih berlatar belakang politik praktis, revisi diharapkan dapat memberikan kewenangan kepada pengangak hukum untuk melakukan tindak pencegahan terhadap lkegiatan yang mengarah kepada terorisme. UU terorieme yang sekarang ada ini lebih mengarah kepada pendekatan represif sehingan perlu suasana kondusif pendekatan preventif berbasis ham. Asas hukum pidana harus memerlukan perubahan mendasar mengenai tahapan perbuatan yang pemidanaannya hanya bersifat pidana akan menjadi pemidanaan. Acaman teror sekarang ini banyak terjadi dilingkungan ramai seperti di tempat umum, ancaman hukum penjara pelaku teror yaitu paling lama 20 tahun dan paling sedikit 4 tahun. Sedangkan pada bulan juli 2016 lalu pelaku teror santoso di hukum mati. Tororisme tersebut dilakukan bukan atas dasar motivasi nafsu atau keeinginan pribadi, tetapi atas keyakinan perlaku bahwa bahwa mereka sedang memperjuangkan atau mempercayai suatu moralitas yang dianggap lebih tinggi agat dapat menggantikan moralitas pada masyarakat dan rezim yang ada, terorisme dalam syariat islam termasuk sebagian kecil kejahatan hudud hirabah yaitu perbuatan yang menimbulkan kekacauan didalam masyarakat sehingga mengangu ketentraman dan kedamaian yang ada di dalam masyarakat, perubahanrevisi UU tentang pembaratan terorisme tidak saja searah serangan terorisme di jalam thamrin bebarapa saat lalu, adanya revisi UU terorisme ini tidak saja bebasis pada hukum pidana tetapi juga terkait dengan hukum tata negara dengan memperlihatkan sisi HAM. Terdapat dua kepentingan yangharus dilindungi dalam kasus terorisme, yaitu penegakan hukum dengan penghargaan atas HAM yang sama sama memiliki sifat primaritas, pembuatan aturan ketentuan revisi UU  terorisme ini haruslah dibuat secara jelas denagn membeikan basis mixed rules, yaitu UU terorisme terorisme yang semula berkesan represif, kemudian menempatkannya sebagai preventif sebagai bentuk kontribusi regulasi ke dalamnya. Pertama perlu di pahami bahwa ancaman terorisme lokal maupun global merupakan kejahatanyang serius dan sangat luar biasa. Sehingga memerlukan aturan aturan yang eksepsional sifatnya dalah dibenarkannya. Pendekatan preventif yang menjadi acuan revisi UU terorisme, mengingat pendekatan tindak pidana terorisme ternyata tidak dapat dikatakan sebagai satu satunya cara untuk melakukan pemberantasan terorime. Makanya dalam hal ini pendekatan preventif adalah salah satu sarana untuk mencegah berlakunya tindakan terorisme sesuai ddengan sistem peradilan pidana. Bentuk revsis UU justru akan banyak menundang kritik dari kalangan masyarakat dan bersentuhan dengan isu  HAM,  yang diartikan sebagai meniadakan HAM.  Revisi ini dapat diharapkan dapat memberikan kewenangan kepada penengak hukum, untuk melakukan pencegahan tindak pidana terorieme. Seenarnya revisi tidaklah salalu saja berpedoman kepada penambahan maupun pengurang an pasal dalam UU terorisme tetapi lebih memaknai asas pokok revisi UU  dan tujuan nya iyaitu kebijakan nasional. Dalam memeranggi aksi teror sendiri harus punya kesadaran dari diri kita sebagai manusia untuk memeranginggi nya jangan hanya menyerahkan kapada pihak yang wajib saja kita sebagai masyarakat pun harus dapat membantu memeranggi, dan diharapkan pelaku teror cepa tertangkap dan tidak ada lagi  pelaku teror yang melakukan teror di tempat umum yanda meresahkan masyarakat, polisi memiliki kewenangan dalam penganggulangan terorisme, namun juga ada  batasan-batasan yang nyata yang mengatur aspek dari kepolisian itu sendiri kekuata diskresi yang melekat dalam mandat tugas mereka juga harus diikuti dengan proses pemahaman untuk menghormati berbagai ketetapan yang telah disepakati dalam standar HAM  yang telah diakui dunia internasional. Keterlibatan militer dalam hal penangulangan terorisme sebagai kekuatan tambahan polisi walaupun dalam hal ini terorisme termasuk penengakan hukum, dana militer bukum termasuk kedalam penegakan hukum. Pada dasrnya indonesia sudah mempunyai aturan hukum tentang terorisme, namun dalam aturan tersebut aturan perundangn undanagn tersebut diraa belum cukup untuk penangulangan terorisme. Masih terdapat kelemahan dalam aturan perundang undangan mengenai terorisme. Indonesia merupakan negara demokrasi yang menjunjung tinggi  nilai nilai kemanusian namun saat ini masih mengunakan pendekatan kekerasan untuk menangani terorisme misal dengan penyergapan, pengejaran, pembunuhan ,dan penembakan oleh aparat penegak hukum keinginan yang besar dalam gerakan kontra terorisme seringkali mengabaikan nilai nilai ham yang ada  di dalamnya. Terdapat beberapa dugaan yang melakukan pelkanngaran hukum dan hak asasi manusia yang dilakukukan oleh densus 88, yang umum nya bentuk pelanggaran itu yaitu penembakan yang mengakibatkan sang teroris tewas,  aksi terorime memang merupakan suatu aksi yang melanggar ham namun cara untuk memperlakukan para pelaku terorisme perlu untuk mengedepankan aspek HAM yang berpengaruh terhdap upaya penangulangan terorisme. Sekjen pp pernah mengatakan bahwa tindakan kontra terorisme yang efektif tetap memperhatikan aspek perlindungan hak asasi manusia yang tidak bertentangan dengan tujuan, namun saling melengkapi dan saling memperkuat. Pemerintah sendiri di harapkan tidak melakukan pelanggaran hukum dalam penangkapan pelaku terorisme, melainkan melalui proses perencanaan harus ada efisiensi dan tidak memunculkan kesan berlebihan dalam penanganan terorisme. Dalam menangulangi tindakan terorisme di indonesia wewenang dan tugas berada pada polisi karena hal ini termasuk mengangkut kepada keamanan negara. Dan keterlibatan militer hanya akan dilakukan ketika situasi mulai darurat dan ancaman itu sendiri sudah mengancam pertahanan negara. Mengennai kontaterorisme di indonesia memang masih perlu banyak perubahan terutama dari aspek hukum dan hak asasi manusia sehingga polisi dalam proses penangannya harus menjunjung tinggi ham,  apaya pencegahan terorisme yang ada di indonesia sudah di atur dalam undang undang  nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme tidak menyebutkan tindakan seseorang yang mendukung dan mengajak orang lain untuk  bergabung dengan gerakan terorisme, upaya pencegahan tersebut penting dilakukan. Dan segera mngkin pemerintahan menuntasan revisi undang undang agar ada kekuataan hukum yang kuat, agar pelaku teror tersebut merasa jera tidak inggin melakukan hal tersebut dan tidak adanya niat untuk bergabung dengan anggota terorisme, anggota terorisme yang ada di indonesia sendiri berlatih di suriah dan bergabung dengan anggota isis, tidak tau apa yang mereka ingin dapat kan dengan melakukan teror teror tersebut bahkan teror tersebut dilakukan oleh 1 keluarga seperti yang terjadi di jawa timur yang satu keluarga nya melakukan teror di tiga gereja dan melibatkan anak kecil dalam aksi teror tersebut, dan mereka melakukan bom bunuh diri. Masyarakat jawa timur pada saat itu merasa kan kecemasaan dan kekhawatiran akan terjadinya teror lagi , dan karna teror tersebut seluruh kota di indonesia di jaga ketat oleh polisi untuk berjaga jaga agar tidak adanya lagi teror bom susulan, dan dalam hal ini di harapkan polisi dapat menuntaskan dalang dari bom tersebut dan mencari tau lebih dalam maksud dari teror tersebut dan mencari anggota anggota lain nya agar tidak dapat melakukan hal yang sama , ruang lingkup terorisme jaman sekarang sudah lebih luas dan mengarah kepada golongan masyarakat yang memiliki pondasi pemikiran yang lemah dan mudah digoyahkan seperti peljaajar dan mahasiswa. Pada intinya para terorisme punya keyakinaan bahwa apa yang mereka lakukan itu benar. Mereka mengatas namakan agama sebagai kedok keahatan mereka. Padahal kita cermati hal demikianlah yang bisa mengadu domba satu agama dengan agama lainnya yang tentunya juga akan merusak citra islam yang indah dan damai, tentunya hal demikian bukan hanya menjadi musuh bangsa, tetapi menjadi musuh kita semua sebagai kaum muslim. Saat ini pun pelaku teror tidak hanya laki laki tetapi perempuan pun melakukan aksi teror tersebut . kita harapkan tidak ada lagi aksi teror teror yang ada di indonesia agar indonesia merasa aman dan tenteram, dan tidak ada lagi perempuan dan anak anak yang menjadi korban nya, mudah mudahan aksi teror ini bisa dapat terselesaikan dengan cepat agar tidak ada korban korban lain nya , dan aksi teror ini dapat di tuntas kan sampai akar akarnya agar tidak ada bibit baru yang muncul untuk melakukan aksi teror  bom bunuh diri yang terjadi beberapa waktu lalu.

Nama : Nabila Sabrina Rahman 

1 komentar: