Tema : Warga negara, buruh, tenaga kerja dan problematika
Problematika Buruh dan Tenaga Kerja
Buruh pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan baik berupa jasmani maupun rohani.
Buruh dibagi menjadi dua klasifikasi besar:
a. Buruh professional atau biasa disebut buruh kearah putih yaitu menggunakan tenaga otak dalam bekerja.
b. Buruh kasar atau biasa disebut buruh kearah biru yaitu menggunakan otot dalam bekerja.
Namun, pada dasarnya buruh hanya menunjukkan tenaga kerja di banding industri dan jasa.
Perburuhan, telah ada didunia sejak peradaban manusia dimulai. Sejak dulu, buruh telah dipandang sebelah mata diseluruh dunia, padahal keberadaan mereka sangat membantu roda perekonomian suatu bangsa. Hingga akhirnya muncullah usaha-usaha dari kalangan buruh untuk melindungi hak-hak mereka. Kita mengenal istilah may day. Namun, apakah kita tahu apa arti dari istilah itu?
Akar sejarah May Day mungkin dimulai pada tahun 1806, ketika terjadi pemogokan pekerja di AS yang pertama kalinya. Ketika itu pekerja Cordwainers, perusahaan pembuat sepatu, melakukan mogok kerja. Namun para pengorganisir aksi mogok kerja itu dibawa ke pengadilan untuk diproses hukum.
Dalam pengadilan itu, terungkap fakta pekerja di era itu benar-benar diperas keringatnya. Mereka harus bekerja 19-20 jam per harinya. Padahal sehari hanya 24 jam. Artinya para pekerja itu hanya bisa beristirahat 4 jam dalam sehari, dan mereka tidak punya kehidupan lain di luar bekerja untuk perusahaan yang membayar mereka. Maka kelas pekerja Amerika Serikat pada masa itu kemudian memiliki agenda perjuangan bersama, yaitu menuntut pengurangan jam kerja. Peter McGuire, seorang pekerja asal New Jersey, punya peran penting dalam mengorganisir perjuangan ini. Pada tahun 1872, ia dan 100 ribu pekerja lainnya melakukan aksi mogok kerja untuk menuntut pengurangan jam kerja. McGuire menghimpun kekuatan para pekerja dan pengangguran, serta melobi pemerintah kota untuk menyediakan pekerjaan dan uang lembur bagi pekerja. Tahun 1881, McGuire pindah ke Missouri dan mulai mengorganisir para tukang kayu. Hasilnya, di Chicago berdiri persatuan tukang kayu dengan McGuire sebagai sekretaris umumnya. Inilah cikal bakal serikat pekerja. Ide membentuk serikat pekerja ini kemudian menyebar dengan cepat ke seantero AS. Serikat-serikat pekerja lain didirikan di berbagai kota.
Tanggal 5 September 1882, digelarlah parade Hari Buruh pertama di kota New York dengan 20 ribu peserta. Mereka membawa spanduk yang berisi tuntutan mereka: 8 jam bekerja, 8 jam istirahat, dan 8 jam rekreasi. Itulah 24 jam kehidupan ideal dalam sehari yang diinginkan kelas pekerja Amerika Serikat.
Tanggal 1 Mei ditetapkan menjadi hari perjuangan kelas pekerja sedunia. Satu Mei dipilih karena mereka terinspirasi kesuksesan aksi buruh di Kanada pada tahun 1872. Ketika itu buruh Kanada menuntut 8 jam kerja seperti buruh di AS, dan mereka berhasil. Delapan jam kerja di Kanada resmi diberlakukan mulai tanggal 1 Mei 1886.
Berbicara konteks kesejahteraan, kehidupan buruh cenderung marjinal dan tak sesuai dengan hak-hak manusiawi. Berbicara hak-hak pekerja/buruh, berarti kita membicarakan hak-hak asasi maupun hak yang bukan asasi. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri pekerja/buruh itu sendiri yang dibawa sejak lahir dan jika hak tersebut terlepas/terpisah dari diri pekerja/buruh itu akan menjadi turun derajat dan harkatnya sebagai manusia, sedangkan hak yang bukan asasi berupa hak pekerja/buruh yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang sifanya non asasi.
Memang hampir di semua negara saat ini, problem ketenagakerjaan atau perburuhan selalu tumbuh dan berkembang, baik di negara maju maupun berkembang, baik yang menerapkan ideologi kapitalisme maupun sosialisme. Hal demikian terlihat dari adanya departemen yang mengurusi ketenagakerjaan pada setiap kabinet yang dibentuk.
*Seperti Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, problem ketenagakerjaan saja realitas tiap negara memberikan beragam problem, sehingga terkadang memunculkan berbagai problema yang berbeda sampai saat ini masih terkait dengan sempitnya peluang kerja, tingginya angka pengangguran, rendahnya kemampuan SDM tenaga kerja, tingkat gaji yang rendah hingga jaminan sosial yang nyaris tidak ada. Belum lagi, perlakuan yang merugikan pekerja, seperti penganiayaan, tindak asusila, penghinaan, sampai pelecehan seksual. Sehingga banyak warga Indonesia menjadi tenaga kerja luar negeri, banyak yang mengalami nasib yang kurang beruntung karena lemahnya Indonesia di Mata Dunia yang dipandang sebagai negara para koruptor dan kurang menghargai masyarakat terutama buruh.
Namun di dalam perjalanannya di Indonesia sebagai negara yang menginginkan kesejateraan masyarakatnya yang tersirat dan terkandung di dalam Pancasila dan UUD 1945, masih belum mampu menyelesaikan masalah tentang hak-hak kaum buruh dengan baik. Akar permasalahan yang terjadi pada buruh masih terletak padapersoalan-persoalan hubungan antara kesepakatan pengusaha dan pemerintah yang akhirnya berimbas buruk pada buruh dan msayarakat sebagai konsumen. Hal itu disebabkan adanya praktik-praktik gratifikasi, kolusi, nepotisme dan Korupsi yang melanda setiap bagian pelaksana pemerintahan mulai dari tingkat yang paling bawah hingga tingkat yang paling tinggi.
a. Masalah-masalah atau problematika yang terjadi pada buruh yaitu:
1. Problem gaji.
Salah satu problem yang langsung menyentuh kaum buruh adalah rendahnya atau tidak sesuainya pendapatan yang diperoleh dengan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta tanggungannya. Kebutuhan hidp semakin meningkat, sementara gaji yang diterima relative tetap. Factor ini menjadi salah satu pendorong protes kaum buruh.
2. Problem kesejahteraan hidup
Pencapaian kesejahteraan, tergantung pada kemampuan gaji dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Gaji yang relative tetap, sedangkan kebutuhan hidup semakain bertambah membuat kualitas kesejahteraan rakyat (termasuk buruh) semakin rendah.
3. Problem PHK
PHK adalah perkara biasa dalam dunia ketenaga kaerjaan. Asalkan sesuai dengan kesepakatan kerjaa bersama (KKB) baik pihak pekerja maupun pengusaha.
4. Problem tunjangan social dan kesehatan
5. Problem Kelangkaan Lapangan Pekerjaan
b. Faktor yang mendasari konflik buruh dan majikan
Problem perburuhan ini sebenarnya terjadi karena kebebasan kepemilikan dan kebebasan bekerja yang menjadi pilar sistem kapitalisme. Dengan kebebasan ini, seorang pengusaha yang senantiasa berorientasi keuntungan dianggap sah mengeksploitasi tenaga buruh. Dengan kebebasan ini pula, kaum buruh diberi ruang kebebasan mengekspresikan tuntutannya akan peningkatan kesejahteraan dengan memanfaatkan serikat pekerja, melakukan sejumlah intimidasi bahkan tindakan anarkis sekalipun.
Sedangkan dasar yang memicu konflik buruh dan pengusaha sendiri, disebabkan oleh kesalahan tolok ukur yang digunakan untuk menentukan gaji buruh, yaitu living cost (biaya hidup) terendah. Living cost inilah yang digunakan untuk menentukan kelayakan gaji buruh. Maka tidak heran namanya Upah Minimum. Dengan kata lain, para buruh tidak mendapatkan gaji mereka yang sesungguhnya, karena mereka hanya mendapatkan sesuatu yang minimum sekedar untuk mempertahankan hidup mereka. Konsekuensinya kemudian adalah terjadilah eksploitasi yang dilakukan oleh para pemilik perusahaan terhadap kaum buruh. Dampak dari eksploitasi inilah yang kemudian memicu lahirnya gagasan Sosialisme tentang perlunya pembatasan waktu kerja, upah buruh, jaminan sosial, dan sebagainya.
Jadi, masalah perburuhan akan selalu ada selama relasi antara buruh dan pengusaha dibangun berdasarkan sistem ini. Meski mereka telah melakukan sejumlah tambal sulam untuk menyumbat kemarahan kaum buruh dan menghadapi provokasi kaum Sosialis, namun tambal sulam ini secara natural hanya sekedar untuk mempertahankan sistem Kapitalisme. Tetapi, jika diklaim bahwa tambal sulam ini telah berhasil memecahkan masalah perburuhan, jelas hanya klaim bohong dan kosong.
Dalam era globalisasi, pemerintah harus mengakomodasi tekanan internasional terhadap kebijakan pemerintah yang berkenanaan dengan masalah humanisme. Sebagai contoh aktual adalah : isu ancaman pembatalan fasilitas bea masuk (Generalized System of Preferences – GSP) oleh Pemerintah dan Parlemen Amerika Serikat pada tahun 1993 terhadap bea masuk produk-produk ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Ancaman tersebut berkaitan dengan perlindungan hak-hak buruh dan praktek buruh anak di Indonesia.
Pemerintah dituntut berperan untuk menengahi konflik kepentingan antara buruh dan pengusaha dengan cara membuat aturan permainan dan mengatur kompromi diantara pihak-pihak berkepentingan. Dengan demikian pada hakekatnya, dalam kerangka Hubungan Industrial Pancasila (HIP), kebijakan UMR merupakan titik keseimbangan sebagai hasil musyawarah bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Perjuangan kaum buruh untuk memperbaiki kesejahteraan selama ini cukup jelas, yakni menunjukkan betapa upah tenaga kerja sangat tidak kompetitif dan jauh dari mencukupi. Relasi yang selama ini dibangun masih menempatkan posisi subordinatif terhadap majikan (pengusaha). Sehingga yang muncul ketidaksatu paduan buruh dan pengusaha, justru rasa ketidakpercayaan dan kecurigaan antara satu dan yang lain semakin mengkristalisasi perbedaan orientasi masing-masing.
Buruh yang menjual tenaga kerjanya untuk mendapat upah, muncul pada dekade-dekade terakhir abad XIX, terutama di perkebunan swasta yang berkembang di Jawa dan Sumatra. Penetrasi kapitalisme dalam wilayah pedesaan ditunjukkan dengan hadirnya para petani yang tidak memiliki tanah, dan bekerja pada tanah-tanah sewaan untuk mendapat upah. Sementara itu, di kota-kota besar, seiring dengan perkembangan teknologi yang ditancapkan kolonialisme, muncul pula bidang-bidang pekerjaan baru seperti masinis, sopir, pegawai kantor dan sebagainya. Munculnya buruh upah ini tidak seketika menghadirkan gerakan buruh yang terorganisir dan 'modern'. Perubahan cara pandang, kereta api, surat kabar, dan pendidikan, menjadi elemen-elemen penting yang membaw a perubahan pada abad XX. Orang-orang pribumi berpendidikan, yang kemudian dikenal sebagai tokoh-tokoh pergerakan, menjadi pemimpin atau penggerak sejumlah organisasi modern, seperti Budi Utama, Sarekat Islam, dan sebagainya. Sebaliknya gerakan buruh, pada awalnya digerakkan oleh orang-orang Belanda. Di Eropa pada masa itu gerakan buruh sudah dikenal secara luas dalam masyarakat, sehingga bukan hal yang aneh lagi jika timbulnya gerakan buruh di Jawa dipelopori oleh orang-orang Eropa.
Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam menjalankan visi diatas, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Guna mencapai tujuan pembangunan itu diperlukan adanya rencana terpadu dan terukur sesuai dengan misinya. Dibidang peserikatan pekerja (Serikat Pekerja) visi dan misi itu jelas dinyatakan dalam UU No. 13/2003 yang dituangkan dalam pengertian sebagai berikut :
"Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya."
Penulis Artikel
Mella Angelina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar