Minggu, 29 April 2018

Warga Negara dan Buruh Indonesia serta Problematikanya

Warga Negara yaitu sebagai pendukung dan landasan bagi sebuah negara. Orang – orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara, yang memiliki hubungan yang tidak terputus dengan tanah airnya, dengan UUD negaranya, sekalipun yang bersangkutan beraada diluar negeri, selama yang bersangkutan tidak memutuskan hubungannya atau terikat oleh ketentuan hukum internasional. Problematika warga negara di Indonesia adalah adanya kewarganegaraan ganda yang mana biasanya warga negara Indonesia menikah dengan warga negara asing dan ada juga para pekerja seperti TKI dan TKW yang bekerja diluar negara Indonesia serta adanya buruh migran. Bila dikaji dari segi hukum perdata Internasional kewarganegaraan ganda juga memilik potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila ada pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana. Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain. Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasarkan perkawinan. Penentuan kewarganegaraan yang berbeda – beda oleh setiap negara dapat menciptakan problem kewarganegaraan bagi seorang warga. Undang – undang yang mengatur warga negara perundangan kewarganegaraan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia yang pertama ini (UU No. 3 Tahun 1946), yang menjadi penduduk negara ialah mereka yang bertempat tinggal di Indonesia selama satu tahun berturut – turut. Dalam Konfrensi Meja Bundar 1949 di capai suatu persetujuan perihal penentuan kewarganegaraan antara Republik Indonesia dengan Kerajaan Belanda. Dalam UU Nomor 62 Tahun 1958 mengatur tentang siapa yang dinyatakan berstatus warga negara Indonesia, Pewarganegaraan biasa atau naturalisasi, akibat pewarganegaraan, pewarganegaraan istimewa, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, siapa yang di nyatakan berstatus orang asing.

 Kewajiban Warga Negara Indonesia yaitu :

1. wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi : segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

2. wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

3. wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 menyatakan : setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain.

4. wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang- undang. Pasal 28J ayat 2 menyatakan : Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang – undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai – nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

5. wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 menyatakan : tiap – tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

         

Buruh yaitu  seseorang yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan pendapatan berupa uang atau bentuk lainnya dari pemberi kerja atau pengusaha yang membayarnya. Dalam ketentuan umum angka 3 UU Nomor 13 Tahun 2003 yang menyebutkan yaitu "setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain".  Banyaknya problematika yang dialami para buruh. Dengan adanya problematika sekarang Hari Buruh yang bertepatan pada tanggal 1 Mei tersebut menjadi hari libur Nasional, dimana para buruh bisa beristirahat serta memberikan hak suaranya memalui aksi turun lapangan. Persoalan yang sering terjadi pada buruh yaitu turunnya harga upah buruh. Untuk di daerah saya yaitu Kabupaten Sambas yang saya ketahui banyak sekali buruh untuk pengangkutan barang untuk dibawa mengggukan mobil truck dan kapal, buruh tani untuk memanen padi, buruh penyebrangan kapal air dari desa ke desa lain, dan bermacam buruh lainnya. Terlalu banyaknya para buruh di Indonesia membuat anggaran upah buruh semakin menurun, apabila Indonesia memiliki lapangan pekerjaan yang layak dan pekerja buruh semakin sedikit anggaran upah buruh meningkat, karena sedikitnya orang yang bekerja menjadi buruh. Semua permasalahan buruh diberbagai negara merupakan permasalahan politik dan ekonomi yaitu pada kepentingan individu. Bukan hanya pendapatan yang layak tetapi juga kesejahteraannya. Putusan Mahkamah Konstitusi memberikan kedudukan yang berbeda terhadap upah dan hak-hak pekerja/buruh lainnya.

 Upah pekerja/buruh menjadi berada pada tingkatan pertama dalam pelunasan kreditor sedangkan hak-hak pekerja/buruh lainnya dalam tagihan pembayarannya masih berada sebagai kreditor proferen yang dimana harus menunggu pelunasan kreditur separatis. Buruh merupakan orang-orang yang menggantungkan kehidupannya dan keluarganya kepada perusahaan tempat dimana ia bekerja. Bila dibandingkan dengan pemegang hak tanggungan dan pemegang jaminan fidusia atau kreditor separatis, jelaslah kedudukan buruh lebih lemah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan pemegang jaminan kebendaan yang mempunyai dana yang lebih untuk hidup dibandingkan dengan buruh, dan bila dibandingkan dengan piutang negara seperti pajak, tentunya kedudukan buruh sangat lebih lemah lagi dan lebih penting untuk didahulukan, karena negara mempunyai pemasukan dari perusahaan tempat ia bekerja, apabila dibandingkan dengan negara sangatlah tidak sesuai dengan tanggung jawab negara yang menjamin hidup yang layak bagi warga negaranya termasuk buruh. Ketika seorang buruh memulai suatu perjanjian kerja, maka akan ada hal-hak yang wajib diterima buruh tersebut, diantaranya adalah upah atau yang disebut ddengan gaji, selain itu buruh juga mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja seperti dalam Pasal 99 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang awalnya dikenal dengan dengan jaminan sosial tenaga kerja atau sekarang disebut dengan BPJS yang menyelenggarakan jaminan kesehatan untuk tenaga kerja dan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu.

Adanya jaminan sosial ketanagakerjaan tersebut buruh akan terlindungi kesejahteraannya bukan hanya mendapatkan perlindungan dari upah, jaminan-jaminan berupa jaminan hari tua, kematian, pensiun, kecelakaan kerja dan kesehatan juga berhak didapatkan oelh buruh dari pengsuha. Namun kebanyakan pengusaha tidak mendeaftarkan buruh didalam perusahaannya karena alasan-alasan tertentu. Sehingga hal ini menyebabkan jaminan kesejahteraan buruh tidak lagi didapatkan. Ketika perusahaan di nyatakan pailit, yang biasanya dilakukan terhadap buruh adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Apabila buruh di PHK maka berdasarkan pasal 165 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan buruh berhak mendapatkan upah pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak, hal inilah yang menjadi  hak-hak buruh lainnya yang dibayarkan pada saat perusahaan pailit. Sampai saat ini banyak buruh yang ketika mengalami PHK jarang mendapatkan upah pesangon yang layak yang sesuai dengan alasan yang di PHK. Apabila buruh tidak ada proteksi yang memadai, maka nasib buruh akan semakin sulit yang akan menimbulkan kemiskinan yang baru yang berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia semakin menghilang dan tidak lagi sesuai dengan prinsip Negara Indonesia yang sejahtera.

Dalam praktek kepailitan, seringkali hak buruh untuk mendapatkan upah pesangon sebagai akibat dari adanya PHK diabaikan oleh debitor pailit maupun kurator. Hampir semua buruh yang di PHK tidak lagi dapat bekerja ditempat lain karena lapangan pekerjaan yang semakin lama semakin sempit dan terbatas dan juga masalah umur. Oleh karena itu, hak-hak pekerja untuk mendapatkanupah upah pesangon setelah dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja merupakan modal utama para buruh untuk melanjutkan hidupnya dan keluarganya. Maka apabila terjadi PHK yang disebabkan oleh pernyataan pailit terhadap perusahaan / pengusaha, porsi upah dan hak – hak lainnya dari buruh seperti upah upah pesangon sama pentingnya, sehingga kedua hak tersebut sudah sangat harus untuk dilindungi dalam kedudukan yang sama. Pada saat ini hak – hak buruh dalam hal upah sudah ditetapkan bahwa posisi upah dari buruh mendapatkan posisi pertama bila dibandingkan dengan hak negara yang juga mendapatkan posisi hak istimewa dan para kreditor pemegang hak jaminan, sehingga sekarang pada praktiknya ketika perusahaan pailit maka ketika pembayaran untuk para kreditornya diberikan buruh mendapatkan pelunasan pertamma dari kreditor kreditor lainnya, namun hak hak lainnya dari buruh masih berada pada posisi kreditor preferen yang mana pembayarannya masih harus menunggu pelunasan kreditor separatis, bila di lihat di dalam Pasal 95 ayat (4) tidaklah ada pemisahan antara pembayaran upah buruh dan hak –hak lainnya dari buruh.

Disisi lain dalam buku Kondisi Klas Pekerja di Inggris yang diterbitkan pertama kali tahun 1845, Friedrich Engels menceritakan bagaimana perlawanan buruh Inggris dilancarkan secara langsung kepada majikan. Contoh kasus, pada 1843, pabrik batu – bata Pauling dan Henfrey meningkatkan produksi batu bata tanpa kenaikan upah. Buruh melakukan mogok kerja dan serikat menyatakan perang. Awalnya perusahaan berhasil menang. Polisi dan tentara yang dipersenjatai mengusir para pemogok. Namun buruh kembali menyerang menggunakan senjata. Apalagi kaum sosialis aktif berpropaganda agar buruh lebih baik merebut alay – alat produksi milik majikan daripada melakukan sabotase terhadap mesin –mesin. Di zaman sekarang upah buruh menurun karena adanya terknologi, agar penggunaan teknologi yang tak terhindarkan tidak menjadi bencana bagi buruh manusia, yaitu dengan pengurangan jam kerja tanpa mengurang kesejahteraan buruh. Mengurangi keuntungan pengusaha agar bisa digunakan untuk menggaji tenaga kerja baru. Sosialisasi alat – alat produksi menjadi milik publik. Kalau pengusahanya serakah dan pejabat politiknya maniak korupsi, kondisi tetap akan seperti ini. Jangan musuhi kemajuan teknologi dan robotisasi. Dihari buruh 2018, kita harusnya menyadari, semuanya.

Sejak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 anatara upah dan hak – hak lainnya dari buruh di pisahkan pembayarannya, buruh sudah dilindungi dalam hal pembayaran  upahnya, akan tetapi hak – hak lainnya dari buruh dapat dikatakan masih terancam tidak terlunasi oleh debitor pailit karena posisi pembayaran hak – hak lainnya buruh masih pada urutan setelah para kreditor pemegang jaminan kebendaan.  


TRI ASMITA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar