Identitas film
Judul Film : Istirahatlah kata-kata
Pemain : Gunawan Maryanto, Marissa Anita, Eduwart Boang, Dhafi Yunan, Rukman Rosadi
Produser : Yulia Evina Bhara, Yosep Anggi Noen
Sutradara : Yosep Anggi Noen
Penulis : Yosep Anggu Noen
Produksi : Yayasan Muara, Limaenam Film, Partisipasi Indonesia, KawanKawan
Film
Sinematografi : bayu prihantoro filemon
Durasi : 1 jam, 37 menit
Genre : sejarah, drama
Rilis : 19 januari 2017
Sinopsis:
Wiji Thukul (Gunawan Maryanto) mengawali pelariannya dengan ketakutan, karena status baru menjadi buronan. Namun, Wiji Thukul tetap menulis puisi dan beberapa cerpen dengan menggunakan nama pena lain.
Di Solo, Sipon (Marissa Anita) istri Wiji Thukul hidup bersama dua anaknya., Wani dan Fajar Merah. Sipon ditekan, rumah diawasi polisi, koleksi buku-buku disita dan beberapa kali Sipon digelandang ke kantor polisi untuk diinterogasi.
Ringkasan film :
Wiji Thukul (Gunawan) hilang. Lebih tepatnya, menghilangkan diri. Sementara rumahnya didatangi intel (Rukman). "Bapak masih sering pulang?" tanya intel kepada putri Wiji Thukul, Fitri (Putri Fathiya). "Bapak masih sering membelikan buku? Bapak masih sering membelikan boneka?" intel, mencecar. Fitri diam. Ibunya, Sipon (Marissa) bungkam. "Anak kecil yang pemberani," pungkas intel, setelah menyadari larik-larik pertanyaannya menemui jalan buntu. Yang dicari-cari intel rupanya menyeberangi Laut Jawa. Terasing di Pontianak, Kalimantan Barat. Wiji mendapat pertolongan dari teman-temannya, seperti Martin (Eduwart), Thomas (Dhafi), dan Ida (Melanie Subono). Pengejaran yang dialami Wiji, terkait dengan puisi-puisi yang ditulisnya. Mayoritas tulisan Wiji, tentang ketidakadilan. Ini yang membuat pemerintah kala itu gerah. Tulisannya dinilai terlalu lantang di era 90-an. Pada 1996 muncul Partai Rakyat Demokratik (PRD). Rezim kala itu menyebut gerakan PRD bentuk penentangan terhadap kedaulatan. Mereka yang terlibat atau diduga terkait dengan partai ini mendapat tekanan. Wiji, salah satu yang dianggap bersentuhan dengan PRD. Status buronan membuatnya mengeluh dan sampai Wiji Thukul tidak pernah di temukan.
Satu keluhan Wiji yang paling membekas, di sepanjang film ini, "Ternyata menjadi buronan itu jauh lebih menyeramkan daripada berhadapan dengan sekompi 'kacang hijau' bersenapan yang membubarkan demonstrasi."
Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan :
Dalam Istirahatlah Kata-Kata, kita tidak sekedar menonton, tapi diajak berdialog, mengobrol, layaknya adegan Wiji Thukul bercengkrama dengan dua sahabatnya di pinggiran sungai Kapuas.Film ini benar-benar mengistirahatkan kuping dari bisingnya dialog. Film ini meminimalkan ketebalan naskah. Sunyi, Sepi, Lengang, Itulah kesan yang saya rasakan sepanjang menapaki jejak sang buronan.
Kekurangan :
Film ini alurnya kurang jelas, adegannya juga acak dan sebagai film biografis pertama Wiji Thukul, ia bisa jadi rawan "kesan yang keliru" lebih-lebih karena Wiji Thukul bukan bagian dari kanon kesusastraan Indonesia yang dipelajari di sekolah-sekolah dan dikenal semua orang,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar