Senin, 05 November 2018

B-181710022, Resensi Film Gie


Identitas Film

Gie

Sutradara         : Riri Riza

Produser          : Mira Lesmana

Penulis             : Riri Riza

Distribusi        : Sinemart Pictures

Tahun produksi: 2005

Genre              : Biografi, Drama

Durasi             : 147 menit

 

Sinopsis :

Gie adalah sebuah film garapan sutradara Riri Riza. Gie mengusahkan seorang tokoh bernama Soe Hok Gie, mahasiswa Universitas Indonesia yang lebih di kenal dengan demonstran dan pecinta alam. Soe Hok Gie dibesarkan di sebuah keluarga keturunan tionghoa yang tidak begitu kaya dan berdomisili di Jakarta. Sejak remaja, Hok Gie sudah mengembangkan minat terhadap konsep-konsep idealis yang dipaparkan oleh intelek-intelek kelas dunia. Semangat pejuangnya, setiakawannya, dan hatinya yang dipenuhi kepedulian sejati akan orang lain dan tanah airnya

Masa remaja dan kuliah Hok Gie dijalani di bawah rezim pelopor kemerdekaan Indonesia Bung Karno yang ditandai dengan konflik antara militer dengan PKI. Meskipun Hok Gie menghormati Sukarno sebagai Founding Father negara Indonesia, Hok Gie begitu membenci pemerintahan Sukarno yang diktator dan menyebabkan hak rakyat yang miskin terinjak-injak. Hok Gie tahu banyak tentang ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kedaulatan, dan korupsi di bawah pemerintahan Sukarno, dan dengan tegas bersuara menulis kritikan-kritikan yang tajam di media.

Hok Gie dan teman-temannya menghabiskan waktu luang mereka naik gunung dan menikmati alam Indonesia yang asri dengan Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) UI. Film ini menggambarkan petualangan Soe Hok Gie mencapai tujuannya untuk menggulingkan rezim Sukarno, dan perubahan-perubahan dalam hidupnya setelah tujuan ini tercapai.

 

Ringkasan Film :

Soe Hok Gie dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942, di sebuah keluarga beretnis tionghoa yang tidak terlalu kaya dan merupakan adik dari sosiolog Arief Budiman. Di masa kecilnya, ketika dia masih duduk di bangku sekolah, dia dikenal sebagai anak yang kritis dalam menentang pendapat orang-orang di sekitarnya yang berbeda dengan pendapatnya, bahkan dengan gurunya sendiri. Gie adalah seorang yang berpendirian kuat, pendiam tapi kritis, tidak mudah terpengaruh oleh siapapun, dia adalah seorang pemuda yang bercita-cita akan merubah negeri yang semakin kacau ini, menjadi Negara yang betul-betul dapat mewujudkan keadilan, persatuan, keamanan, dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dia dikenal sebagai pemuda yang kritis dalam melihat ketidakadilan di negeri ini, terutama pada masa pemerintahan Soekarno.

Dibalik sifatnya yang krtis dan pluralis, dia adalah seorang yang hobi menonton film, mendaki gunung, membaca, dan menulis artikel, yang tulisannya sering dimuat di berbagai surat kabar dan sering kali membuat siapa yang membacanya terpengaruh akan ide dan gagasannya. Setelah lulus SMA Gie melanjutkan pendidikannya ke Universitas Indonesia. Pada masa kuliah inilah ia menjadi salah satu aktivis mahasiswa dan pendiri kelompok MAPALA. Dia juga dikenal sebagai salah satu pelopor dalam perhimpunan mahasiswa untuk menggulingkan masa pemerintahan Soekarno.

Sampai pada suatu hari semua teman-teman yang dulu bersama dengan dia memperjuangkan pendapatnya, kini meninggalkan dia. Gie yang merasa tertekan dan kesepian pada akhirnya menuju ke puncak Gunung Semeru. Namun ternyata hari itu adalah hari terakhir dalam hidupnya. Gie meninggal di Gunung Semeru dalam kesedihan dan kesepian, sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 – 16 Desember 1969 akibat gas beracun.

Kelebihan dan Kekurangan Film :

Kelebihan Film:

Film ini merupakan film yang bagus sebagai materi pelajaran sejarah, dan juga bagi orang-orang yang tertarik dengan ilmu politik. Pada film ini, sosok Gie merupakan sosok yang berani mengemukakan pendapatnya dan hal-hal yang diyakininya, walau dia tahu bahwa tidak semua orang sependapat dengannya. Hal ini dapat mengajarkan kita untuk berani mengemukakan pendapat kita tanpa rasa takut dan dibayang-bayangi oleh pemikiran dan pendapat orang lain.

Kekurangan Film:

Film ini memiliki beberapa kekurangan. Yang pertama ada pada segi teknis, sangat disayangkan bahwa backsound pada film ini jauh lebih besar daripada suara tokoh yang sedang berdialog, sehingga membuat para penonton menjadi kurang memahami jalan cerita. Yang kedua ada pada segi transisi dari satu scene ke scene lainnya yang menggunakan "layar hitam". Hal ini mengganggu alur cerita dan konsentrasi dari penonton sehingga dapat mengurangi pemahaman penonton akan alur cerita, dan membuat cerita pada film ini seakan-akan memiliki alur yang tidak rapi.

 

Kesimpulan :

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar