Rabu, 29 Maret 2017

(DWI UTARI NURMAYTA RUSMI - 161310739 - 07) PENJELASAN UUD 1945 PASAL 28

PENJELASAN

 

UUD 1945 PASAL 28

"Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang."

 

Pada mulanya, prinsip kebebasan atau kemerdekaan berserikat ditentukan dalam Pasal 28 UUD 1945 (pra reformasi) yang berbunyi, "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang". Pasal 28 asli ini sama sekali belum memberikan jaminan konstitusional secara tegas dan langsung, melainkan hanya menyatakan akan ditetapkan dengan undang-undang. Namun, setelah reformasi, melalui Perubahan Kedua UUD 1945 pada tahun 2000, jaminan konstitusional dimaksud tegas ditentukan dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat". Dengan demikian UUD 1945 secara langsung dan tegas memberikan jaminan kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi (freedom of association), kebebasan berkumpul (freedom of assembly), dan kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression), tidak hanya bagi setiap warga negara Indonesia, tetapi juga bagi setiap orang yang artinya termasuk juga orang asing yang berada di Indonesia.

Dalam hal ini kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan  lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlakum dimuka umum. Dalam kaitannya dengan kehiduapan berbangsa dan bernegara, kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum memiliki peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan pemerintahan, terutama sistem pemerintahan yang dianut oleh negara Indonesia yaitu sistem pemerintahan demokrasi. Dengan adanya kebebasan menyampaikan pendapat maka aspirasi-aspirasi yang ada di dalam masyarakat dapat tersampaikan kepada pengemban keputusan, sehingga aspirasi tersebut dapat dipertimbangkan meskipun dalam kenyataannya pendapat yang disampaikan di muka umum tidak selalu merupakan pendapata yang bernada positif tetapi juga pemikiran-pemikiran yang berlawanan, keinginan untuk melakukan perubahan, serta keinginan untuk mengeluarkan keluh kesah dari sebuah permasalahan.

Dalam perkembangannya, kebebasan berpendapat di muka umum mampu mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan. Hal ini juga merupakan perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok. Jaman modern seperti ini, kebebasan menyampaikan pendapat tidak hanya dilakukan melalui orasi-orasi ataupun mimbar bebas yang dapat dilihat orang banyak secara langsung tetapi cenderung melalui media sosial sepertin twitter, facebook, dan lain-lain. Penyampaian pendapat di media sosial ini dapat dikatakan sangat bebas dan tidak terkendali. Banyak isu-isu yang dimulai dari media sosial yang kemudian mampu menggerakkan orang banyak untuk melakukan suatu hal meskipun di Indonesia sendiri sudah terdapat  peraturan yang mengatur tentang IT, namun tetap saja masih banyak yang telah ditembus.

Contoh yang paling melekat diingatan kita ialah mengenai kasus Prita Mulyasari tentang pelanggaran HAM adalah karena Prita telah mengirimkan surat keluhan lewat media elektronik yang disebabkan oleh tidak didapatkannya pelayanan rumah sakit dengan baik, Prita tidak mendapatkan kesembuhan malah penyakitnya bertambah parah dan pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan apapun mengenai penyakitnya. Jadi Prita tidak memperoleh haknya dari pihak rumah sakit, yang tidak lain adalah kesembuhan dan pelayanan yang layak. Maka dari itu, masyarakat memandang Prita tidak mendapatkan haknya secara layak. Salah satu aksi yang diberikan masyarakat yaitu solidaritas "koin untuk Prita".

Contoh kasus Prita Mulyasari juga  merupakan contoh kasus mengenai pelanggaran Undan Undang Nomor 11 pasal 27 ayat 3 tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam pasal tersebut tertuliskan bahwa: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan /atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik. Dimana saat itu Prita Mulyasari mengeluarkan keluhan melalui media elektronik karena tidak mendapatkan pelayanan baik dari pihak rumah sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Sehingga rumah sakit tersebut merasa dicemarkan nama baiknya dan mengadukan prita mulyasari secara pidana. Kemudian prita mulyasari diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Dan waktu itupun Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Seharusnya UU ITE 2008 ini dibuat secara lebih rinci dan jelas agar tidak bertetangan dengan  dengan pasal 28 tentang Hak Asasi Manusia, sehingga terlihat membatasi Hak rakyat untuk mengeluarkan pendapat mereka.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar